Laporan Akhir
Tahun Bidang Ekonomi
Mengoptimalkan
Pasar Modal
|
KOMPAS,
18 Desember 2012
Perekonomian dunia
terancam melambat signifikan tahun 2012. Demikian gambaran prediksi sejumlah
analis global pada awal tahun ini. Walau masih tumbuh, lemahnya perekonomian
Amerika Serikat memaksa bank sentral negara itu mengeluarkan kebijakan
pemberian stimulus berkali-kali. China pun perekonomiannya tertekan meski
tidak seburuk India yang pelambatannya tajam.
Meski
kondisi perekonomian dunia tahun ini tak seburuk tahun 2008-2009, keadaannya
juga tidak sebaik perkiraan semula. Sebagian kalangan memperkirakan tahun
2013 kondisinya lebih baik. Namun, ketidakpastian belum juga hilang. Tak lain
karena Eropa belum menemukan cara jitu mengatasi krisis. Perekonomian Eropa
kembali mengalami kontraksi tahun 2012. Eropa mengalami double-dip recession
setelah periode tahun 2008- 2009.
Perhatian
di ujung tahun ini tertuju ke AS dengan risiko signifikan yang dapat terjadi
akibat jurang fiskal (fiscal cliff).
Jurang fiskal adalah penurunan tajam dari defisit anggaran jika sejumlah
undang-undang dibiarkan berakhir secara otomatis atau mulai diberlakukan awal
tahun depan, antara lain tax relief,
unemployment insurance reauthorization, job creation act of 2010, dan budget control act of 2011.
Pengurangan belanja pemerintah dapat berkurang signifikan, daya beli
tertekan.
Skenario
optimistisnya, jika jurang fiskal ini teratasi, perekonomian AS berpeluang
besar melanjutkan pertumbuhannya. Para ekonom memperkirakan perekonomian
”Negeri Paman Sam” akan tumbuh dengan laju 2,0 persen tahun 2012 dan 2,3
persen tahun 2013.
China
sendiri mulai memberikan stimulus ke perekonomiannya. Bunga pinjaman
diturunkan beberapa kali demikian halnya giro wajib minimum. Stimulus fiskal
juga disiapkan dalam kehati-hatian. Mereka tidak ingin stimulus hanya akan
menciptakan gelembung, khususnya di sektor properti. Perekonomian China
diperkirakan tumbuh dengan laju 8,0 tahun ini dan 8,5 persen tahun depan.
Dalam
kondisi global yang relatif tak stabil itu, kinerja bursa saham Indonesia
tahun 2012 sangat fluktuatif. Bulan Mei 2012 Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) sempat naik di atas 4.200. Namun, kemudian turun signifikan hingga ke
level 3.654 pada awal Juni, terkoreksi 13 persen. Spekulasi akan keluarnya
Yunani dari Uni Eropa menjadi sentimen negatif kala itu.
Langkah
Eropa untuk negara-negara yang paling terpukul ekonominya, seperti Yunani dan
Italia, serta kondisi fundamental ekonomi Indonesia, memberi sentimen positif
ke pasar modal nasional di paruh kedua tahun ini. Perekonomian kita tetap
tumbuh, inflasi terkendali, daya beli masyarakat terjaga, dan kondisi fiskal
yang sehat menjadi katalis positif.
Hingga
akhir pekan lalu, IHSG berada pada level 4.308 atau naik 12,74 persen
sepanjang tahun ini. Sektor properti mencatat pertumbuhan tertinggi sekitar
44,49 persen, diikuti perdagangan (28,03 persen), industri dasar (26,03
persen), dan consumer products
(22,85 persen). Sementara sektor yang paling tertekan adalah pertambangan
(minus 25,6 persen) dan pertanian (minus 7,64 persen). Investor asing berada
dalam posisi pembelian bersih senilai Rp 14,8 triliun atas saham-saham di
Bursa Efek Indonesia (BEI).
Fluktuasi
IHSG, menurut Direktur Utama BEI Ito Warsito, turut memengaruhi tidak
tercapainya target penawaran saham perdana (IPO). Hingga akhir tahun ini
diperkirakan hanya ada 22 perusahaan IPO, dengan yang terakhir adalah PT
Waskita Karya Tbk. Satu-satunya badan usaha milik negara itu tidak berarti
apa-apa mengingat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menargetkan setidaknya
lima BUMN yang IPO tahun ini.
”IPO
Waskita sudah direncanakan sejak beberapa tahun lalu. Pemerintah selalu
bilang, percantik dulu BUMN sehingga dapat ’dijual’ mahal. Hal itu sudah
didengungkan sejak tahun 2005, tetapi si cantik itu tidak pernah
datang-datang,” kata Ito dalam seminar yang digelar Asosiasi Emiten
Indonesia.
Bicara
potensi masuknya BUMN ke bursa sangat besar. Ini dapat mengangkat posisi
pasar modal nasional di tingkat global. Ini sekaligus meningkatkan
keterbukaan tata kelola BUMN di mata masyarakat. Dari 141 BUMN di Tanah Air,
hanya 15 perusahaan yang masih rugi. Dari yang untung itu, hanya 18 yang
melantai di BEI. Jumlah yang sangat minim.
Di
surat obligasi, peringkat layak investasi (investment grade) berujung pada hal positif bagi surat utang
Indonesia. Posisi surat utang Pemerintah Indonesia menjadi instrumen
investasi yang menarik bagi investor asing. Minat besar juga berlaku terhadap
surat utang swasta. Pada akhir Oktober 2012, imbal hasil rata-rata surat
utang Pemerintah Indonesia turun ke 6,09 persen. Hingga akhir September 2012,
kepemilikan asing atas surat utang pemerintah mencapai Rp 240,98 triliun atau
sekitar 29,6 persen dari total surat utang negara (SUN). Posisi akhir
Desember 2011, posisi asing atas kepemilikan SUN sekitar Rp 222,86 triliun
(sekitar 30,8 persen dari total SUN).
Dewan
Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bertekad mengurangi ketergantungan
pada pembiayaan dari sektor perbankan dengan mendayagunakan pasar modal
nasional. Keseimbangan dan pendayagunaan sumber pembiayaan diharapkan dapat
mengoptimalkan proses pembangunan nasional. ”Ketergantungan pada perbankan
tidak bisa terus terjadi. Pembiayaan harus juga diperoleh dari pasar modal.
Potensinya besar,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad.
Agenda
besar OJK dan semua pihak yang berkepentingan dengan pembangunan nasional
adalah terkait penyelenggaraan pasar yang makin mendalam. Permintaan atas
produk keuangan dari masyarakat membesar seiring bertambahnya jumlah kelas
menengah. Ketergantungan semata pada lembaga pembiayaan, dalam hal ini
perbankan, cukup rentan akibatnya bagi perekonomian secara umum.
”Batuk
di satu tempat, maka dampaknya ke tempat lain akan sangat terasa karena pasar
yang sangat tipis,” kata Muliaman.
Menanggapi
pelambatan ekonomi tentunya akan ada ekspektasi pelonggaran moneter atau
stimulus baru pada tahun 2013 yang akan memberikan sentimen positif ke pasar.
Isu
pelambatan ekonomi masih akan menyertai pergerakan pasar paling tidak hingga
semester pertama tahun depan. Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi ke
bawah proyeksi outlook ekonomi dunia pada Oktober 2012. Proyeksi pertumbuhan
ekonomi dunia untuk tahun 2013 juga direvisi ke bawah 0,3 persen menjadi 3,6
persen.
IMF
mengkhawatirkan kondisi pemulihan ekonomi yang lambat akibat kebijakan
pemerintah dan pemangku kebijakan lainnya yang tidak cepat menanggapi
dinamika yang ada. Krisis utang Eropa yang bisa jadi memburuk pada tahun 2013
dan potensi fiscal cliff akan menjadi faktor penekan laju pertumbuhan ekonomi
tahun 2013.
Melihat
reaksi pasar terhadap kebijakan moneter quantitative easing ketiga yang
dirilis pada September 2012, menurut Kepala Riset dan Analisis Monex
Investindo Futures Ariston Tjendra, stimulus atau pelonggaran moneter yang
biasa-biasa saja tidak akan memberikan efek positif ke pasar. Kebijakan yang
sangat agresiflah yang dinantikan pasar.
Inflasi
akan menjadi data ekonomi utama di samping produk domestik bruto (PDB) dan
tenaga kerja yang diperhatikan pasar. ”Namun
di tengah pelambatan ekonomi, pengetatan moneter bukanlah kebijakan yang
dinantikan pasar sehingga bisa memberikan sentimen negatif ke pasar,”
kata Ariston.
Tahun
2013 mungkin masih mirip dengan 2012 di mana pergerakan pasar akan sangat
volatil. Fluktuasi yang besar akan tetap berada di pasar. Pelaku pasar harus
tetap waspada menghadapi segala kemungkinan. (BENNY D KOESTANTO) ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar