|
REPUBLIKA,
02 Juli 2013
Reaksi
penolakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) mudah ditebak, selalu panas.
Boleh dikatakan, setiap kali pemerintah merencanakan pengurangan subsidi BBM,
debat, protes, dan demonstrasi akan deras mengiringinya. Namun, ada satu hal
menarik yang mungkin kurang dicermati khalayak terkait reaksi penolakan
tersebut. Jika dibandingkan dengan reaksi pada 2011 dan 2012, gelombang
penolakan tahun ini tak sepanas dan segempita sebelumnya.
Secara
cerdik, pemerintah dan koali si partai pendukungnya menanti momentum yang tepat
untuk pengumuman tersebut. Pada saat yang sama, menyosialisasikan secara masif
rencana pemberian kompensasi (BLSM) terhadap 15,5 juta rumah tangga sasaran
(RTS), mengedukasi masyarakat dengan gencar tentang subsisi BBM yang tidak
tepat sasaran, dan menjelaskan lambannya pemulihan ekonomi global yang menjadi
sebab melambatnya pertumbuhan eko nomi nasional.
Namun, di
balik `kisah sukses' pemerintah dalam menaikkan harga BBM dan sekaligus meredam
reaksi penolakannya dengan pemberian kompensasi maupun aneka program
perlindungan sosial, satu hal yang pasti adalah harga BBM telah telanjur
dinaikkan. Dan, suka atau tidak, sebagain besar masyarakat mencoba menerimanya
meski dengan kesedihan dan kepahitan mendalam.
Di
manapun, kebijakan pengurangan subsidi BBM atau biasa kita sebut kenaikan harga
BBM akan melahirkan reaksi negatif masyarakat. Terlepas dari pro-kontra
kenaikan harga BBM, merujuk data Bank Dunia (2012), harga BBM/liter di Indonesia
yang dipatok pada kisaran Rp 4.500 beberapa waktu lalu, se cara relatif
termasuk kelompok negara dengan harga BBM termurah, yakni di bawah 1 dolar
AS/liter.
Sulit untuk
memberikan argumentasi bantahan bahwa konsumen di Indonesia memang telah
menikmati harga BBM yang terjangkau dalam rentang waktu lama. Akan tetapi, argumentasi
untuk menaikkan harga BBM dengan hanya bersandarkan pada alasan harga sekarang
terlalu murah jika dibandingkan dengan harga BBM di seluruh dunia, tentu saja
sulit untuk diterima.
Mengapa?
Karena, masalahnya bukan terletak pada harga yang terlalu murah, melainkan
lebih pada dua hal yang berhubungan dengan akibat kenaikan harga.
Pertama, keengganan membayar harga lebih tinggi BBM karena belum mening- katnya
daya beli masyarakat. Dan kedua, kekhawatiran yang kerap menjadi kenyataan tentang
melesatnya harga-harga akibat kenaikan harga BBM.
Gagasan
pemerintah untuk memberikan kompensasi kepada masyarakat miskin dalam bentuk
BLSM atau yang dipelesetkan dengan `balsem', sesungguhnya merupakan perluasan
dari program perlindungan sosial yang telah ada sebelumnya. Di Indonesia,
wacana dan konsep mengenai perlindungan sosial relatif baru dikenal, padahal di
dunia telah menjadi wacana luas.
Lahirnya
konsep perlindungan sosial disebabkan oleh pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
yang masih menyisakan kelompok miskin dan rentan. Untuk mengatasi hal ini,
salah satu `jalan keluar terbaik' dalam mengatasi kemiskinan, di antaranya
menurunkan angka pengangguran, peningkatan harapan hidup dan peningkatan
partisipasi pendidikan, serta terlebih penting lagi adalah melindungi
masyarakat dari berbagai risiko atau `tekanan kehidupan'.
Oleh karena
itu, falsafah perlindungan sosial adalah bertujuan agar seluruh masyarakat
tanpa kecuali dapat memperoleh hak dasar perlindungan sosialnya, termasuk
anak-anak, orang tua, difabel, dan penduduk di daerah terasing/ tertinggal.
Perlindungan sosial atau terkadang disebut sebagai jaminan sosial adalah
seperangkat sistem, kebijakan, dan program dalam rangka membantu individu dan
masyarakat mengelola risiko dan volatility
serta melindungi mereka dari kemis- kinan dan destitution (World Bank, 2012).
Instrumen-instrumen
yang digunakan biasanya dalam upaya meningkatkan ketahanan, kepemilikan, dan
kesempatan. Secara konsep, perlindungan sosial terbagi dalam empat skema besar,
seperti:
Pertama,
Jaring pengaman sosial dalam bentuk bantuan langsung, school feeding, bantuan pangan. Kedua, asuransi sosial: asuransi/bantuan
pensiun atau tunjangan hari tua, tunjangan/asuransi penyandang cacat, serta
tunjangan/ asuransi PHK atau peng angguran. Ketiga, program untuk penguatan
pasar tenaga kerja: program pelatihan keterampilan, program bantuan untuk pencarian
kerja, penguatan regulasi ketenagakerjaan. Dan, keempat, program jaminan
kesehatan.
Nah, filosofi
mendasar kompensasi dalam bentuk pemberian BLSM secara jelas mengacu pada
hakikat program perlindungan sosial. Yakni, dalam rangka mengurangi dampak yang
harus dihadapi kelompok miskin dan rentan dari keterkejutan atas naiknya harga
BBM.
Salah
satu cara efektif saat ini dan terbaik untuk membantu kalangan miskin dan vulnerable adalah apabila pemerintah
memberikan perhatian besar dengan mengedepankan dan menempatkan program
perlindungan sosial dalam rancangan pembangunan, baik yang bersifat jangka
menengah maupun panjang. Bolsa Familia
Program di Brasil merupakan satu contoh keberhasilan yang mungkin dapat
ditiru. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar