|
KOMPAS,
05 Juli 2013
Bagaimana masa depan Mesir? Inilah
mungkin pertanyaan yang menghantui masyarakat Mesir dan pihak-pihak lain yang
memperhatikan krisis yang terjadi di negeri piramida itu sejak dua tahun
terakhir.
Pada awalnya,
terpilihnya Muhammad Mursi sebagai presiden pertama melalui pemilu yang
demokratis diharapkan menjadi ”fajar menyingsing” bagi masa depan negeri itu
secara lebih baik. Namun, penggulingan yang dilakukan oleh pihak militer
terhadap pemerintahan Mursi, Rabu (3/7), seakan kembali membawa kehidupan negeri
itu dalam kegelapan penuh tanya terkait masa depannya.
Kapan pun
waktunya, Mesir akan kembali memulai proses demokrasi dalam konteks kehidupan
berbangsa dan bernegara, mulai dari penyusunan dan pemberlakuan konstitusi baru
hingga pelaksanaan pemilihan umum. Terlepas proses mana yang didahulukan atau
diakhirkan.
Meskipun
demikian, tidak ada jaminan bahwa presiden terpilih dan pemerintahan terbentuk
nantinya tidak akan digulingkan kembali seperti dialami Mursi dan
pemerintahannya sekarang. Hal ini terjadi karena Mursi dan Ikhwan Muslimin
sebagai basis pendukungnya juga mempunyai kekuatan yang lebih dari cukup untuk
menggerakkan hukum jalanan, seperti yang dilakukan oleh kelompok
nasionalis-sekuler sekarang.
Dalam banyak
kesempatan, penulis kerap menegaskan bahwa setidaknya ada tiga kekuatan utama
di Mesir saat ini yang akan sangat menentukan bagi masa depan negeri seribu
menara itu. Pertama, kelompok militer. Dalam sejarah panjang Mesir, militer
telah menorehkan peran dan kisah tersendiri di hati masyarakat. Apalagi Mesir
merupakan salah satu negara yang rawan perang. Bahkan tidak jarang militer
Mesir dianggap sebagai pahlawan oleh masyarakat lantaran berhasil menaklukkan
lawan-lawannya, kususnya Israel.
Setelah Mesir
dilanda revolusi dalam dua tahun terakhir, militer juga mempunyai peran yang
sangat signifikan, termasuk dalam pelengseran Mubarak yang saa itu dijadikan
”harga mati” oleh kelompok revolusi. Adapun Mubarak, sebagaimana Mursi
sekarang, tak mau memenuhi tuntutan mundur dari para demonstran. Hingga akhirnya
militer yang mengumumkan bahwa Mubarak telah lengser atau dilengserkan, seperti
terjadi pada Mursi sekarang.
Pada tahap
tertentu dapat dikatakan, militer Mesir sejauh ini konsisten dalam menjaga dan
melindungi kepentingan masyarakat yang lebih banyak (menghindari korban lebih
banyak lagi). Setidak-tidaknya bila dibandingkan dengan negara Arab lain yang
kekuatan militernya justru membantai rakyatnya sendiri, seperti terjadi di
Suriah.
Kedua,
kelompok loyalis Hosni Mubarak. Sebagai presiden yang berkuasa selama kurang
lebih 30 tahun, hampir mustahil kekuatan Mubarak habis hanya karena dirinya
lengser atau dilengserkan. Mubarak mungkin sudah mendekam di penjara, tetapi
kekuatan dan para loyalisnya tidak bisa diabaikan. Setdak-tidaknya demikian
pesan tersirat dari pernyataan para pembantu Mursi yang menuduh para loyalis
Mubarak juga bermain dalam pengerahan revolusi jilid II, kini.
Ketiga,
kelompok islamis, khususnya Ikhwan Muslimin. Selama kekuasaan Mubarak, Ikhwan
Muslimin kerap dipinggirkan. Bahkan dinyatakan sebagai gerakan terlarang. Akan
tetapi, situasi sulit seperti yang dialami selama bertahun-tahun justru membuat
gerakan yang didirikan oleh Hasan Al-Banna solid dan juga militan, hingga
Ikhwan Muslimin berhasil membangun kekuatan yang terstruktur sampai ke akar
rumput.
Pelbagai macam
peristiwa politik penting yang terjadi di Mesir pasca-Mubarak lengser bisa
menjadi salah satu bukti dan kekuatan yang dimiliki Ikhwan Muslimin. Gerakan
ini hampir selalu menang dalam setiap momentum politik, seperti pemilihan umum
dan referendum pengesahan konstitusi baru, walaupun ternyata Ikhwan Muslimin
gagal mengatur kekuasaan yang telah ditunggu selama berpuluh-puluh tahun ini.
Hingga kekuasaan yang didapatkan melalui Mursi mengalami senjakala seperti
sekarang.
Revolusi Mesir
jilid II saat ini sangat mungkin melahirkan kekuatan alternatif yang tidak bisa
diabaikan dalam sejarah perpolitikan Mesir ke depan. Yaitu, kalangan pemuda
yang menjadi salah satu pelaku utama revolusi I dan II. Apalagi mereka terbukti
berhasil menggerakkan sejarah berpuatar selama dua kali dalam ”satu poros”,
yaitu poros revolusi dan pemuda Mesir.
Meskipun
demikian, kekuatan kelompok pemuda Mesir sebagaimana di atas belum
terlembagakan dan terstruktur. Inilah kelemahan utamanya, khususnya bila dibandingkan
dengan tiga kekuatan di atas. Oleh karena itu, kelompok pemuda Mesir ke depan
harus membenahi kekurangannya ini hingga tidak punah dimakan waktu atau
dimangsa oleh tiga kekuatan di atas.
Masa depan
Mesir akan sangat ditentukan oleh kekuatan 3 + 1 di atas. Kekuatan-kekeuatan
ini harus mampu dan berhasil membangun kesepakatan terkait dengan masa depan
Mesir. Tanpanya, bukan tidak mungkin kepemimpinan Mesir ke depan akan mengalami
fase jatuh-menjatuhkan dan guling-menggulingkan.
●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar