Selasa, 18 Desember 2012

Pentingnya Lembaga Dana Perminyakan


Pentingnya Lembaga Dana Perminyakan
Eddy Purwanto ;  Praktisi Migas
KORAN TEMPO, 18 Desember 2012


Pemerintah berharap dapat menyisihkan sekitar 5 persen penerimaan negara dari sektor migas, atau sekitar Rp 15 triliun per tahun, yang akan dikembalikan ke sektor migas dengan tujuan untuk memperpanjang masa manfaat atau sustainability sumber daya migas. Dan salah satu fungsinya adalah melengkapi data kebumian Indonesia agar lebih menarik minat investor dari dalam maupun luar negeri untuk menggalakkan kegiatan eksplorasi migas. Demikian pernyataan Wakil Menteri ESDM Rudi Rubiandini setelah beberapa kali berdiskusi dengan DPR (6/12). 
Sebagaimana diamanatkan UUD 1945 bahwa kekayaan alam digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, yang dimaksudkan dengan rakyat oleh para pendiri Republik ini tentunya bukan hanya generasi zaman sekarang, tapi juga generasi mendatang yang sama-sama mempunyai hak atas sumber daya alam, khususnya migas, sebagai energi fosil yang tidak terbarukan. Migas sejatinya lebih tepat dianggap sebagai "pinjaman" dari generasi anak-cucu. 
Modal Bangsa 
Sejak zaman Orde Baru hingga kini para penguasa sering mengumbar retorika bahwa migas adalah "modal-pembangunan". Tidak mengherankan bila cadangan minyak hingga kini telah tergerus sedikitnya 22,5 miliar barel dan hanya menyisakan cadangan kurang dari 4 miliar barel. Sementara itu konsumsi BBM terus melonjak, bahkan impor minyak dan BBM telah melebihi dua kali produksi bagian pemerintah. 
"Modal" adalah aset yang diharapkan tidak akan habis, bahkan terus berkembang. Sayangnya kebijakan APBN dari zaman Orde Baru hingga kini adalah "menghabiskan" seluruh penerimaan migas, sehingga APBN secara sistemik telah menggerus modal bangsa. Idealnya penerimaan migas menjadi "modal pembangunan" dalam arti yang sebenarnya, tidak disetorkan seutuhnya ke APBN, tapi dikembangkan terlebih dulu melalui "wadah khusus", kemudian hasil atau keuntungan pengembangan dana tersebut boleh diperlakukan sebagai "pendapatan" dan disetor ke APBN. 
Namun Indonesia masih menganut postur APBN berimbang yang sejatinya defisit, sehingga kondisi ideal tadi sulit dilaksanakan. Sebagai kompromi, cukup sebagian dari penerimaan migas disisihkan dalam wadah "dana perminyakan" atau Petroleum Fund. 
Seperti dimaklumi, indeks "laju penggantian cadangan" dalam beberapa tahun terakhir berada di bawah angka satu. Artinya, akumulasi penemuan eksplorasi tidak mampu mengimbangi laju pengurasan, sehingga cadangan dan produksi cenderung terus menurun. Pemerintah dan DPR dituntut segera merancang bentuk "kompensasi" atas penggerusan modal bangsa, khususnya migas. Indonesia wajib menyisihkan sebagian porsi penerimaan hulu migas menjadi "dana perminyakan" atau "Petroleum Fund" dengan tujuan utama mempertahankan real-value kekayaan migas serta menjamin kesinambungan asas manfaat migas bagi generasi mendatang. 
Tugas Lembaga 
Wadah Petroleum Fund sebaiknya dikelola oleh satu badan hukum (BHMN) atau badan usaha milik negara (BUMN) independen yang didukung oleh UU Migas. Karena itu, kini saat yang tepat bagi pemerintah dan DPR untuk menghadirkan lembaga Petroleum Fund dalam revisi UU Migas yang baru. 
Petroleum Fund harus dikelola oleh badan yang profesional, sehingga setelah dana terkumpul mampu menjadi badan Pusat Investasi Migas (PIM) dengan tugas pokok mengelola dan mengembangkan dana Petroleum Fund melalui portofolio pendanaan dan investasi yang relatif aman. Jadi, real-value dana perminyakan senantiasa terjaga, bahkan terus berkembang menjadi "dana abadi migas". 
Salah satu tugas utama badan pengelola Petroleum Fund atau Pusat Investasi Migas adalah mengakuisisi dan mematangkan data kebumian melalui berbagai survei, seperti survei umum, geologi, geofisika, seismik, utamanya di kawasan Indonesia timur, wilayah perbatasan, dan daerah frontier, guna menarik minat investor dari dalam dan luar negeri. Bekerja sama dengan Kementerian ESDM, lembaga Pusat Investasi Migas dapat membangun data room, tempat para calon investor dapat mengakses data kebumian yang lebih lengkap dan matang. 
Berbeda dengan Pusat Investasi Pemerintah yang berdiri sejak 2007 sebagai amanah UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang dikelola Kementerian Keuangan dengan tujuan memperoleh manfaat ekonomi dan sosial melalui portofolio investasi dan pendanaan, tujuan utama Pusat Investasi Migas adalah meningkatkan atau paling tidak mempertahankan real-value nilai kekayaan sumber daya migas Indonesia sehingga lebih sustainable. Bukan hanya untuk dinikmati generasi masa kini, tapi juga untuk generasi mendatang. 
Perbedaan lain dengan PIP yang mengusung berbagai portofolio investasi dan pendanaan hampir di semua sektor, Pusat Investasi Migas lebih fokus berinvestasi di industri hulu migas beserta bisnis turunannya. 
Guna memaksimalkan manfaat ekonomi Petroleum Fund, Pusat Investasi Migas memerlukan strategi dan portofolio investasi jangka panjang yang relatif aman. Di antaranya pembelian saham atau hak partisipasi lapangan-lapangan migas yang sudah berproduksi (bukan eksplorasi) di dalam dan luar negeri atau bentuk investasi lain yang relatif aman, seperti pembelian surat berharga hingga bantuan pinjaman kepada daerah penghasil untuk mendanai saham partisipasi guna mencegah masuknya "tangan asing" melalui perusahaan daerah. Pusat Investasi Migas dalam pelaksanaannya harus dikontrol oleh Wali Amanah. 
Seandainya Petroleum Fund dibangun sepuluh tahun yang lalu, Indonesia sudah termasuk negara yang memiliki "dana abadi migas" yang lumayan. Hanya dari satu sumber dana signature bonus kontrak kerja sama migas selama sepuluh tahun (2000-2010), Indonesia dapat mengumpulkan dana sekitar Rp 350 triliun. Belum lagi dari bonus-bonus kontrak migas lain serta alokasi dana APBN yang disisihkan dari penerimaan migas. 
Hambatan 
Idealnya Petroleum Fund dibentuk pada saat postur APBN surplus. Sayang, sejak zaman Orde Baru postur APBN menanggung defisit yang cenderung terus membengkak, sehingga dikhawatirkan Menteri Keuangan menolak potensi penambahan defisit, khususnya alokasi untuk Petroleum Fund sekitar 5 persen penerimaan migas. Diharapkan dengan kehadiran Petroleum Fund dapat menekan defisit APBN di masa depan melalui peningkatan produksi migas. 
Kendala lain, Indonesia belum memiliki payung hukum Petroleum Fund. Kini saat yang tepat untuk menghadirkan dana perminyakan melalui revisi Undang-Undang Migas. Diyakini wacana Petroleum Fund telah didukung oleh mayoritas legislator di DPR, sehingga optimistis masuk dalam revisi UU Migas. 
Apabila diamanahkan oleh UU Migas bahwa Petroleum Fund atau Pusat Investasi Migas harus dikelola langsung pemerintah, sebaiknya berada di bawah Kementerian Keuangan. Namun bila dilengkapi kewenangan mewakili pemerintah menandatangani kontrak kerja sama migas serta kewenangan pengawasan, badan ini menjadi alternatif sebagai pengganti BP Migas yang dibubarkan MK pada 13 November 2012. 
Mengelola dana Petroleum Fund triliunan rupiah, badan Pusat Investasi Migas diharapkan benar-benar steril dan independen, sehingga tidak dapat diintervensi oleh berbagai pemburu rente, baik rente ekonomi maupun rente politik, terlebih lagi menjadi ATM penguasa, sehingga tujuan memupuk "dana abadi migas" untuk anakcucu dapat tercapai. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar