Rabu, 19 Desember 2012

Seriusi Optimalisasi Gula


Seriusi Optimalisasi Gula
Mohammad Eri Irawan ;  Mahasiswa Pascasarjana Unair,
Menyusun Tesis tentang Kebijakan Pergulaan
JAWA POS, 19 Desember 2012


BERAKHIR sudah musim giling 2012. Industri gula, terutama BUMN sebagai pilar penyangga, menorehkan kinerja yang cukup manis. Perbaikan di industri padat karya yang melibatkan sedikitnya sejuta petani tebu dan jutaan warga lain (pegawai pabrik, sopir truk, tenaga penebang, penjaja makanan, peneliti, penjual alat pertanian, dan sebagainya) mulai membuahkan hasil.

Dalam pertemuan teknis di Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) di Pasuruan (5/12/2012), sekitar 300 orang stakeholders bergairah melakukan evaluasi dan membagi pengalaman. Yang pelaku pamer kinerja apiknya. Yang peneliti memberikan masukan konstruktif. Yang petani menumpahkan unek-uneknya. Semua bergairah.

Menteri BUMN Dahlan Iskan sudah menulis hasil kerja BUMN gula pada kolom Manufacturing Hope (10/12 dan 17/12). Tulisan ini diikhtiarkan untuk melengkapinya sekaligus menyampaikan beberapa agenda lanjutan. 

Produksi industri gula tahun ini mencapai sekitar 2,5 juta ton, meningkat daripada 2011 sekitar 2,2 juta ton. Perkembangan ini melegakan. Sebab, produksi gula dalam sepuluh tahun terakhir ini tidak pernah mampu menembus angka itu kecuali pada 2008 dan 2009.

Nyaris semua PG BUMN membukukan akselerasi kinerja yang bikin hati bungah. PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X memimpin pencapaian industri gula nasional dengan produksi 493.000 ton, naik 8,12 persen jika dibandingkan dengan 2011. Baik secara jumlah maupun persentase pertumbuhan, PTPN X mengungguli BUMN gula lain. Rendemen (kadar gula dalam tebu) PG-PG di PTPN X mencapai 8,14 persen.

Gap antara satu BUMN gula dan yang lain juga makin tipis. Artinya, kompetisi kian ketat antar-PG-PG BUMN. PTPN XI yang pada tahun-tahun sebelumnya kurang garang tahun ini membukukan produksi gula 407.000 ton. Rendemennya meningkat sekitar satu poin menjadi 7,72 persen. Dari sebelumnya merugi, PTPN XI mulai bisa meraup laba.

Apa kabar PTPN IX? Dihantui kesulitan pasokan tebu yang telah menjadi problem klasik menahun, PG-PG PTPN IX di Jateng mulai menggeliat. Rendemennya naik meski sangat pelan, menjadi 7,15 persen. Produksinya mencapai 140.000 ton gula, tumbuh 6,9 persen daripada tahun lalu. 

RNI juga melaba setelah sebelumnya berkinerja jeblok. Produksi gulanya 345.000 ton, tumbuh 8 persen. Lompatan rendemen juga terjadi di PG-PG milik RNI, seperti PG Krebet Baru yang melompat melebihi 9 persen.

Perbaikan kinerja yang ditunjukkan oleh BUMN gula tersebut membuktikan bahwa tekad manajemen PG sangat berperan ketimbang hanya pengadaan mesin-mesin baru, seperti diyakini menteri BUMN. Revitalisasi sejatinya memang harus berprinsip low cost high impact, jangan belanja yang gila-gilaan. Buktinya, di PG Toelangan, Sidoarjo, misalnya, yang mesin gilingnya dari zaman Belanda, mampu bangkit dan mencetak laba pada tahun ini. 

Ruang Optimalisasi 

Meski menunjukkan kemajuan yang sangat menggembirakan, masih ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi pelaku industri gula.

Pertama, optimalisasi kapasitas giling. PG-PG di Indonesia saat ini berkapasitas giling 205.000 ton tebu per hari (TCD). Dengan asumsi rendemen 8,5 persen dan hari giling 170 hari, produksi gula kristal putih (gula pasir/gula konsumsi) seharusnya bisa menembus 2,96 juta ton. Jika asumsi rendemen yang dipakai 9 persen, produksi menembus 3,1 juta ton. Namun, kini produksi gula hanya berkisar 2,5 juta ton. Itu berarti, kita sebenarnya bisa memenuhi kebutuhan gula konsumsi yang berkisar 2,9 juta ton.

Kedua, optimalisasi produk turunan tebu nongula. Strategi diversifikasi ini mampu meminimalkan risiko pengusahaan tebu sekaligus memaksimalkan nilai tambah untuk memantapkan capaian finansial PG. PG-PG harus bertransformasi ke arah industri berbasis tebu yang terintegrasi. Tebu selain jadi gula bisa juga diolah menjadi beragam koproduk yang menjanjikan, seperti listrik (co-generation) dan bioetanol. 

Di India, seperti di NSL Sugars Limited dan Bannari Amman, PG sudah didesain terintegrasi dengan memproduksi gula, listrik, dan etanol. Di sana masa giling mencapai 300 hari dengan rendemen 10 persen. Listrik yang dihasilkan 30 MW, etanol 120 kiloliter per hari (Wibowo, 2012). 

Ke depan, spirit diversifikasi harus melambari setiap gerak bisnis PG. PG Ngadiredjo (Kediri) sudah memulai program co-generation dan PG Gempolkrep (Mojokerto) akan merampungkan pembangunan pabrik bioetanol pada 2013 yang akan menghasilkan fuel grade ethanol 99 persen yang sangat ramah lingkungan.

Niat membangun PG baru juga harus sudah didesain terintegrasi dan kompleks. Langkah penting diayunkan Kementerian BUMN dengan membangun PG modern di Glenmore yang melibatkan PTPN III, PTPN XI, dan PTPN XII. Inisiasi juga sudah dilakukan PTPN X dengan melakukan studi pembangunan PG terintegrasi di Pulau Madura (memproduksi gula, listrik, etanol, pupuk).

Ketiga, perlunya manajemen budidaya tebu berbasis riset yang konsisten. Pemerintah perlu memberikan insentif ke P3GI agar riset tebu bisa terus berkembang. Hal itu harus diiringi efisiensi di pengolahan PG. Selama ini masih banyak kehilangan gula di PG. Nilai overall recovery (yang menunjukkan efisiensi) masih di bawah 80 persen dari tingkat ideal 85 persen.

Keempat, penambahan lahan wajib dilakukan. Tanpa ekstensifikasi, sulit meningkatkan pasokan tebu untuk mengikuti optimalisasi dan peningkatan kapasitas PG. Penambahan lahan di Jawa sulit dilakukan karena imbal hasil lahan industri dan properti jauh lebih menguntungkan. Karena itu, fokus ekstensifikasi harus ke luar Jawa, termasuk Madura.

Ke depan, tidak ada pilihan lain: wujudkan kembali kejayaan industri ini. Sudah kelewat lama kita menanti kebangkitan industri gula nasional. Sekarang saatnya!
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar