Aksentuasi
Gerakan Dakwah Muhammadiyah
Asep Purnama Bahtiar ; Kepala Pusat Studi Muhammadiyah dan Perubahan Sosial
Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Sumber : KORAN
TEMPO, 22 Juni 2012
Sidang Tanwir organisasi Muhammadiyah yang
diadakan di Bandung, 21-24 Juni 2012, yang bertemakan "Gerakan Pencerahan Solusi untuk Bangsa",
sangat strategis, setidaknya karena dua hal. Pertama, menjadi forum konsolidasi
internal persyarikatan dan evaluasi program periodik lima tahun (2010-2015)
serta program jangka panjang (2005-2025). Kedua, sebagai momentum bagi
aksentuasi (pengutamaan dan penitikberatan) gerakan dakwah Muhammadiyah di
tengah realitas Indonesia yang majemuk dengan segala problematik dan
dinamikanya.
Dalam konteks Indonesia "yang sedang
berubah", Muhammadiyah sudah mendesak dilakukannya langkah implementatif
dan sistemik dari seluruh kebijakan serta program strategisnya sebagai produk
muktamar ke-46 di Yogyakarta (2010). Upaya ini, di samping untuk membuktikan
semangat pembaruan yang menjadi watak gerakan Muhammadiyah, guna mempertahankan
tradisi bermuhammadiyah yang senantiasa berusaha keras membumikan gagasan besar
dan merealisasi misi serta program persyarikatan bagi kemaslahatan publik dan
kemajuan bersama. Inilah sesungguhnya yang menjadi bagian penting dari
aksentuasi gerakan dakwah Muhammadiyah dewasa ini.
Dimensi Dakwah
Dalam perspektif teologis, dakwah adalah
panggilan atau seruan bagi umat manusia menuju jalan Allah (QS Yusuf: 108),
yaitu jalan menuju Islam (QS Ali Imran: 19). Strategi dan implementasi dakwah
mesti mempertimbangkan tiga dimensi yang berkaitan: dimensi kerisalahan (QS
Al-Maidah: 67), dimensi kerahmatan (QS Al-Anbiya: 107), dan dimensi kesejarahan
(QS Al-Hasyr: 18).
Dengan tiga dimensi tersebut, dakwah
merupakan upaya menyampaikan ajaran Islam dan menyebarkan nilai kebajikannya
untuk kelayakan hidup manusia hingga bisa menyejarah, kini dan kelak. Karena
itu, selain mengajak seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) agar
merespons risalah Islamiyah, dakwah bermakna kontinu agar mengamalkan ajaran
Islam atau merealisasi pesan dan nilai-nilai Islam ke dalam kehidupan yang bisa
dirasakan oleh masyarakat luas.
Dakwah dalam konteks ini juga dapat bermakna
membangun kualitas sumber daya manusia, mengentaskan masyarakat miskin, serta
memerangi kebodohan dan keterbelakangan. Dakwah juga bisa berarti
menyebarluaskan rahmat Allah (rahmatan
lil'alamin). Dengan pembebasan, pembangunan, dan penyebarluasan ajaran
Islam, berarti dakwah merupakan proses untuk mengubah kehidupan masyarakat dari
kehidupan yang tidak islami menjadi suatu kehidupan yang islami (Pimpinan Pusat
Muhammadiyah, 2004: 21).
Perlu digarisbawahi, dakwah telah menjadi
bagian dari identitas Muhammadiyah sejak awal berdirinya sampai sekarang dan
selanjutnya. Dalam usianya yang sudah memasuki abad kedua, Muhammadiyah harus
terus berupaya melakukan aktualisasi serta kontekstualisasi dakwah dalam
kehidupan umat dan bangsa untuk membangun peradaban utama. Sikap ini diambil
atas dorongan kesadaran bahwa selama ini, selain banyak keberhasilan dan kisah
sukses yang telah diukir oleh Muhammadiyah, masih ada kekurangan serta
kelemahan yang harus segera dibenahi dalam gerakan dakwahnya.
Dalam realitas yang kompleks di Tanah Air,
kita perlu bersikap apresiatif terhadap dinamika serta kinerja gerakan dakwah
Muhammadiyah dalam berbagai aspek kehidupan umat dan bangsa. Apresiasi ini
penting ditindaklanjuti dengan sikap korektif atas kelemahan dan kekurangannya
selama ini dalam upaya membangun peradaban utama serta mewujudkan maksud dan tujuannya
di bumi Indonesia.
Peradaban utama adalah peradaban masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya. Peradaban utama tersebut merupakan suatu peradaban
Khaira Ummah (umat terbaik, umat
pilihan) sebagai manifestasi obyektif atau obyektivikasi dari kehidupan
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, yang tumbuh dan berkembang di Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Peradaban utama yang lahir dari gerakan dakwah dan
tajdid Muhammadiyah di bumi Indonesia tersebut dalam perkembangan yang lebih
luas dapat menyinari kehidupan umat manusia secara universal, sebagai mata
rantai dari misi kerisalahan atau gerakan Islam yang dibawa dan disebarluaskan
Muhammadiyah untuk mewujudkan Islam sebagai agama rahmatan lil'alamin di muka bumi.
Karena itu, sidang di Bandung perlu membuktikan
kembali adanya komitmen dan semangat bermuhammadiyah yang harus terus dijaga
agar persyarikatan ini bisa terus laju dan maju dalam gerakan dakwahnya.
Komitmen dan spirit ini penting untuk merespons globalisasi serta menyikapi
problematik kebangsaan dan persoalan kemanusiaan ataupun memperteguh identitas
gerakan Muhammadiyah. Elan vital gerakan tersebut berhulu pada pandangan
keagamaan khas Muhammadiyah, iman dan kemajuan, yang senantiasa diupayakan
bermuara bagi keutamaan peradaban serta terjelma dalam berbagai aspek kehidupan
umat manusia yang bermartabat.
Itulah modal penting bagi Muhammadiyah untuk
mewujudkan aksentuasi gerakan dakwahnya. Masalah dan tantangan dakwah yang
semakin beragam ternyata menyediakan ruang dakwah baru yang menuntut kreativitas
dan inovasi dari ormas Islam yang sudah menapaki abad kedua ini. Munculnya
kelas sosial baru dengan gaya hidup transisinya, terutama di perkotaan dan
sub-urban, membutuhkan sentuhan dan strategi dakwah yang pas serta tepat.
Begitu pula merebaknya kasus dan problem sosial-politik-ekonomi-budaya yang
kian rumit (seperti pembodohan massa, komodifikasi agama, nasib buruh migran,
eksploitasi tenaga kerja anak, perdagangan manusia, konflik tanah adat, konflik
petani dan pemodal besar, kemiskinan kultural dan struktural, praktek korupsi
yang semakin menggila, serta manipulasi kekuasaan) merupakan arena bagi
aksentuasi gerakan dakwah Muhammadiyah.
Keniscayaan tersebut tidak bisa dinafikan,
karena Muhammadiyah dan bangsa Indonesia bukan lagi sedang berhadapan dengan
globalisasi, tapi sudah masuk dalam pusarannya. Permasalahan serta tantangan
dakwah di era globalisasi ini harus disikapi secara kritis dan bijak. Bukan
isolasi diri dan penolakan tanpa alternatif yang harus dikedepankan, tapi
respons kritis serta sikap proaktif menjadi alternatif yang bisa dilakukan oleh
Muhammadiyah dalam merealisasi aksentuasi gerakan dakwahnya di zaman
kesejagatan ini.
Dalam konteks inilah, pembaruan paradigma
dakwah Muhammadiyah berikut model dan strateginya menjadi agenda mendesak untuk
segera dirumuskan secara matang. Sebuah aksentuasi gerakan dakwah dengan empat
pilar yang sinergis: transendensi,
emansipasi/liberasi, humanisasi, dan obyektivikasi.
Semangat pembaruan ini juga menjadi bagian dari gerakan tajdid Muhammadiyah yang selalu mengarah pada kemajuan dengan dasar
pijakan iman yang otentik.
Dalam kesadaran tersebut, aksentuasi gerakan
dakwah Muhammadiyah tidak bisa ditunda dan ditawar lagi. Aksentuasi ini
setidaknya untuk memotret ulang peta dan gerakan dakwah Muhammadiyah selama
satu abad ini, kemudian diorientasikan ke dalam konteks dakwah di era
globalisasi yang lebih produktif dan solutif untuk isu-isu kebangsaan.
Pembaruan paradigma, model, dan strategi gerakan dakwah Muhammadiyah sudah
pasti harus dibangun serta ditata secara utuh dan feasible, yang kemudian bisa memperkaya gagasan yang implementatif
bagi Muhammadiyah di masa mendatang. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar