Sabtu, 22 Desember 2012

Start Surabaya Bebas Prostitusi


Start Surabaya Bebas Prostitusi
Biyanto ;   Dosen IAIN Sunan Ampel dan Pengurus PW Muhammadiyah Jatim
JAWA POS, 21 Desember 2012



HARI ini, Jumat (21 Desember), Pemkot Surabaya mulai mengambil langkah riil untuk membebaskan kota metropolis dari praktik prostitusi. Ikhtiar untuk membebaskan Surabaya dari praktik prostitusi dimulai dengan penutupan lokalisasi di kawasan Dupak Bangunsari. Selanjutnya, secara bertahap, Pemkot Surabaya berencana menutup lokalisasi di kawasan Sememi, Klakah Rejo, Jarak, Tambak Asri, dan Dolly. Jika rencana itu sukses, tidak lama lagi warga metropolis akan menyaksikan Kota Surabaya yang modern, berbudaya, dan religius. Itu berarti semakin menambah branding Surabaya yang sebelumnya dikenal sebagai kota yang bersih dan hijau.

Untuk mencapai kondisi yang diinginkan, rasanya pemerintah tidak dapat bekerja sendiri. Hal itu disebabkan praktik prostitusi di Surabaya telah begitu menyejarah, berakar kuat, dan melibatkan jaringan antarkota, antarprovinsi, dan bahkan antarnegara. Selain itu, ada begitu banyak kepentingan, baik individu maupun kelompok, yang memperoleh keuntungan dari keberadaan lokalisasi. Itu dapat diamati dari kepentingan mucikari, pekerja seks komersial (PSK), pelanggan, panti pijat, pemilik warung, penyedia jasa keamanan, dan tukang parkir. Karena itu, pemerintah kota dan provinsi wajib mengajak berbagai elemen bersinergi untuk membebaskan Surabaya dari prostitusi. 

Praktik prostitusi sejatinya merupakan tragedi kemanusiaan. Perbuatan itu melawan nilai-nilai kemanusiaan. Apalagi, dalam berbagai kasus, di antara PSK terkadang ada yang menjadi korban perdagangan manusia (human trafficking). Mereka dengan terpaksa menjadi PSK. Karena telah masuk jaringan PSK, mereka pun tidak memiliki kekuatan untuk keluar dari dunia hitam itu. Padahal, pada tingkat tertentu, mereka menyadari bahwa jenis pekerjaannya bertentangan dengan ajaran agama dan suara hati nuraninya. Karena itulah, selain pasrah, mereka tetap berjuang untuk keluar seraya menanti uluran tangan agar dapat menjalani kehidupan secara normal. 

Berangkat dari problem riil tersebut, pemerintah dan elemen lain harus bersinergi untuk mengentas PSK. Salah satu elemen non pemerintah yang telah mengambil langkah solutif adalah Muhammadiyah. Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin telah memimpin serangkaian kegiatan untuk menutup lokalisasi (Metropolis Jawa Pos, 19/12). Amal usaha Muhammadiyah bidang pendidikan di kawasan lokalisasi Dupak Bangunsari juga telah sekian lama digunakan untuk mendidik anak-anak dari keluarga PSK. Demikian juga halnya dengan masjid, musala, panti asuhan, dan klinik kesehatan. Pejuang kemanusiaan sekaligus aktivis Muhammadiyah kawasan Dupak Bangunsari berpatungan untuk membeli wisma yang dijadikan bisnis ''esek-esek''. Pembelian wisma itu merupakan strategi yang manjur untuk membebaskan Dupak Bangunsari dari prostitusi. 

Organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah dan NU pasti memiliki komitmen yang sama dalam melihat problem prostitusi. Sebagai organisasi berbasis sosial keagamaan, keduanya jelas memiliki sumber daya yang memadai untuk membantu pemerintah guna mewujudkan Surabaya terbebas dari prostitusi. Selain amal usaha bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan panti asuhan, dua ormas tersebut memiliki sumber daya manusia yang andal. Dengan demikian, fungsi keduanya dapat dioptimalkan untuk melaksanakan kerja-kerja kemanusiaan yang berkaitan dengan penanganan prostitusi. 

Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah agama. Itu karena dalam ajaran moral keagamaan telah dikemukakan tuntunan agar setiap pemeluk agama berakhlak mulia. Misalnya, dikatakan bahwa kita harus menghindari seks bebas (perzinaan), mengonsumsi minuman atau makanan yang memabukkan (khamr, narkoba), dan larangan mencampakkan diri dalam kerusakan (wa la tulqu bi aydikum ila al-tahluqah). Beberapa ajaran itu jika ditaati tentu sudah lebih dari cukup untuk menjauhkan diri dari perbuatan yang dapat mendatangkan kemudaratan seperti prostitusi. 

Seorang doktor bidang psikologi dari Sudan, Malik Badri, mengatakan bahwa tidak ada satu masyarakat pun yang secara total mampu menghilangkan hubungan seks ilegal. Tapi, itu bukan anjuran untuk pasrah. Pemerintah perlu mengajak semua komponen untuk mengawal dengan konsisten dan berkelanjutan program penutupan lokalisasi. 

Tetapi, ikhtiar pemerintah tersebut membutuhkan pendampingan agar bantuan yang diberikan tepat sasaran. Untuk itu, perlu mengajak berbagai elemen guna bersinergi. Satu lagi yang penting dilakukan pemerintah ialah membuat regulasi yang dapat menimbulkan efek jera bagi pelanggan PSK. 

Semoga langkah besar Wali Kota Tri Risma Harini untuk membebaskan Surabaya dari prostitusi diberkahi Allah SWT dan menjadi kabar bungah menjelang Hari Ibu.
 ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar