Rabu, 03 Juli 2013

Polisi Profesional

Polisi Profesional
M Nurdin ;  Purnawirawan Polisi, Anggota DPR RI Komisi III 
REPUBLIKA, 01 Juli 2013


Walau Polri ada dan berdiri sejak negara ini diproklamasikan 17 Agustus 1945, tetapi sebagai suatu organisasi yang utuh secara nasional dan berada di bawah perdana menteri waktu itu terjadi pada tanggal 1 Juli 1946. Oleh karenanya hari ulang tahun Polri diperingati setiap tanggal 1 Juli dengan sebutan Hari Bhayangkara.

Izinkan penulis untuk lebih fokus menyoroti masa kekinian, yaitu setelah Polri berpisah dengan TNI. Hal ini merupakan salah satu tuntutan reformasi yang dikuatkan dengan keluarnya Tap MPR RI No.VI/MPR/2000 dan Tap MPR RI No.VII/MPR/2000. Dalam Tap MPR RI No.VI/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dan Polri.

Amanat MPR sesuai Tap MPR no VI dan no VII/MPR/2000 telah dikuatkan dengan keluarnya UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI dan UU No 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Setelah 11 tahun UU No 2/2002 atau setelah kurang lebih 15 tahun era reformasi, dari berbagai survei maupun pengamatan, masih tergambar bahwa tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Polri masih belum menggembirakan. 

Banyak hasil positif yang telah dilaksanakan dalam penanggulangan masalah kamtibmas maupun dalam penegakan hukum, antara lain dalam penanggulangan masalah terrorisme, penyalahgunaan narkoba, pengamanan pemilu/pemilukada, penanggulangan bencana alam.

Namun, masih juga ada penilaian yang belum memuaskan terhadap kinerja Polri dalam menangani faktor korelatif kriminogen (FKK), police hazard (PH), maupun ancaman faktual (AF).
FKK adalah faktor-faktor yang sangat erat kaitannya dengan terjadinya kriminalitas atau pelanggaran hukum lainnya. Contoh aktual adalah naiknya harga BBM, yang tidak dibuat Polri tapi berdampak di beberapa tempat menimbulkan kerusuhan, unjuk rasa, dan demonstrasi yang anarkis. Tidak terkendalinya pemasukan kendaraan bermotor roda dua maupun roda empat menimbulkan berbagai keruwetan di jalan raya, di samping kecelakaan, ini pun kebijakan yang dibuat di luar Polri tetapi berdampak pada tugas Polri.
Penanggulangan masalah FKK ini di Polri dikenal sebagai tugas pre-emtif.
Dan salah satu kebijakan yang diambil adalah program partnership building.
Program ini dimaksudkan untuk secara interdepartemental bersama-sama menyusun kebijakan dan menyelenggarakan serta mengawasi pelaksanaannya. Memahami akar permasalahan di lapangan dan mencari jalan keluar pemecahannya. 

Faktor lain adalah penanganan PH, yaitu tempat-tempat yang apabila tidak diawasi dengan baik berpotensi menjadi tempat terjadinya gangguan kamtibmas maupun pelanggaran hukum. Tugas ini mengarah pada pencegahan terjadinya kriminalitas atau pelanggaran ketentuan dengan melaksanakan tugas pengaturan, penjagaan pengawalan, dan patroli (turjagwali) yang merupakan tugas preventif Polri.

Berikutnya adalah menanggulangi masalah AF yaitu berbagai bentuk dan macam gangguan kamtibmas maupun pelangggaran hukum yang sehari-hari kita lihat. Dari yang berkadar ancaman rendah sampai yang berkadar ancaman tinggi. Kita ketahui bersama bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi selain membawa dampak positif juga memengaruhi munculnya modus-modus operandi baru di bidang kejahatan. Ada yang mengatakan bahwa crime is the shadow of civilitation (kejahatan adalah bayangan budaya masyarakat).

Menanggulangi kejahatan dan gangguan pelanggaran hukum lainnya dikenal dengan pelaksanaan tugas represif kepolisian. Di samping tugas yang diarahkan ke eksternal Polri, banyak juga tugas yang dapat memengaruhi kinerja Polri, yaitu tugas yang ditujukan ke internal Polri. Masih sering terdengar keluhan masyarakat karena ketidakprofesionalan Polri dalam penanganan kasus/masalah, arogansi oknum aparat, dan sejenisnya. 

Inilah sedikit gambaran yang dapat mewarnai penilaian masyarakat atau stakeholder lainnya terhadap Polri di Hari Bhayanagkara ke-67. Apakah Polri di anggap sudah dewasa atau belum, penulis serahkan kepada masyarakat.

Pemerintah dengan DPR rasanya sudah cukup responsif mendukung anggaran untuk pelaksanaan tugas Polri. Karenanya, bukan hal yang berlebihan bila masyarakat menginginkan adanya Polri yang profesional, modern, dan dipercaya masyarakat. Ekses yang terjadi di masa lalu jangan sampai terulang karena sangat menyakitkan masyarakat. Dambaan polri sebagai pelindung, pengayom, pelayan masyarakat, sebagai alat negara penegak hukum dan pemelihara kamtibmas adalah tuntutan undang-undang yang harus dilaksanakan sebaik-baiknya.

Melihat dari rentang waktu penugasan dan usia, dapat dimaklumi bahwa dalam waktu dekat akan ada pergantian pimpinan Polri. Sangat diharapkan bahwa estafet kepemimpinan Polri dapat berjalan dengan baik dan mulus. Perwira-perwira pilihan yang berkemampuan cukup sanggup untuk melanjutkan estafet ini. 
Diharapkan bahwa pelanjut estafet kepemimpinan Polri dapat memahami kondisi dan situasi kesatuan serta situasi-kondisi negara yang akan menghadapi pemilu legislatif dan presiden di tahun 2014. Hal-hal yang masih kental jadi sorotan masyarakat adalah pelaksanaan tugas yang dihadapkan kepada pemuliaan hak asasi manusia.

Saat ini masih terdengar keluhan sebagian masyarakat akan adanya salah guna wewenang, arogansi oknum anggota atau tindakan-tindakan kekerasan yang tidak pada tempatnya khususnya dalam menanggulangi konflik sosial juga konflik antarpenganut agama atau kepercayaan. Sorotan kepada Densus 88, petugas penanggulangan unjuk rasa dan pengendalian massa karena sering dan mudah dilihat sering menjadi topik pembicaraan yang tentunya akan menjadi salah satu bagian dari penilaian masyarakat kepada Polri.

Tanpa mengurangi kebanggaan dan ucapan terima kasih kepada seluruh anggota Polri di mana pun berada yang sedang melaksanakan tugas pokok, fungsi, dan peranannya, karena kecintaannya maka diharapkan ekses yang selama ini terjadi baik dalam bidang operasional maupun bidang pembinaan segera dapat diselesaikan. Semoga Tuhan Yang Mahakuasa Allah SWT dapat senantiasa memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada Polri. Dirgahayu Polri ke-67. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar