Jumat, 07 Desember 2012

Papua Barat dan Pancasila


Papua Barat dan Pancasila
Syahrul Kirom ;  Alumnus Pascasarjana Jurusan Filsafat UGM Yogyakarta
MEDIA INDONESIA, 05 Desember 2012


PAPUA Barat semakin memanas. Warga Papua Barat meminta hak kemerdekaan. Persoalan tuntutan hak-hak warga Papua Barat untuk memisahkan diri dari NKRI bak gunung es. Keinginan tersebut sudah mengendap lama dan baru dirasakan saat ini. Persoalan untuk meminta hak kemerdekaan itu disebabkan warga Papua Barat sering kali mengalami eksploitasi dan diskriminasi.
Konflik di Papua tak ubahnya seperti neoimperialisme terhadap warga Papua yang sumber daya alam dan sumber daya manusianya selalu dieksploitasi tanpa diberi imbalan dan kesejahteraan yang merata. Dalam studi poskolonial, warga Papua merupakan objek yang dijajah pengusaha asing dan pengusaha dalam negeri sehingga apa yang sejatinya warga Papua miliki hak atas segala sumber daya alam di Papua justru dimonopoli kelompok tertentu, lebih khususnya pihak asing. Hal itulah yang, salah satunya, memunculkan keinginan Papua Barat menuntut kemerdekaan.
Beberapa warga Papua Barat menuntut kemerdekaan. Pertama, persoalan marginalisasi atas warga Papua sehingga rasa hormat dan martabat terhadap mereka sangat minim, baik itu dari segi ras dan warna kulit. Annia Loomba dalam karyanya, Colonialism and Postcolonialism (1998), mengatakan kasus rasialisme di Papua merupakan konstruksi dari poskolonialisme yang berusaha menjajah orang-orang Papua melalui wacana bahwa masyarakat Papua merupakan objek yang terjajah. Padahal, warga Papua Barat sejatinya juga warga Indonesia yang seharusnya diperhatikan dan diberi perlindungan.
Di sisi lain, upaya diskriminasi terhadap masyarakat Papua menjadi faktor paling utama sebagai upaya mendiskreditkan mereka sehingga kalau masyarakat Papua sudah didiskriminasikan bangsanya sendiri atau pihak asing, berarti dalam konteks studi poskolonial, masyarakat Papua menjadi objek atau dalam bahasa Jacques Derrida, seolah-olah menjadi bangsa lain.
Kedua, persoalan pembangunan dan pemberdayaan prasarana warga masyarakat Papua Barat yang tidak merata menimbulkan gejolak kekerasan. Padahal, kalau kita lihat dari sumber daya alam yang melimpah, tentunya aspek kesejahteraan mereka baik kesehatan, pendidikan, maupun ekonomi sudah harus terpenuhi secara merata. Akan tetapi, realitasnya, masih ada masyarakat Papua yang mengalami keterbelakangan.
Ketiga, persoalan hak asasi manusia sering kali dilanggar polisi. Baku tembak dan gencatan senjata antarmasyarakat Papua dan polisi sering terjadi. Bagi masyarakat Papua, itu sesungguhnya juga bagian dari pelanggaran HAM. Kekerasan fisik dengan senjata sudah seharusnya dihindari. Pelanggaran HAM kadang sering kali menimpa masyarakat Papua. Padahal, masyarakat Papua menginginkan kebebasan dan kemerdekaan, dalam artian segala sumber daya alam harus dimiliki masyarakat Papua, bukan untuk kesejahteraan orang asing. Hal itulah yang menyebabkan objek-objek masyarakat Papua menjadi terjajah, meminjam bahasa Homi Bhaba. Bangsa yang menja jah rakyatnya sendiri dengan mengeruk kekayaan alam untuk kepentingan individu dan kelompok tertentu.
Kembali ke Pancasila
Dalam konteks ini, persoalan masyarakat Papua Barat sebenarnya dapat diselesaikan dengan kembali ke nilai-nilai luhur Pancasila. Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia dan falsafah negara Indonesia. Dalam upaya merumuskan Pancasila, itu tentunya sudah melalui perenungan dan refleksi secara akomodatif untuk seluruh kepentingan masyarakat Indonesia. Pancasila terlahir dari sikap dan kehidupan yang tertindas oleh kolonialisme untuk mencapai kemerdekaan dan dalam bingkai meraih persatuan dan kesatuan. Dengan perasaan senasib dan sepenanggungan untuk mengatasi segala macam persoalan politik, ekonomi, suku, ras, dan agama, lahirlah Pancasila sebagai wujud untuk menciptakan integrasi dan menjaga stabilitas antarsesama bangsa Indonesia.
Karena itu, kehadiran Pancasila memiliki makna yang berarti (meaningful) bagi warga negara Indonesia. Pancasila juga merupakan petunjuk dalam berperilaku bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila ialah kepribadian bangsa Indonesia. Pancasila mampu meresapi kehidupan setiap anggota masyarakat Indonesia, mendasari komunikasi antar sesama warga negara Indonesia, dan menjadi pedoman hubungan antarmasyarakat sebagai keseluruhan dengan tiap-tiap anggota.
Sila kedua, `Kemanusiaan yang adil dan beradab', menekankan setiap warga negara Indonesia harus selalu menghargai harkat dan martabat orang lain, tidak boleh berbuat tercela, menghina, atau bahkan melecehkan. Harkat dan martabat manusia harus dijunjung secara adil dan beradab.
Drijarkara mengatakan, “Ada bersama.“ Artinya, `berada-bersama-dengan-sesama', mempunyai prinsip fundamental yaitu cinta kasih. Jika manusia taat pada prinsip itu, hidup bersama merupakan persaudaraan dan rasa perikemanusiaan, yang menjunjung tinggi sesama manusia, menghormati setiap manusia, segala manusia.
Sila ketiga, `Persatuan Indonesia', berupaya menyatukan di tengah-tengah konflik dan ketercerai-beraian di antara kelompok yang lain. Berupaya menyatukan perbedaan yang ada, baik itu perbedaan agama, ideologi, ras, maupun budaya. Perbedaan ras, suku, agama, dan budaya harus dijadikan alat pemersatu bangsa dan cara kita dalam menjaga keharmonisan antarwarga negara.
Upaya merajut rasa kebangsaan dan cara mengatasi perbedaan ras, suku, atau bahkan menyelesaikan konflik sosialpolitik dapat dipererat kembali dengan mengimplementasikan sila ketiga Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan begitu, konflik sosial-politik yang muncul di masyarakat Indonesia dapat diatasi dengan menggunakan pemahaman atas sila ketiga, yakni mengedepankan rasa kebangsaan bersama untuk persatuan dan kesatuan di antara warga negara Indonesia.
Sila kelima, `Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia', berupaya memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia dalam berbagai bidang kehidupan. Pengarusutamaan pada prinsip keadilan yang berpihak pada seluruh kepentingan bangsa Indonesia. Mengedepankan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. Menghormati hakhak orang lain.
Perikemanusiaan ialah konsep umum universal, yang belum menunjuk ke suatu bidang khusus kehidupan. Dalam perkembangan hidup manusia yang membuat diferensiasi, lapangan khusus kehidupan sebagai pelaksanaan perikemanusiaan yakni keadilan sosial (sila kelima). Kita berharap persoalan Papua untuk meminta hak kemerdekaan dapat diselesaikan melalui cara dialogis berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar