Kamis, 13 Desember 2012

Semangat Melawan Kemiskinan


Semangat Melawan Kemiskinan
Sunaryo  Kasubbag Program Dinas Pendidikan
Pemuda dan Olahraga Kabupaten Blora
SUARA MERDEKA, 11 Desember 2012


Barongan merupakan kesenian khas Jateng. Namun dalam konteks kekhasan itu, justru Kabupaten Blora bisa dikatakan paling eksis. Dari 295 desa di kabupaten, ada  625 paguyuban kesenian tersebut, artinya, tiap desa minimal memiliki dua grup.
Bila mencermati lebih dalam, banyak pesan moral yang terkandung dari pementasan seni barongan yang bisa menjadi spirit bagi hidup dan kehidupan masyarakat. Dari parikan, Barongan ora galak (barongan tidak galak)/Barongan mata beling (barongan bermata beling)/Ndhas pethak ditempiling (kepala pitak ditempeleng), masyarakat bisa memetik minimal tiga nilai moral.

Pertama; pesan mencintai nilai-nilai atau kearifan lokal. Pesan ini sangat relevan pada era konsumtif dan hedonis, serta mengagung-agungkan hal-hal yang berbau Barat, dari gaya hidup, fashion, makanan, sampai pergaulan, dan lain-lain.

Kedua; nilai-nilai kepemimpinan yang baik yang disimbolkan oleh tokoh Gembong Amijoyo. Tokoh itu mampu mengorganisasi kekuatan masyarakat untuk bersama-sama melawan  Belanda yang saat itu menguasai Nusantara. Ia juga berani berdiri di depan menggerakkan massa melawan penjajah, meskipun dengan modal dan peralatan seadanya.

Ketiga; nilai semangat melawan kelaliman di masyarakat. Hal ini disimbolkan dengan keberanian Gembong menempeleng kepala pejabat Belanda. Semangat ini tak cukup hanya bermodal keberanian secara fisik tetapi juga konsistensi melawan arus, berani berbeda dari yang umumnya berlaku, dan berani menanggung risiko.

Spirit Melawan

Dalam konteks kekinian, pesan moral ini masih relevan untuk menjadi pegangan dalam menyelesaikan permasalahan hidup yang makin kompleks. Apalagi nilai-nilai ini digali dari budaya sendiri, berakar dari kearifan lokal. Pesan moral utama adalah spirit ”melawan”, sebagaimana direpresentasikan sosok Gembong.

Apa yang dilawan? Segala bentuk kelalilam, keterbelakangan, kekurangan yang masih mendera masyarakat. Lebih-lebih terkait dengan momentum Hari Jadi Ke-263 Blora pada 11 desember 2012, perlu mengobarkan spirit itu demi keterwujudan visi pemerintahan yang bersih menuju masyarakat Blora yang sejahtera.

Masih banyak persoalan membelit untuk mencapai visi tersebut. Pertama; spirit melawan bentuk-bentuk kemiskinan. Masih banyak kita temukan masyarakat yang hidup kekurangan, tinggal di rumah kurang layak huni, tidak memiliki akses pendidikan dan kesehatan secara memadai, dan tanpa pekerjaan yang jelas.

Berdasarkan Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2011, jumlah warga miskin di Blora 122.088 jiwa atau 14,68%. Kabupaten itu berada di peringkat ke-29 dari 35 kabupaten/ kota di provinsi ini. Angka  ini sebenarnya sudah menurun dibanding 2009 yang mencapai 145.090 jiwa (17,7%) dan tahun 2010 sebanyak 134.090 jiwa (16,27%), sebagaimana hasil Susenas BPS 2010.

Spirit melawan kemiskinan ini harus dikobarkan di kalangan penyelenggara pemerintahan. Mereka perlu menyusun program pembangunan yang prorakyat miskin dan mampu menstimulasi mereka keluar dari kemiskinan. Spirit melawan kemiskinan ini juga penting ditanamkan di hati masyarakat miskin.

Kedua; spirit melawan keterlambatan penetapan APBD. Dalam 10 tahun terakhir, APBD Blora ditetapkan pada kisaran April atau selebihnya. Keterlambatan ini berpengaruh pada gerak perekonomian dan aktivitas pembangunan. Apalagi, tak banyak aktivitas industriyang mampu menyerap tenaga kerja. Maka, aktivitas yang bersumber dari APBD menjadi harapan.

Dalam tiap forum yang mempertemukan eksekutif dan legislatif selalu terdengar ikrar untuk mempercepat penetapan APBD. Dalam praktik, ikrar itu masih sebatas retorika. Karena itu, dalam momentum peringatan hari jadi, masyarakat menagih janji untuk merealisasikan ikrar itu.

Bila bercermin pada ketokohan Gembong Amijoyo atau Singo Barong, bukan mustahil ikrar itu akan terealisasi lewat spirit ”melawan”. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar