Senin, 22 Juli 2013

Dekade Koperasi 2020

Dekade Koperasi 2020
Suroto ;  Ketua Lembaga Studi Pengembangan Perkoperasian Indonesia (LSP2I);
Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES)
KOMPAS, 17 Juli 2013


Peringatan Hari Koperasi berlangsung dalam bulan Juli ini, setelah sepanjang tahun 2012 ditetapkan sebagai tahun koperasi dunia oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Setidaknya ada empat hal penting dari kontribusi gerakan koperasi yang diakui PBB, yaitu efektif mengurangi kemiskinan, mengkreasi pekerjaan, mendorong integrasi sosial, dan mewujudkan globalisasi.
Koperasi dianggap turut mengurangi kemiskinan karena memampukan orang-orang di sektor informal, seperti petani, nelayan, dan perajin, untuk hidup lebih sejahtera. Mereka dapat menjadi pemilik dari perusahaan koperasi dengan mudah.
Koperasi setidaknya telah melayani 3 miliar orang di seluruh dunia dan beranggotakan lebih dari 1 miliar orang. Gerakan koperasi secara keseluruhan telah menciptakan lapangan kerja bagi 100 juta orang lebih, berarti 20 persen di atas perusahaan multinasional.
Dekade koperasi
Tidak ingin kehilangan momentum, organisasi koperasi dunia International Co- operative Alliance (ICA) menyusun kertas kebijakan untuk pengembangan koperasi selanjutnya dalam proyek Cetak Biru Dekade Koperasi. Dalam cetak biru itu, koperasi ingin membuktikan diri sebagai perusahaan dengan pertumbuhan tercepat dunia pada tahun 2020.
Empat pilar penting dari proyek kebijakan tersebut adalah menumbuhkan partisipasi dan pengendalian anggota di koperasi, menumbuhkan kekuatan permodalan anggota dengan swadaya, mendorong kerangka hukum yang baik, dan menjamin keberlanjutan dari koperasi.
Dengan kebijakan Dekade Koperasi, koperasi di seluruh dunia dapat segera menumbuhkan pengertian masyarakat tentang koperasi yang benar dan membangun kesadaran akan manfaat koperasi sebagai bentuk dari demokrasi ekonomi.
Kesadaran tinggi tersebut juga diharapkan akan mampu mendorong partisipasi swadaya anggota untuk berbagi risiko bersama dan membangun kekuatan modal dalam model bisnis kolektif koperasi. Sementara itu perjuangan yang tak kalah penting adalah bagaimana menciptakan lingkungan yang baik bagi tumbuh dan berkembangnya ruang lingkup hukum yang memadai.
Kondisi Indonesia
Secara statistik, koperasi di Indonesia terlihat hebat, meliputi jumlah anggota kurang lebih 192.000 dan jumlah anggota 33 juta orang (Menegkop dan UKM, 2012). Namun, kontras dengan kenyataan, hasil penelitian Lembaga Studi Pengembangan Perkoperasian Indonesia (LSP2I)menunjukkan, 70 persennya adalah koperasi fiktif, 23 persen koperasi mati suri, dan hanya kurang lebih 7 persen yang mandiri dan tak mengandalkan bantuan pihak luar.
Kenyataan yang tidak dapat disangkal, selain kehidupan sehari-hari masyarakat yang kembang kempis menghadapi tekanan ekonomi, Indeks Rasio Gini kita 0,43 tercatat sebagai terburuk setelah Indonesia merdeka, adalah sinyal kuat bahwa kesenjangan sosial-ekonomi itu semakin menganga lebar. Artinya, koperasi juga belum berjalan sebagaimana mestinya. Ini sinyal bahwa ada yang salah dengan pembangunan koperasi kita.
Salah satu bentuk misalnya adalah produk regulasi kita. Pada 30 November 2012, pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian. Namun, seperti mengulang kesalahan, UU ini ternyata tidak menangkap aspirasi sehingga susunannya tidak menciptakan ruang bagi tumbuh dan berkembangnya gerakan koperasi yang baik. Bahkan oleh sebagian pihak saat ini sedang diajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena isinya merusak tatanan demokrasi koperasi.
Isi dari UU Perkoperasian yang baru bukan saja telah cacat secara epistimologi, melainkan juga merusak jati diri koperasi dan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Secara mendasar UU ini juga telah mengubah kaidah dasar koperasi sebagaimana kesepakatan gerakan koperasi dunia. Sebut saja, misalnya, pasal mengenai definisi yang ngawur (pasal 1 ayat (1)), mengenai intervensi kekuatan modal penyertaan dari luar (pasal 1 angka 11, pasal 66 ayat (2) huruf b, pasal 75, pasal 76, pasal 77), struktur kepengurusan yang dirancang secara tidak demokratis (pasal 50 ayat (1) huruf a, pasal 50 ayat (2) huruf e, pasal 55 ayat (1), pasal 56 ayat (1), pasal 63, pasal 65), dan juga subordinasi gerakan koperasi terhadap pemerintah dengan penegasan Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) sebagai wadah tunggal (pasal 1 angka 18, pasal 115, pasal 16, pasal 117, pasal 118, pasal 119).

Sepertinya, kebijakan Dekade Koperasi yang telah ditetapkan oleh International Cooperative Alliance tidak bergaung karena pembangunan koperasi di Indonesia justru akan menjadi perjuangan keras masyarakat. Bukan karena koperasi tidak dibutuhkan, melainkan karena pemerintah dan parlemen kelihatan lebih dominan sebagai perusak otonomi koperasi. Satu doa untuk mereka yang sedang berjuang ke MK, semoga kebenaran yang menang. ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar