POLITIK AS
Isu Melebar,
Dukungan Pemakzulan Trump Meningkat
Dukungan pemakzulan Presiden AS Donald Trump meningkat lewat berbagai jajak pendapat. Ini terjadi setelah Ketua DPR AS Nanci Pelosi mengumumkan proses awal pemakzulan pada hari Selasa (24/9/2019). Sebelumnya, isu pemakzulan Trump sudah muncul, tetapi dukungan publik selalu rendah, jarang mencapai 40 persen.
Untuk hukum pemilu di AS adalah perbuatan kriminal jika seorang pejabat AS memintai peran negara asing untuk memojokkan pesaing politik dalam rangka pemilu. ”Ini penyalahgunaan kekuasaan,” demikian pernyataan para Ketua Komite Intelijen House of Representaves (DPR) dari kubu Demokrat Adam Schiff, Eliot Engel, dan Elijah Cummings.
Pembeberan ke publik pada hari Rabu (25/9) transkrip pembicaraan Trump dengan Zelensky, yang berlangsung pada 25 Juli 2019 lalu, semakin memicu dukungan warga pada pemakzulan. Kantor berita Associated Press mengutip hasil jajak pendapat yang dilakukan SurveyMonkey Audience pada hari Rabu (25/7), menunjukkan 73 persen responden setuju pemakzulan Trump.
Dukungan pada pemakzulan juga tampak menguat andai Trump benar sempat menghentikan bantuan ke Ukraina jika pengusutan pada Hunter Biden tidak dilakukan. Sebanyak 55 persen warga dewasa, menurut survei YouGov, setuju Trump dijungkalkan. Survei yang dilakukan POLITICO/Morning Consult mulai Selasa juga menunjukkan 43 persen setuju pemakzulan. Demikian juga survei NPR/PBS NewsHour/Marist Poll menemukan 49 persen warga AS setuju pemakzulan.
Informasi dari ”whistleblower”
Isu pemakzulan semakin marak setelah publikasi atas memo pembocor rahasia (whistleblower), julukan bagi seseorang yang membisikkan atau membocorkan sepak terjang Trump dalam kaitan percakapan teleponnya dengan presiden Zelensky. Pembisik yang masih misterius ini gelisah, demikian juga sejumlah anggota staf Gedung Putih tentang apa yang dilakukan Trump.
Presiden Trump sedang mengejar siapa pembisik dan juga orang kepercayaannya yang turut memberikan informasi kepada pembisik. Catatan lengkap pembisik itu sendiri telah muncul di harian The New York Times edisi 26 September.
Catatan whistleblower ini merinci bahwa Trump tidak saja meminta bantuan Presiden Ukraina. Trump menjadikan kelancaran pengucuran bantuan militer AS untuk Ukraina sebagai imbalan atas pengusutan terhadap Biden. Jika Presiden Ukraina tidak mengusut putra Joe Biden, bantuan tidak dialirkan. Akhirnya, menurut Trump, bantuan itu memang sudah dialirkan.
Peran besar Giuliani
Dalam catatan whistleblower itu, Rudy Giuliani, pengacara Trump, sangat aktif menghubungi orang-orang dari pemerintahan Ukraina. Giuliani sudah melakukan kunjungan langsung untuk bertemu orang-orang dari pemerintahan Ukraina.
Persoalan muncul karena Giuliani, seorang pengacara, malah melakukan tugas di luar wewenangnya. Tugas seperti ini seharusnya wewenang pemerintahan dan lembaga-lembaga di AS. Hal mencengangkan Jaksa Agung AS William Barr juga berperan kuat untuk urusan ini, yang tugasnya seharusnya demi kepentingan publik AS, bukan untuk kepentingan politik pribadi Trump. Dari sinilah masalah semakin meluas.
Giuliani dalam berbagai kesempatan mengakui bahwa dia benar telah melakukan tugas itu atas permintaan Departemen Luar Negeri AS. Secara prosedural tugas Giuliani ini tidak sahih. Akan tetapi, Giuliani mengatakan adalah wewenangnya melakukan apa pun demi kliennya, Trump.
Giuliani bahkan berjanji akan membuktikan kebenaran korupsi yang dilakukan putra Joe Biden. Menurut dia, persoalan bukan soal perannya yang salah, tetapi esensi persoalan bahwa ada korupsi. Giuliani dan Trump bahkan melebarkan masalah dengan memunculkan isu bahwa Hunter Biden tidak saja diuntungkan dengan posisi ayahnya Joe Biden, dulu sebagai Wapres AS, dalam bisnis di Ukraina. Trump dan Giuliani bahkan menyebutkan Hunter Biden dan juga putra mantan Menlu AS John Forbes Kerry diutungkan dari relasi bisnis mereka di China. Kubu Trump belum memiliki bukti sahih atas tuduhan ini.
Inti persoalan semakin melebar tak karuan. Televisi CNN, misalnya, turut mempertanyakan peran putra Trump, Donald Trump Junior, serta putrinya, Ivanka Trump, yang juga memiliki bisnis di seberang. Apakah bisnis mereka diuntungkan dengan posisi Trump sebagai Presiden? Ini menjadi isu yang dicuatkan, termasuk soal peran hotel milik Trump di New York, yang kerap dipakai relasi dan diplomat.
Siapa ”whistleblower”?
Kubu Trump terus-menerus mencoba membelokkan persoalan dan memojokkan Demokrat. Menurut kubu Trump, pengacara pembocor informasi soal percakapan Trump-Zelensky, Andrew Bakaj, dikatakandekat dengan senator Chuck Schumer (Demokrat-New York) dan Hillary Clinton. Ini bertujuan memunculkan nuansa bahwa isu tersebut bermisi politik, yang dilakukan lawan politik, dalam hal ini Demokrat menyerang Republikan.
Informasi soal keberadaan dan siapa pembocor rahasia ini sedang dicari. Ada yang mengatakan pembocor/pembisik adalah anggota staf Gedung Putih. Trump dan kubunya mengarahkan bahwa informasi yang berasal dari pembocor rahasia diduga datang dari kalangan intelijen AS sendiri.
Akan tetapi, penjabat Direktur Intelijen Nasional Joseph Maguire, Kamis (26/9), di hadapan Komite Intelijen DPR mengatakan pembocor informasi mendapatkan bahan dari anggota staf Trump sendiri. Tentang siapa pembocor rahasia, Maguire menolak menjawab. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar