Ke
Depan dengan Kehati-hatian
Toeti Prahas Adhitama ; Anggota
Dewan Redaksi Media Group
Sumber : MEDIA
INDONESIA, 22 Juni 2012
TELAH
satu pekan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan rombongan melanglang
buana untuk kunjungan kerja ke tiga negara Amerika Latin: Meksiko, Brasil, dan
Ekuador. Situasi sosial-politik dalam negeri memang sedang mengesalkan, tetapi
kunjungan kerja kali ini perlu dan penting, fokus pada perekonomian dunia dan
lingkungan hidup yang mengancam masyarakat manusia.
Presiden
hadir di KTT G-20, kelompok 19 negara ditambah perwakilan Uni Eropa, yang
dianggap mewakili kekuatan terbesar perekonomian dunia yang dijalankan 65% penduduk
dunia, dengan 80% PDB dunia, dan menggerakkan 80% perdagangan dunia. Di Rio de
Janeiro, Brasil, Presiden menghadiri KTT Rio+20 tentang lingkungan hidup.
Kunjungan ke Ekuador membalas kunjungan Presiden Ekuador ke Indonesia pada
2007.
Pertemuan-pertemuan
itu layak mendapat prioritas karena ekonomi global ibarat urat nadi penghidupan
masyarakat dunia, yang majumundurnya berpengaruh terhadap ekonomi nasional. Perembukan
untuk mengatasi kerapuhan situasi, yang dipicu krisis ekonomi sejumlah negara
Eropa dan mengganggu hubungan ekonomi/perdagangan/keuangan antarnegara,
kabarnya berlangsung alot.
Mengenai
lingkungan hidup, kita layak cemas dengan makin rusaknya ingkungan akibat
keserakahan manusia untuk memanfaatkan sebanyakbanyaknya kekayaan bumi. Tarik
ulur kepentingan antara kelompok berteknologi tinggi, yang lebih banyak
merusak, dan negara-negara berkembang telah berlangsung puluhan tahun, tetapi
belum dicapai titik temu yang bisa diterima secara legowo oleh kedua pihak.
Ekonomi Indonesia dalam Perjuangan
Sejak
terlepas dari penjajahan 67 tahun lalu, banyak siasat telah kita jalankan demi
kesejahteraan bersama. Masa Orde Lama menyaksikan usaha-usaha kita melepaskan
diri dari sistem perekonomian kolonial menjadi perekonomian negara merdeka.
Seiring de ngan perjuangan fisik, bidang ekonomi mensyaratkan kesiapan sikap
yang semula serbadiatur penjajah menjadi sikap mandiri, antara lain dengan
menyiapkan infrastruktur.
Dapat
dibayangkan sulitnya mengubah masyarakat yang sebagian besar bermental priyayi
dan petani menjadi masyarakat egaliter yang berani berpikir, berproduksi, dan
berkreasi sendiri. ORI (Oeang Republik Indonesia) diciptakan Oktober 1946,
menggantikan uang Jepang dan uang Sekutu. Sistem perbankan dibangun, termasuk
Bank Sentral, yang menjalankan fungsi-fungsi seperti yang kita kenal sekarang.
Pemerintah
juga menumbuhkan kelas pengusaha untuk penanganan bisnis dan ekonomi. Tidak
gampang. Wajar tumbuh persaingan antara minoritas yang terampil, yang telah
lama diposisikan sebagai kelas pengusaha oleh penjajah, dan mayoritas yang
tidak berpengalaman. Live and learn.
Selama ikatan kebangsaan tetap kuat dan kerja sama yang saling menguntungkan
dibina, situasi bisa berangsur teratasi.
Orde
Baru menggulirkan pembangunan yang luar biasa pesat. GDP per kapita naik 11
kali lipat dari US$70 pada awalnya. Kelas pengusaha makin terampil. Lima kali
Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) telah meningkatkan posisi Indonesia
ke dalam kelompok negara berpenghasilan menengah. Maka setelah kegaduhan politik
pada 1950-an dan 1960-an, Indonesia berhasil mencapai kemajuan dan stabilitas
seperti yang kita nikmati sekarang. Menurut Wikipedia, sekarang GDP per kapita
naik sekitar lima kali lipat sejak akhir Orde Baru.
Wajar
Indonesia masuk kelompok G-20, suatu pengakuan bahwa sikap dan posisi Indonesia
pasti ikut mewarnai perilaku ekonomi global demi kepentingan dunia dan
kepentingan nasional. KTT G-20 pekan ini mungkin tidak memberikan solusi akhir,
tetapi paling tidak memberi wawasan tentang apa yang bisa disiapkan.
Lingkungan Hidup
Diperkirakan,
sekitar sepertiga tanah yang bisa ditanami di bumi telah rusak. Hutan tropis
yang masih perawan mungkin sekarang hanya tinggal sekitar separuhnya. Padahal,
mengatasi masalah pelestarian alam memerlukan waktu. Peremajaan hutan,
misalnya, memerlukan 50150 tahun. Wilayah lapisan es berangsur hijau karena es
yang meleleh, yang berarti wilayah itu tidak mampu lagi membalikkan panasnya
surya ke ruang angkasa. Bumi pun bertambah panas.
Kemungkinan
yang mencemaskan lagi, jumlah penduduk dunia terus meningkat, sudah sekitar 7
miliar, sedangkan sumber-sumber bumi makin menipis dan makin mahal. Situasi
diperburuk karena konsumsi sumber bumi oleh negara-negara maju tidak sebanding
dengan konsumsi negara negara kurang maju.
Kemajuan
teknologi memungkinkan negara-negara maju lebih banyak merusak alam. Akan
tetapi, tanggung jawab memburuknya lingkungan alam harus dipikul bersama. Itu
berarti negara-negara berkembang sudah harus berhemat-hemat walaupun untuk
membebaskan ratusan juta penduduk yang melarat, mereka terpaksa merusak
sumber-sumber yang nantinya justru diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan.
Kesimpulannya,
bila kita memperlakukan planet Bumi seserakah sekarang, bencana besar dan
mungkin akhir zaman tidak dapat dihindarkan. Mengapa ini bisa terjadi? Sejarah
peradaban mengajarkan berpikir dengan perspektif jangka panjang bukan menjadi
kebiasaan manusia.
Sekarang
sebagian besar wilayah bumi mengalami tekanan karena ledakan penduduk dan
kerusakan lingkungan. Kita seharusnya menancapkan rem darurat, bukan asyik
berwacana tentang hak-hak asasi manusia; sedangkan politisi di manamana sibuk
bersaing mengejar kekuasaan.
Kita
tunggu hasil pertemuan Rio+20 dan apa kelanjutannya. Kelangsungan hidup manusia
bisa terjaga hanya bila lingkungannya dilestarikan.●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar