Presiden Joko Widodo bertekad mengalihkan prioritas pembangunan nasional dari infrastruktur ke sumber daya manusia pada Kabinet Kerja kedua.
Tekad itu harus didukung seorang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang benar-benar memiliki kapasitas untuk menerjemahkan kehendak Presiden ke dalam program aksi yang viable, terukur dan akuntabel, sehingga SDM kita benar-benar berkualitas, berdaya saing tinggi, dan berkarakter mulia pada era disrupsi teknologi yang demikian mengganas dalam konteks Revolusi Industri 4.0.
Kita yakin calon Mendikbud yang akan dilantik Presiden salah satu putra terbaik bangsa yang akan mampu membuat terobosan (breakthrough) di bidang pendidikan.           Dunia industri dengan teknologi sebagai instrumen penopang kehidupannya berubah sangat cepat. Mau tak mau inovasi bidang pendidikan harus dilakukan secara tersistem agar terjadi terobosan besar dan bermakna.
Hilirisasi outcome pendidikan dibutuhkan masyarakat yang berubah cepat. Tahun 1990-an perubahan teknologi makan waktu puluhan tahun. Saat ini, pada era Revolusi Industri 4.0 munculnya teknologi baru hanya perlu waktu tahunan dan kemunculannya silih berganti dalam berbagai aspek kehidupan dalam manifestasi dan wataknya yang disruptif.
Katalisator terjadinya perubahan supercepat itu adalah teknologi digital yang jadi penciri Revolusi Industri 4.0 beserta karakter lain, seperti kecerdasan buatan (artificial intelligence), cloud computing, big data, internet of thing (IoT), 3D printing, interkoneksi antarorang, mesin, aplikasi perangkat lunak, dan smart technology.
Budaya inovasi
Kehidupan dan watak dunia usaha dan industri saat ini berubah total. Dalam perubahan itu, kelompok yang mampu berinovasi selalu jadi pemenangnya. Dalam ebook yang sangat concise, Katrina Aaslaid menulis laporan berjudul ”VALUER+”. Dia menjelaskan bagaimana 50 perusahaan raksasa dunia akhirnya kehilangan keuntungan secara signifikan dan bahkan bangkrut karena gagal melakukan inovasi. Mereka antara lain  Kodak, Xerox,  IBM, Nokia, Segway, Blockbuster,  JC Penney,  Tie Rack, MySpace, Blackberry, Sears, Macy’s, Polaroid, Hitachi, Commodore Corp, Toshiba, Motorola.
Hikmah untuk dunia pendidikan dapat kita ambil bahwa saat ini semua perusahaan dan/ atau industri akan berjaya manakala mereka bisa melakukan inovasi secara progresif. ”Perubahan tak bisa dihindari. Demikian pula inovasi,” ujar Katrina, yang kemudian dikuatkan oleh Phil McKinney, CEO   dari CableLabs, dalam Welcome Page VALUER+: ”Tanpa strategi inovasi yang kuat dan tangguh, tak ada perusahaan yang bisa bertahan”.
Fenomena pentingnya gerakan inovasi seperti itu perlu diimplementasikan dalam mengelola komponen utama pendidikan: kurikulum, program dan desain pembelajaran, dan juga program pengembangan profesi guru berkelanjutan.
Dalam pengembangan tiga komponen utama pendidikan itu, budaya inovasi harus menjadi acuan. Mengapa inovasi dalam pendidikan penting? Karena dunia pendidikan harus mampu berubah dengan cepat sesuai tuntutan zaman yang disruptif seperti saat ini.
Karena itu, pendidikan harus memiliki kurikulum yang fleksibel, guru yang bisa belajar sepanjang hayat untuk memperbaiki profesionalismenya secara berkelanjutan, bisa menjadi agen perubahan dalam jaringan profesi yang inovatif. Membawa semangat inovasi ke dalam satuan pendidikan sangat relevan dengan modalitas pembelajaran yang mengutamakan higher order thinking skills (HOTs) sebagai outcome  pembelajaran yang saat ini jadi tren bagi pendidikan di dunia secara global.
Satuan pendidikan yang tak inovatif tentu tak akan bisa berubah mengikuti tuntutan era Revolusi Industri 4.0. Kalau ini terjadi, pendidikan akan berubah jadi musibah dan bencana nasional bagi penyiapan generasi emas 2045 dan juga bagi peradaban bangsa Indonesia.
Pilar kebijakan
Agenda yang sangat penting bagi calon Mendikbud adalah menyiapkan cetak biru pendidikan nasional ke depan dalam menghadapi bonus demografi dan pembentukan generasi emas 2045.
Masyarakat kita saat ini sudah trauma dengan perubahan pendidikan yang tidak direncanakan dengan berdasarkan peta jalan (roadmap) dan cetak biru  (blueprint)pendidikan. Karena itu, setiap ada perubahan dalam bidang pendidikan, dan perubahan itu harus dan diperlukan, masyarakat sudah terbiasa merespons secara negatif dengan berujar: ”setiap ganti menteri ganti kebijakan”.
Untuk mencegah ini selalu terjadi, calon Mendikbud perlu membuat peta jalan dancetak biru pendidikan nasional jangka pendek dan jangka panjang. Dari peta jalandan cetak biru itu kita bisa membuat program terobosan yang besar dengan mengetahui, ibarat penerbangan, dari mana kita berangkat (take- off) dan ke mana kita mendarat (landing). Cetak biru itu perlu dijadikan peraturan pemerintah agar menteri baru nanti tetap bekerja untuk program yang sudah ditetapkan dalam jangka pendek dan panjang.
Apa yang penting bagi cetak birudan peta jalan pendidikan nasional kita? Untuk bisa membawa generasi kita menjadi aset bangsa ketika terjadi bonus demografi pada 2035 dan menyiapkan mereka menjadi generasi emas pada 2045, Mendikbud baru perlu bekerja membangun pilar kebijakan dalam aspek kualitas dan relevansi, daya saing, akses, dan pemerataan pendidikan. Tiga pilar itu perlu diagendakan untuk ditetapkan sebagai basis cetak biru dan peta jalan pendidikan nasional kita.
Dengan adanya peta jalan yang jelas, berorientasi masa depan, kita sebagai bangsa akan bisa menyiapkan generasi penerus untuk berinovasi di era Revolusi Industri 4.0 pada abad ke-21 ini. Ketika cetak biru itu ditetapkan sebagai kesepakatan bangsa dengan sebuah peraturan pemerintah, maka para Mendikbud berikutnya tak lagi membuat program yang seolah- olah baru, padahal hanya kemasannya yang beda.
Suyanto ; Guru Besar UNY; Dirjen Mandikdasmen Kemdiknas 2005-2013; Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan 2019-2023