|
REPUBLIKA,
01 Juli 2013
Walau
Polri ada dan berdiri sejak negara ini diproklamasikan 17 Agustus 1945, tetapi
sebagai suatu organisasi yang utuh secara nasional dan berada di bawah perdana
menteri waktu itu terjadi pada tanggal 1 Juli 1946. Oleh karenanya hari ulang
tahun Polri diperingati setiap tanggal 1 Juli dengan sebutan Hari Bhayangkara.
Izinkan
penulis untuk lebih fokus menyoroti masa kekinian, yaitu setelah Polri berpisah
dengan TNI. Hal ini merupakan salah satu tuntutan reformasi yang dikuatkan
dengan keluarnya Tap MPR RI No.VI/MPR/2000 dan Tap MPR RI No.VII/MPR/2000. Dalam Tap MPR RI No.VI/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dan
Polri.
Amanat
MPR sesuai Tap MPR no VI dan no VII/MPR/2000 telah dikuatkan dengan keluarnya
UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI dan UU No 34 Tahun 2004 tentang
Tentara Nasional Indonesia. Setelah 11 tahun UU No 2/2002 atau setelah kurang
lebih 15 tahun era reformasi, dari berbagai survei maupun pengamatan, masih
tergambar bahwa tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Polri masih belum
menggembirakan.
Banyak hasil
positif yang telah dilaksanakan dalam penanggulangan masalah kamtibmas maupun
dalam penegakan hukum, antara lain dalam penanggulangan masalah terrorisme,
penyalahgunaan narkoba, pengamanan pemilu/pemilukada, penanggulangan bencana
alam.
Namun,
masih juga ada penilaian yang belum memuaskan terhadap kinerja Polri dalam
menangani faktor korelatif kriminogen (FKK), police hazard (PH), maupun ancaman faktual (AF).
FKK
adalah faktor-faktor yang sangat erat kaitannya dengan terjadinya kriminalitas
atau pelanggaran hukum lainnya. Contoh aktual adalah naiknya harga BBM, yang
tidak dibuat Polri tapi berdampak di beberapa tempat menimbulkan kerusuhan,
unjuk rasa, dan demonstrasi yang anarkis. Tidak terkendalinya pemasukan
kendaraan bermotor roda dua maupun roda empat menimbulkan berbagai keruwetan di
jalan raya, di samping kecelakaan, ini pun kebijakan yang dibuat di luar Polri
tetapi berdampak pada tugas Polri.
Penanggulangan
masalah FKK ini di Polri dikenal sebagai tugas pre-emtif.
Dan salah satu kebijakan yang diambil adalah program partnership building.
Program ini dimaksudkan untuk secara interdepartemental bersama-sama menyusun
kebijakan dan menyelenggarakan serta mengawasi pelaksanaannya. Memahami akar
permasalahan di lapangan dan mencari jalan keluar pemecahannya.
Faktor
lain adalah penanganan PH, yaitu tempat-tempat yang apabila tidak diawasi
dengan baik berpotensi menjadi tempat terjadinya gangguan kamtibmas maupun
pelanggaran hukum. Tugas ini mengarah pada pencegahan terjadinya kriminalitas
atau pelanggaran ketentuan dengan melaksanakan tugas pengaturan, penjagaan
pengawalan, dan patroli (turjagwali)
yang merupakan tugas preventif Polri.
Berikutnya
adalah menanggulangi masalah AF yaitu berbagai bentuk dan macam gangguan
kamtibmas maupun pelangggaran hukum yang sehari-hari kita lihat. Dari yang berkadar
ancaman rendah sampai yang berkadar ancaman tinggi. Kita ketahui bersama
bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi selain membawa dampak positif
juga memengaruhi munculnya modus-modus operandi baru di bidang kejahatan. Ada
yang mengatakan bahwa crime is the shadow
of civilitation (kejahatan adalah
bayangan budaya masyarakat).
Menanggulangi
kejahatan dan gangguan pelanggaran hukum lainnya dikenal dengan pelaksanaan
tugas represif kepolisian. Di samping tugas yang diarahkan ke eksternal Polri,
banyak juga tugas yang dapat memengaruhi kinerja Polri, yaitu tugas yang
ditujukan ke internal Polri. Masih sering terdengar keluhan masyarakat karena
ketidakprofesionalan Polri dalam penanganan kasus/masalah, arogansi oknum
aparat, dan sejenisnya.
Inilah
sedikit gambaran yang dapat mewarnai penilaian masyarakat atau stakeholder lainnya terhadap Polri di
Hari Bhayanagkara ke-67. Apakah Polri di anggap sudah dewasa atau belum,
penulis serahkan kepada masyarakat.
Pemerintah
dengan DPR rasanya sudah cukup responsif mendukung anggaran untuk pelaksanaan
tugas Polri. Karenanya, bukan hal yang berlebihan bila masyarakat
menginginkan adanya Polri yang profesional, modern, dan dipercaya masyarakat.
Ekses yang terjadi di masa lalu jangan sampai terulang karena sangat menyakitkan
masyarakat. Dambaan polri sebagai pelindung, pengayom, pelayan masyarakat,
sebagai alat negara penegak hukum dan pemelihara kamtibmas adalah tuntutan undang-undang
yang harus dilaksanakan sebaik-baiknya.
Melihat
dari rentang waktu penugasan dan usia, dapat dimaklumi bahwa dalam waktu dekat
akan ada pergantian pimpinan Polri. Sangat diharapkan bahwa estafet
kepemimpinan Polri dapat berjalan dengan baik dan mulus. Perwira-perwira
pilihan yang berkemampuan cukup sanggup untuk melanjutkan estafet ini.
Diharapkan
bahwa pelanjut estafet kepemimpinan Polri dapat memahami kondisi dan situasi
kesatuan serta situasi-kondisi negara yang akan menghadapi pemilu legislatif
dan presiden di tahun 2014. Hal-hal yang masih kental jadi sorotan masyarakat
adalah pelaksanaan tugas yang dihadapkan kepada pemuliaan hak asasi manusia.
Saat ini
masih terdengar keluhan sebagian masyarakat akan adanya salah guna wewenang,
arogansi oknum anggota atau tindakan-tindakan kekerasan yang tidak pada
tempatnya khususnya dalam menanggulangi konflik sosial juga konflik
antarpenganut agama atau kepercayaan. Sorotan kepada Densus 88, petugas
penanggulangan unjuk rasa dan pengendalian massa karena sering dan mudah dilihat
sering menjadi topik pembicaraan yang tentunya akan menjadi salah satu bagian
dari penilaian masyarakat kepada Polri.
Tanpa
mengurangi kebanggaan dan ucapan terima kasih kepada seluruh anggota Polri di
mana pun berada yang sedang melaksanakan tugas pokok, fungsi, dan peranannya,
karena kecintaannya maka diharapkan ekses yang selama ini terjadi baik dalam
bidang operasional maupun bidang pembinaan segera dapat diselesaikan. Semoga Tuhan Yang Mahakuasa Allah SWT dapat
senantiasa memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada Polri. Dirgahayu Polri ke-67. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar