Dalam pekan ini pembahasan tentang buzzer atau pendengung sangat menghebohkan. Tuduhan pertama dilayangkan ke Istana, atau orang sekitar Presiden, yang diduga menggunakan pendengung dalam jumlah besar untuk menyebarkan informasi tertentu.
Ada yang mendukung penggunaan istilah itu, tetapi ada juga yang menolak. Semua ini sebenarnya merupakan bagian dari strategi pemasaran. Cara-cara pemasaran telah berubah total ketika teknologi digital, secara khusus melalui media sosial, makin masif digunakan publik.
Pada kenyataannya di dalam dunia pemasaran ada beberapa profesi lain yang ternyata menjalankan tugas mirip, tetapi berbeda. Para pemasar dan tentu termasuk konsultan politik perlu mengetahui secara persis peran dari pendengun, influencer (pemberi pengaruh), endorser (penganjur), key opinion leaders (KOL), dan yang terbaru adalah key opinion consumers (KOC). Secara umum mereka adalah pihak ketiga yang menjadi ujung tombak dalam menyampaikan informasi ke pasar atau publik.
Agak sulit membedakan mereka meski ada sedikit panduan seperti ini, pendengung digunakan untuk mengumumkan kabar secara berulang-ulang dan sedapat mungkin mempunyai jangkauan luas. Soal pasar atau publik mengikuti saran mereka atau tidak, pendengung tidak peduli. Oleh karena itu, syarat pokok pendengung adalah memiliki pengikut yang banyak. Keahlian khusus tak terlalu dibutuhkan.
Influencer tak harus memiliki pengikut dalam jumlah besar. Oleh karena itu, ada istilah micro influencer atau nano influencer yang mungkin hanya memiliki 5.000 sampai 20.000 pengikut. Namun, orang dengan profesi ini harus memiliki keahlian khusus untuk meyakinkan orang agar tertarik dengan produk atau kabar tertentu.
Syarat lain pemberi pengaruh adalah mereka harus bisa berinteraksi dengan audiens. Mereka harus memiliki waktu dan tenaga untuk melakukan perbincangan di media sosial dengan audiens meski keahlian atau kepakaran tentang produk atau informasi tertentu tak terlalu dibutuhkan. Mereka ini cukup hanya paham sedikit tentang produk atau isu yang disebar.
Kemudian tentang endorser, profesi ini makin tak terlalu mensyaratkan jumlah pengikut dalam jumlah besar, tetapi ia harus memiliki pengalaman dengan produk atau isu yang hendak diangkat ke media sosial. Biasanya orang yang menggunakan jasa endorser akan memberikan produk, akses ke sebuah pengalaman, atau informasi, kemudian seorang endorser akan membuat analisis atau kajian tentang produk, pengalaman, atau informasi yang diberikan itu. Seorang endorserharus memahami secara benar semua itu dan bisa membuat analisis secara akurat dan jujur.
Profesi yang membutuhkan keahlian makin spesifik dalam pemasaran di media sosial adalah KOL. Tidak hanya itu, KOL juga menyasar audiens yang spesifik pula. Orang ini sangat mungkin tak setenar mereka yang memiliki profesi-profesi seperti di atas. Pengikutnya pun bukan pengikut fanatik secara umum di media sosial.
Secara personal, mereka mungkin tak terlalu memukau dan tak terlibat dalam hiruk-pikuk perbincangan di media sosial, tetapi mereka akan berpaling ke KOL ketika mereka membutuhkan pandangan atau komentar untuk topik tertentu. Keahlian mereka juga tak diukur dengan seberapa luas jangkauannya ke audiens secara umum. Ia lebih diukur jangkauannya dalam topik yang menjadi kepakarannya.
Di tengah keterpukaan para pemasar terhadap figur-figur dengan jumlah pengikut besar dan nama besar di media sosial, kalangan pemasar mulai menemukan kanal baru. Mereka menyebutnya dengan istilah KOC. Mereka adalah konsumen biasa dan memiliki akun media sosial dengan pengikut yang hanya ratusan, tetapi memiliki kepercayaan kuat terhadap produk tertentu. KOC mulai digunakan karena hubungan pertemanan yang personal sehingga bisa saling memengaruhi untuk membeli sebuah produk.
Kanal ini telah digunakan oleh beberapa produk di China dan sukses karena produk menjadi perbincangan akun-akun media sosial yang kecil. Kita bisa membayangkan ketika akun-akun media sosial dengan pengikut sedikit, tetapi pada saat yang sama memperbincangkan suatu produk, media sosial akan menjadi ramai membahas produk itu. Pemasar biasanya menyediakan produk untuk diulas pada awalnya, tetapi nantinya mereka akan memiliki perjanjian bisnis yang formal dan akan memberikan bayaran.
Lalu, kita perlu memilih yang mana saat hendak mengampanyekan produk atau informasi tertentu? Bagi para pemasar tentu akan berprinsip, tidak akan menaruh semua telur di keranjang yang sama. Mereka akan menggunakan beberapa profesi itu dengan berpatokan pada tujuan pemasaran produk dan sasaran pasarnya.
Di luar itu, tentu saja mereka akan memilih salah satu atau beberapa kanal terkait dengan anggaran dan pesan yang hendak disampaikan. Tak semuanya akan dipilih dalam waktu yang bersamaan karena audiens malah akan kebingungan. ***