|
SUARA
KARYA, 29 Juni 2013
Puncak
Peringatan Hari Keluarga Ke-20 tingkat nasional akan digelar hari ini, 29 Juni
2013, di Kendari, Sulawesi Tenggara. Peringatan Hari Keluarga tahun ini
mengangkat tema: "Melalui Hari Keluarga Kita Bangkitkan Keluarga Indonesia
Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera". Motto Hari Keluarga tahun
ini adalah "Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera, Keluarga Harapan
Bangsa".
Mengapa Hari Keluarga perlu
diperingati? Ini karena keluarga adalah penentu kualitas bangsa. Keluarga yang
sehat dan sejahtera adalah prasyarat bagi bangsa yang sehat dan sejahtera.
Keluarga yang cerdas adalah landasan dari bangsa yang cerdas. Dari
keluarga-keluarga seperti itulah akan lahir pemimpin-pemimpin bangsa yang
handal.
Peringatan Hari Keluarga memang
mengambil momentum saat bergabungnya kembali pejuang-pejuang kemerdekaan yang
dahulu berjuang di sekitar Yogyakarta -ibukota perjuangan bangsa Indonesia saat
itu- dengan keluarga mereka, sebagai momentum untuk memperingati Hari Keluarga.
Selama perang kemerdekaan, para pejuang itu harus meninggalkan keluarganya
untuk waktu yang tidak menentu. Banyak di antara mereka dan keluarga mereka
yang tidak mengetahui keselamatan dan keadaan masing-masing. Tetapi berkat
perjuangan para pejuang kemerdekaan dan berkat pengorbanan keluarga mereka
itulah, bangsa Indonesia berhasil menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat.
Bangsa Indonesia tumbuh dan hidup sebagai bangsa yang terhormat, sejajar dengan
bangsa-bangsa lainnya. Sekarang bangsa Indonesia mengenang kembali peristiwa
penting itu, dan mempertebal tekad untuk melanjutkan perjuangan mewujudkan
Indonesia yang adil, makmur dan demokratis. Bangsa Indonesia memperingati Hari
Keluarga untuk mempertebal tekad melanjutkan cita-cita mewujudkan keluarga yang
bahagia dan sejahtera, keluarga yang sakinah dan mawadah.
Memang semua tahu, jalan ke arah
itu tidak selalu mudah dan cepat. Perjuangan panjang yang ditempuh pemerintah
melalui pembangunan selama lebih dari enam dasawarsa terakhir ini, juga belum
sepenuhnya mampu mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi semua keluarga
Indonesia. Semua masih harus bekerja lebih keras lagi untuk dapat
mewujudkannya.
Sebagai satuan terkecil dalam
tatanan masyarakat, keluarga adalah pangkalan utama dalam kehidupan manusia.
Dalam lingkungan keluarga pula, anak-anak tumbuh dan memperoleh bekal awal
sebelum masuk dalam pergaulan masyarakat. Kenyataan juga menunjukkan bahwa
anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang sehat, sejahtera dan bahagia,
berikutnya berkembang menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Karena itu,
tidaklah salah bilamana kualitas keluarga akan menentukan kualitas manusia dan
kualitas masyarakat Indonesia di masa depan.
Namun demikian, untuk membangun
keluarga-keluarga yang sejahtera itu diperlukan kesungguhan dan perhatian yang
lebih besar dari semua komponen bangsa. Hal ini penting, karena dihadapan kita
terbentang berbagai hambatan dan tantangan yang tidak ringan. Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat, di satu sisi memang membuat
kehidupan bertambah mudah.
Perubahan lain juga melanda
masyarakat Indonesia. Terjadi pergeseran nilai yang dinamik ketika pola dan
budaya agraris sedikit demi sedikit terdesak oleh nilai-nilai yang lazim
berkembang dalam masyarakat industri.
Di satu sisi, perkembangan
tersebut menampilkan kekuatan pendorong kemajuan. Tetapi di sisi lain juga
berlangsung proses melonggarnya ikatan kekeluargaan. Penghargaan terhadap
sistem nilai keluarga, salah satu ciri penting dari masyarakat Indonesia, kian
meluntur.
Akhir-akhir ini sering kita
dikagetkan dengan berbagai berita di media massa terkait dengan permasalahan
ketahanan keluarga. Betapa kemuraman menyelimuti keluarga Indonesia. Sebut saja
kasus kekerasan dalam rumah tangga, tingginya angka perceraian, penyalahgunaan
obat dan narkotika di kalangan pelajar dan mahasiswa, fenomena broken home,
aksi pembunuhan antaranggota keluarga, perilaku seks bebas di kalangan remaja
semakin meningkat, serta tawuran antarpelajar, mahasiswa, warga masyarakat
sampai pada tawuran antardesa dan kampung.
Apabila dikaji secara cermat,
isu-isu sosial tersebut berawal dari masalah keluarga. Atau dengan kata lain,
keluarga telah "memproduksi" masalah sosial itu sendiri. Patut
dipertanyakan, apakah masih ada peran keluarga dalam menanggulangi krisis
sosial ini? Apakah keluarga tidak seharmonis dulu lagi sehingga melahirkan beragam
keprihatinan? Besar kemungkinan kondisi ini dikarenakan keluarga-keluarga
Indonesia tidak mampu menjalankan fungsinya dengan baik.
Harus diakui, tidak ada satu
bangsa pun yang mampu menghindar dari perubahan-perubahan tadi berikut pengaruh
yang ditimbulkannya, termasuk terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. Oleh
sebab itu, bagaimana memperkuat sendi-sendi dasar yang menopang nilai-nilai
kehidupan bangsa, akhirnya merupakan masalah yang perlu diberi perhatian utama
dan untuk pertama-tama harus dibangun dalam keluarga.
Dalam keluargalah pada awalnya
dibangun dan diperkuat basis moral, karakter, dan kepribadian seluruh anggota
keluarga khususnya anak-anak. Ini dilakukan dengan maksud agar mereka mampu
membentengi diri dan keluarga dari pengaruh ekstemal yang kurang menguntungkan.
Dengan bekal itu pula mereka berusaha menepis atau meminimalkan ekses dari
pengaruh perkembangan dan kemajuan dalam kehidupan dunia. Di dalam keluarga
pula dibentuk dasar-dasar karakter manusia terutama karakter dan kepribadian
anak-anak, generasi penerus bangsa, penerima estafet kepemimpinan bangsa. Di
dalam keluarga kita membangun kualitas manusia. Kualitas manusia dalam arti
yang utuh, yaitu mencakup segi kesehatan, pendidikan, keterampilan, sikap,
karakter, dan lain-lain. Di semua segi ini, keluarga mempunyai peran sentral
dalam pembentukannya.
Semoga!! ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar