Gaung Hari Kesehatan Mental Dunia masih bersisa, terutama terkait dengan bunuh diri. Meningkatnya kasus bunuh diri memicu keingintahuan kita tentang apa, mengapa, dan bagaimana penghayatan seseorang yang berhasrat bunuh diri. Berikut ini ulasan pragmatis dari pendekatan psikologi klinis tentang bunuh diri.
Pada umumnya, seseorang yang sering dilanda pemikiran untuk bunuh diri, dia sedang depresi. Depresi adalah salah satu bentuk respons seseorang dalam mengatasi tekanan hidup yang dihadapi. Tekanan hidup manusia bisa dikelompokkan dalam tiga kelompok besar.
Pertama, tekanan hidup katastrofik (disebabkan kejadian alam yang tidak terprediksi seperti gempa bumi). Kedua, tahapan perkembangan kepribadian seperti masa transisi dari masa anak menuju masa remaja, transisi dari masa kerja menuju masa pensiun, transisi masa pensiun ke masa tua.
Ketiga, tekanan berlanjut yang dihadapi dalam keseharian, seperti kemacetan lalu lintas, kesulitan ekonomi berlanjut, dan penyakit fisik yang tidak kunjung sembuh. Berduka karena mengalami peristiwa yang kacau seperti penyakit berat dan kematian orang dekat adalah hal yang wajar.
Biasanya itu akan berlalu seiring waktu. Sementara bagi orang depresi, hal seperti itu akan berlangsung secara berlanjut lebih dari dua minggu, bahkan berbulan, sehingga mengganggu aktivitas kesehariannya. Rasa kelam yang berlanjut tersebut dikatakan sebagai kondisi depresi, apalagi jika diikuti oleh berbagai hal ini berikut.
• Kecenderungan merasa tidak mampu, tidak berdaya, tidak percaya diri, menyalahkan diri sendiri, kehilangan minat, dan sering diikuti oleh rasa sakit badan secara menyeluruh.
• Merasa kelelahan fisik dan mental yang amat sangat sehingga berhenti berpartisipasi dalam kegiatan rutin. Merasa diri tidak berharga dan pada umumnya sering diikuti oleh perasaan benci pada tubuhnya.
• Perasaan terisolasi yang semakin hari semakin besar akan memperburuk kadar depresi yang dimilikinya, berkembang dalam perasaan putus asa yang tidak terkendali. Muncul perasaan kesepian yang amat sangat walaupun ia tengah berada di antara keramaian lingkungan sosial. Akibatnya, dorongan untuk mengucilkan diri dan menyendiri akan semakin besar dari hari ke hari.
• Kecenderungan menarik diri dari lingkungan keluarga, bahkan lingkungan sosial tersebut membuka peluang keinginan untuk melukai diri atau bunuh diri.
Penyebab depresi
• Keberadaan predisposisi kondisi fisik dan mental orang depresi memang pada dasarnya rentan terhadap stres kehidupan. Dalam hal ini tampak kecenderungan kelemahan fungsi sistem susunan saraf. Selain memicu kondisi sulit tidur, secara bersamaan terjadi gangguan fisik selama berbulan-bulan. Keluhan fisik itu berkaitan dengan aspek emosi dan pikirannya.
• Banyak penderita depresi pada masa kecilnya mengalami perundungan, baik fisik maupun mental. Perundungan fisik dan mental tersebut bisa berupa tendangan, tinju, pukulan ke tubuh, serta cacian, cercaan, dan makian.
• Perlakuan perundungan dan perasaan tidak mendapat dukungan emosional dan sosial biasanya menjadi penyebab rasa rendah diri, berkeinginan mengisolasi diri dari pergaulan dengan siapa pun, di lingkungan sosialnya. Sulit bergaul, mudah tersinggung perasaannya, dan selalu merasa terkucil dari pergaulan pada umumnya.
• Dengan sendirinya potensi mental positif yang dimiliki penderita terganjal dan terhambat manifestasinya oleh kondisi keterpurukan emosi dan pikirannya. Dominasi dari peran emosi dan pikiran negatif menghambat kemunculan gairah dan motivasi berprestasi, menghambat manifestasi altruistik (bersosialisasi), yang mendorong peningkatan kecenderungan pemusatan perhatian melulu pada keterpurukan pikiran dan emosinya.
• Perasaan tidak diinginkan, tidak dicintai, tidak dikasihi, dan tidak punya tempat di lingkup sosial menjadi dasar keinginan kuat untuk menarik diri, mengisolasi diri, melukai diri, bahkan bunuh diri.
Timbul pertanyaan apakah yang bisa kita lakukan agar penderita depresi terangkat dari keterpurukan fisik, psikologis, dan sosial tersebut?
1. Anjurkan dan temanilah penderita mencari bantuan kepada psikiater untuk pengobatan medis dan psikolog klinis untuk psikoterapi dan konseling psikologis berlanjut. Dengan demikian, dia terbantu dalam pencarian solusi dari berbagai permasalahan psikologisnya. Kecuali itu akan tergali potensi fisik-mental positif yang kemudian hari bisa diberdayakan.
2. Berikanlah dukungan, perhatian, dan kasih yang dapat memicu perasaan berharga dalam kehidupannya dengan menyertakan dukungan sosiopsikologis dari lingkungan keluarga/sosial penderita.
3. Bangkitkanlah kesediaan dan kemauan penderita untuk bekerja sama dalam proses perawatan yang bertujuan mengangkat penderita dari keterpurukannya tersebut. Kemauan dan kesediaan bekerja sama menjadi kunci keberhasilan pertolongan lingkungan. Hal itu diperlukan demi terbinanya kesehatan mental penderita dan tentu saja terhindarnya penderita dari keinginan bunuh diri. Semoga. ***