Senin, 04 Juni 2012

Akhir Langka bagi Tere

Akhir Langka bagi Tere
Ardi Winangun ; Associate Peneliti di Lembaga Penelitian, Pendidikan,
dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES)
SUMBER :  JAWA POS, 4 Juni 2012


DUNIA politik kita dikejutkan oleh langkah yang langka, yakni mundurnya Theresia Ebenna Ezeria Pardede alias Tere, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat, dengan alasan keluarga. Mundurnya anggota DPR yang penyanyi itu tentu mengejutkan. Sebab, Tere adalah anggota DPR yang tidak tersandung masalah yang selama ini banyak membelit anggota DPR, yakni korupsi atau tindak amoral.

Kalau kita kritis, tentu alasan keluarga yang dikemukakan perempuan dengan 21.672 suara pemilih saat Pemilu 2009 itu bukan yang utama. Ada alasan lain yang membuat dirinya tidak betah berlama-lama berkantor di Gedung Nusantara I, kompleks gedung MPR/DPR/DPD. Dalam konferensi pers, dia menyiratkan rasa kecewa terhadap kondisi di DPR. Kekecewaan itu bisa jadi disebabkan maraknya tindak korupsi anggota DPR, khususnya yang dilakukan rekan-rekannya separtai.

Mundurnya Tere ini bisa jadi menunjukkan kesalahan dalam perekrutan calon anggota DPR pada umumnya dan gagalnya artis ikut dalam dinamika politik pada khususnya. Dunia politik yang keras dan kotor ternyata mementalkan Tere, yang disebut-sebut idealis dan jujur. Tere gagap melihat hal yang demikian. Bisa jadi dia direkrut secara instan oleh PD.

Perekrutan secara instan tentu membuat anggota DPR secara kapasitas dan kualitas tidak siap dengan dunia politik yang ingar-bingar intrik, sering licik. Tere mungkin lebih betah bila pada masa-masa sebelum menjadi anggota DPR sudah aktif di sayap-sayap partai atau organisasi semacam LSM atau ormas. Tere belum terlatih atau terbiasa dengan kebiasaan-kebiasaan ketika harus berhadapan dengan banyak kawan dan rival.

Dunia politik yang kotor baru dialami Tere saat menjadi anggota DPR. Dia mengatakan kepada pers, "Saya datang sebagai kader muda penuh idealisme, namun ternyata tak semudah seperti di layar kaca."

Dunia politik yang diputuskan secara kolektif kolegial pun baru disadari Tere. Dia mengatakan lagi kepada pers, "Mungkin ini juga pembelajaran bagi saya untuk menerima kenyataan bahwa keputusan politik di DPR itu keputusan yang kolegial, bukan keputusan perorangan."

Bukti dari kurang siapnya Tere menjadi anggota DPR, meski banyak rekannya sefraksi atau tak sefraksi yang mengakui dirinya baik, lurus, dan jujur, adalah tak terlihat dinamikanya semasa duduk di komisi X. Vokalitas dan sumbang saran Tere dalam fungsi-fungsinya sebagai anggota DPR tak terdengar, tenggelam oleh suara rekan-rekannya, seperti Angelina Sondakh, Ruhut Sitompul, Soetan Batoegana, dan lain sebagainya.

Sumbang saran dan dinamika yang tak menonjol inilah yang membuat FPD merasa tak kehilangan atau nggondeli anggota DPR dari Dapil Jawa Barat II itu. Mundurnya Tere pun disambut de­ngan cepat oleh FPD. "Penggantinya sedang diproses oleh Dewan Pimpinan Pusat," ujar Ketua FPD Nurhayati Ali Assegaf kepada pers. Bila Tere memiliki kontribusi yang kuat dan besar kepada fraksi, mungkin pengunduran dirinya akan ditolak.

Apa hikmah yang bisa diambil dari mundurnya Tere dari DPR dan PD? Pelajaran pertama yang bisa diambil adalah Tere tampak tidak mau makan gaji buta sebagai anggota DPR. Mungkin dia merasa bahwa dirinya tidak mampu berkiprah banyak di DPR dan di partainya, namun dia tak mau cari jalan aman dan nyaman. Kalau mau cari jalan aman, dia bisa melakukan rutinitas keseharian seperti banyak anggota DPR lainnya, yakni datang, duduk, serta menerima gaji dan tunjangan.

Dengan cara semacam itu, anggota DPR bisa balik modal atau mengumpulkan uang untuk masa tuanya. Namun, sikap yang demikian tentu membuat DPR tidak produktif dalam fungsi legislasi dan pengawasan. Sikap seperti ini tidak mau dilakukan Tere. Dia lebih memilih untuk mundur daripada membuat citra DPR yang sudah buruk menjadi lebih buruk. Dia menyatakan, dirinya tidak mau hipokrit. Dia mundur justru dengan alasan sebagai bentuk kecintaan kepada negeri ini.

Kedua, mundurnya Tere menjadi pelajaran bagi seluruh partai politik ketika hendak merekrut calon anggota legislatif. Merekrut artis memang manjur dan tokcer. Dengan menempatkan artis, partai politik memang mampu mendulang suara yang signifikan. Terbukti, banyak partai politik yang ditaburi artis. Namun, realitanya, banyak artis yang kurang siap dengan dinamika politik di DPR yang keras.

Kekurangsiapan mereka pun terlihat dari banyaknya anggota DPR dari ka­langan selebriti yang kurang menunjukkan geregetnya. Kalau ada artis yang bagus dalam berpolitik, mereka jauh-jauh hari sudah mempersiapkan diri untuk terjun. Mereka sebelumnya mengikuti pelatihan atau pengkaderan di partainya masing-masing.

Ketiga, bila sekarang masif ada dorongan dan desakan bagi anggota DPR yang melakukan tindak korupsi dan asusila untuk mundur, sekarang juga saatnya untuk mendorong dan mendesak anggota DPR yang tidak mampu untuk mundur. Ini penting karena tidak maksimalnya kinerja DPR, selain disebabkan ulah pelaku korupsi dan tindak asusila, anggota tidak mempunyai kemampuan kerja.

Mundurnya Tere merupakan akhir yang indah bagi dirinya. Dia bisa memberikan contoh kepada yang lain bahwa kalau tidak mampu mundur saja. Dia mundur dalam keadaan yang bersih.

Akhir yang indah merupakan jawaban dari perempuan kelahiran September 1979 yang pernah melantunkan lagu Awal yang Indah itu. Akhir yang indah karena dia mengatakan, "Saya ingin menjadi bagian dari masyarakat madani." Dia mengutip kata John Lennon hidup tanpa politik. Entah di lagu yang mana. Mungkin itu di lagu Lennon Gimme Some Truth.

"I've had enough of reading things/By neurotic, psychotic, pig-headed politicians."

1 komentar:

  1. Yang paling berprestasi adalah mereka yg mundur dari DPR, seperti alm. Sophan Sofian dan Tere Pardede. Mereka mundur setidaknya menampar pipi parpol pengusungnya (PDIP dan PD), apalagi Tere mundur dengan meninggalkan sebuah prestasi ikut memperjuangkan angklung menjadi warbud non-benda ke UNESCO-PBB. Tere betanggung-jawab kpd dapil/konstituennya Jabar II, dimana angklung adalah asli Jabar, tidak saja karena ada prasasti yg membuktikan itu, tetapi karena Jabar memang adalah Rajanya Bambu

    BalasHapus