Bobroknya
Tender Proyek Negara
Effnu Subiyanto ; Kandidat Doktor Ilmu Ekonomi FEB Unair
SUMBER : MEDIA
INDONESIA, 13 Juni 2012
PROYEK
pusat pelatihan dan pendidikan olah raga bernilai Rp1,52 triliun milik
Kemenpora di Hambalang tampaknya benar-benar direncanakan dengan acak adul. Dua
bangunan power house dan lapangan indoor tiba-tiba runtuh karena tanahnya
ambles 5 meter, baru-baru ini (25/5). Itu tentu sangat mengherankan karena
sebelum layak menjadi daerah proyek, seharusnya suatu daerah memiliki kajian
tanah yang disebut dengan soil test.
Kajian itu antara lain digunakan untuk menjadi landasan berpikir sang pemilik
proyek, apakah struktur tanah memadai. Pun jika ada kekurangan, bagaimana
alternatif solusinya.
Tahap
uji geologi seharusnya dilakukan sesudah kajian feasibility study (FS) dan amdal. Dengan begitu, soil test sudah
bersifat teknis, tetapi harus lulus dulu, baru kemudian ke tahap selanjutnya
seperti dimulainya tender sampai dengan eksekusi konstruksi. Kalau melihat
kinerja dan pengalamannya selama ini, BUMN konstruksi PT Adhi Karya, yang
merupakan kontraktor utama proyek Hambalang, seharusnya sangat paham akan
tahapan ini, dengan catatan, semuanya dilakukan secara well manner dan compliance.
Pemenang
tender konstruksi juga dapat mengklarifikasi dengan melakukan soil test sendiri sehingga dapat
menentukan berapa kedalaman tiang pancang yang betul-betul kuat sampai ke
bebatuan permanen.
Moral Hazard
Persoalannya,
proyek Hambalang pada awalnya memang sudah kontroversial karena melibatkan
individu episentrum berbagai elite politik dan birokrasi skala tinggi. Banyak
sekali kepentingan yang melilitnya. Peristiwa ambruknya dua bangunan vital
tentu semakin melegitimasi bahwa kecurangan dalam proyek berakibat langsung
pada kualitas.
Kejadian
ini mengingatkan kembali `luka lama' runtuhnya Jembatan `Golden Gate' Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, yang belum genap
berusia 10 tahun. Jembatan itu tiba-tiba ambruk pada Sabtu (26/11/11) sekitar
pukul 16.00 WIB dalam proyek pemeliharaan. Korban tewas ketika itu 5 orang, 22
dinyatakan hilang, 39 luka-luka, 5 mobil hanyut, dan sedikitnya 10 sepeda motor
tenggelam di dasar Sungai Mahakam Tenggarong. Konstruksi sipil yang kuat hasil
rancang bangun BUMN PT Hutama Karya pada 1995 itu lenyap hanya dalam 20 detik.
Tidak
seperti dampak proyek Hambalang yang bersifat sektoral, robohnya jembatan
penting yang menghubungkan Kota Samarinda dan Balikpapan praktis memutus mata
rantai ekonomi yang bernilai triliunan rupiah di Kalimantan Timur dan
keseluruhan Kalimantan. Kejadian tersebut membuat cemas, apakah yang
menyebabkan gagalnya supremasi keilmuan teknik sipil yang sudah sangat teruji
itu salah perhitungan, atau faktor lain?
Indonesia
memiliki banyak sekali jembatan penting, salah satunya Jembatan Suramadu yang
bahkan memiliki bentang bebas lebih panjang daripada Jembatan Kukar. Panjang
bentang bebas Jembatan Kukar yang tidak disangga struktur langsung ialah
sekitar 270 meter, padahal bentang bebas Suramadu mencapai 434 meter.
Negara
ini masih bermimpi akan membangun banyak jembatan sebagai konsekuensi
teritorial sebuah negara kepulauan. Mimpi itu, misalnya, membangun Jembatan
Batam-Bintan, Jembatan Selat Bali, dan jembatan terpanjang Selat Sunda yang
akan menghubungkan Jawa dan Sumatra. Sangat perlu kehati-hatian dalam menyiapkan
perencanaan proyek jembatan dan tidak boleh setengah hati.
Kasus
ambruknya proyek Hambalang yang belum selesai dan runtuhnya Jembatan Kukar
tahun lalu mengisyaratkan ketidakberesan pada tahap seleksi atau tender setiap
proyek pemerintah yang didanai uang negara. Insiden tersebut merupakan bentuk
konkret moral hazard dari problema
patgulipat setiap tender pemerintah yang rutin terjadi dan selalu mewarnai.
Korupsi
di setiap tender pengadaan barang dan jasa pada proyek pemerintah sebenarnya
sudah biasa, dan hampir menjadi rahasia umum. Oknum-oknum selalu bergentayangan
di mana-mana, tidak hanya di tim pengadaan barang dan jasa, bahkan bisa dari
luar tim yang notabene bukan bagian dari organisasi pengadaan.
KPK
mencatat pada 2010 nilai korupsi pengadaan barang/jasa pemerintah rata-rata
mencapai 30%-40% setiap tahun anggaran. Tidak perlu heran mengapa indeks
persepsi korupsi (IPK) tahun lalu masih di angka 2,8 atau urutan 110 dari 178
negara yang disurvei. Getolnya korupsi di Indonesia sekelas dengan
negara-negara ketiga seperti Bolivia, Gabon, Kosovo, dan Kepulauan Solomon.
Kita tentu saja kalah dengan negara sekawasan seperti Kamboja, Laos, Myanmar,
Malaysia, apalagi Singapura.
Secara
legal, dasar terbitnya Keppres 80/2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan
Jasa Pemerintah, yang kini dilengkapi dengan Perpres 54/2010, berangkat dari PP
29/2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Di dalamnya melekat substansi
PP 30/2000 tentang Pembinaan Jasa Konstruksi dan UU 18/1999 tentang Jasa Konstruksi
dan berbagai turunannya terkait soal Pajak. Panitia tender yang berakhlak tentu
saja tidak melihat celah. Namun, bagi panitia tender yang kreatif, celah itu masih
ada.
Kriteria
lemahnya seleksi tender yang berhubungan dengan konstruksi itu ialah beragamnya
standar menurut berbagai versi standar kelompok atau asosiasi jasa konstruksi.
Tidak jarang kriteria standar itu malah berbeda dan bertentangan antara
asosiasi dan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK). Ada 36 asosiasi jasa
konstruksi yang diakui LPJK (http://www.lpjk.org) dan masing-masing
mengeluarkan versi standar keahlian yang membingungkan.
Bahkan
LPJK sendiri mengakui bahwa standar sangat erat kaitannya dengan kompromi
kewilayahan dan tidak tegas dibakukan sebagai regulasi universal. Standar
konstruksi DKI, misalnya, tentu berbeda dengan standar konstruksi di Papua.
Asalkan pemerintah daerah setempat melakukan endorsement (pengakuan), standar asosiasi tersebut diakui untuk
wilayah tersebut.
Sangat
diperlukan kejelian panitia tender untuk memilah dan memilih kriteria yang
tepat untuk eksekusi suatu proyek sipil tertentu. Dari sini sebetulnya sangat
terbuka untuk bermain mata antara panitia tender, peserta tender, asosiasi,
LPJK, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat. Pejabat dengan mental yang masih
bisa dipertanyakan integritasnya akan dengan mudah tergoda sehingga terjadi moral hazard.
Benahi
Jika
mekanisme pengadaan barang/jasa pemerintah terusmenerus demikian, lengkaplah
stereotip itu bahwa korupsi tender proyek pemerintah memang tidak bisa
diberantas. Persoalannya apakah mungkin setiap proses pengadaan dibuat bersih?
Jawabannya
tidak mungkin. Namun dengan sistem yang lebih baik, misalnya e-proc, kecenderungan berbuat curang
bisa diminimalisasi. Peluang berbuat curang itu dengan model pengadaan real
time hanya semakin kecil, tetapi tidak menghilangkan sama sekali. Dengan
teknologi virtual online, malah semakin
tidak bisa dike tahui apakah pengguna yang melakukan entry penawaran itu tidak
bersumber dari satu orang saja.
Betapapun
di sisi standar dan kriteria teknis, asosiasi seharusnya tidak boleh tinggal
diam. Standardisasi term of reference
(TOR) teknis bidang konstruksi sangat ditunggu-tunggu oleh kalangan pengadaan
yang rata-rata tidak menguasai bidang sipil secara keilmuan, tetapi menguasai
prosedur pengadaan dan compliance di sisi lain. Asosiasi juga harus memberikan
pendidikan pengembangan kepada anggotanya, baik masalah keahlian, sarana,
maupun pendidikan moral untuk tidak memaksakan pekerjaan yang memang bukan
keahliannya.
Kedewasaan
dan sportivitas harus dijunjung tinggi semua yang terlibat mempertimbangkan
proyek infrastruktur berkaitan langsung dengan konstruksi. Hitung-hitungan
konstruksi sangat jelas dan kuantitatif. Konstruksi bisa dimodelkan dengan
simulasi dan angka, dan seharusnya memberikan jaminan keamanan sampai dengan
waktu yang diinginkan pemiliknya. Runtuhnya bangunan proyek sport center Hambalang
atau ambrolnya Jembatan Kukar adalah model gagal kasus infrastruktur di daerah,
yang kini banyak menuntut otonomi dan kemandirian berekspresi.
Ada
yang tidak bisa dinegosiasikan jika menjadi panitia tender dan seharusnya
secara full commitment dipatuhi. Term
itu ialah jika berhadapan dengan undang-undang dan ukuran safety mandatory. Apa pun peliknya proses pengadaan, jika
berhadapan dengan soal ini, sangat tidak direkomendasikan untuk melakukan
inovasi kendati untuk alasan efisiensi. Jika bangunan sudah runtuh atau
jembatan roboh, berarti safety-nya
nol besar. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar