Menyambut
Kurikulum 2013
Anita Lie ; Anggota
Tim Inti Pengembangan Kurikulum;
Guru Besar Unika Widya Mandala, Surabaya
|
KOMPAS,
05 Desember 2012
Wacana yang berkembang di masyarakat terkait
Kurikulum 2013 sangat marak. Ada berbagai persepsi dan kritik yang berkembang
dan perlu dihargai sebagai bagian dari proses pematangan kurikulum yang
sedang disusun.
Terlepas dari cemooh ”ganti menteri ganti
kurikulum”, kurikulum memang harus senantiasa berubah seiring perubahan dalam
berbagai bidang kehidupan. Kritik dari kalangan industri justru diarahkan
pada keengganan dunia pendidikan untuk merespons perubahan dalam masyarakat
dan mentransformasi diri.
Selama era reformasi, ini adalah ketiga kalinya
kurikulum ditelaah dan dikembangkan dalam skala nasional setelah Rintisan
Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
2006. Publik sedang menantikan perubahan seperti apa dan apa yang akan
ditawarkan dalam kurikulum baru serta dampak apa yang bisa diharapkan pada
keluaran sistem pendidikan ke depan, sebagai akibat dari intervensi
pemerintah melalui pengembangan kurikulum ini.
Substansi Perubahan
Yang ramai diperbincangkan di media massa
terkait perubahan kurikulum adalah pengurangan mata pelajaran dan penambahan
jam belajar. Secara mendasar, ada empat elemen perubahan dalam Kurikulum
2013, yakni Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi (kompetensi inti dan
kompetensi dasar), Standar Proses, dan Standar Penilaian.
Penyempurnaan Standar Kompetensi Lulusan
memperhatikan pengembangan nilai, pengetahuan, dan keterampilan secara
terpadu dengan fokus pada pencapaian kompetensi. Pada setiap jenjang
pendidikan, rumusan empat kompetensi inti (penghayatan dan pengamalan agama,
sikap, keterampilan, dan pengetahuan) menjadi landasan pengembangan
kompetensi dasar pada setiap kelas. Perubahan Standar Isi dari kurikulum
sebelumnya yang mengembangkan kompetensi dari mata pelajaran menjadi fokus
pada kompetensi yang dikembangkan menjadi mata pelajaran melalui pendekatan
tematik-integratif (Standar Proses).
Perubahan pada Standar Proses berarti
perubahan strategi pembelajaran. Guru wajib merancang dan mengelola proses
pembelajaran aktif yang menyenangkan. Peserta didik difasilitasi untuk mengamati,
menanya, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta.
Perubahan Struktur Kurikulum telah
memancing reaksi pro-kontra terkait pengintegrasian mata pelajaran IPA dan
IPS dalam mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn),
Bahasa Indonesia, dan Matematika pada jenjang SD. Integrasi kompetensi dasar
yang biasanya diwadahi dalam mata pelajaran IPA dan IPS ke dalam mata
pelajaran Matematika dan Bahasa Indonesia menuntut guru terus mengembangkan
kompetensi profesional dan pedagogi mereka agar proses pembelajaran
tematik-integratif bisa mengantar peserta didik mencapai standar kompetensi
lulusan.
Sebagai bagian penting dalam rangkaian
desain kurikulum, Standar Penilaian pun seyogianya berubah pula di kemudian
hari. Penilaian yang mengukur hanya hasil pencapaian kompetensi harus
bergeser menjadi penilaian otentik yang mengukur kompetensi sikap,
keterampilan, serta pengetahuan berdasarkan hasil dan proses.
Pengembangan Kurikulum 2013 ini merupakan
pekerjaan besar yang melibatkan banyak orang, mulai dari Wakil Presiden, para
birokrat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta kementerian lain yang
terkait, akademisi, budayawan, agamawan, ilmuwan, pengembang kurikulum, dan
guru.
Proses Pengembangan Kurikulum
Proses panjang dan intensif dalam pengembangan
Kurikulum 2013 meramu dan mengolah Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi,
Standar Proses, dan Standar Penilaian. Tentu saja adu argumentasi di antara
anggota tim pengarah, tim inti, dan tim teknis pengembangan selama proses
tidak bisa dihindari dan justru memperkaya dan mematangkan desain kurikulum
yang baru.
Selanjutnya, rangkaian kegiatan uji publik
yang sudah dijadwalkan mulai dari Kamis, 29 November, dan selama bulan
Desember 2012 di sejumlah kota diharapkan bisa melibatkan para pemangku kepentingan
dan menampung berbagai aspirasi dari masyarakat. Dalam era demokrasi,
partisipasi dan keterlibatan publik akan meningkatkan rasa kepemilikan
terhadap kurikulum baru ini.
Rasa kepemilikan ini akan mendorong
keberhasilan pencapaian tujuan kurikulum dengan lebih efektif dibandingkan
dengan imposisi dari otoritas pendidikan terhadap satuan pendidikan dan
masyarakat. Tentu saja, rancangan Kurikulum 2013 tidak mungkin memuaskan
semua pihak secara optimal. Demikian pula, tidak semua anggota masyarakat yang
mempunyai aspirasi terhadap sistem pendidikan nasional bisa dilibatkan dalam
kegiatan uji publik. Di negara yang sedang memperjuangkan dan memelihara
demokrasi, ada banyak saluran penyampaian aspirasi di luar kegiatan uji
publik.
Kecemasan dan kritik lewat media massa bisa
dianggap sebagai bentuk kepedulian dan keterlibatan masyarakat terhadap
sistem pendidikan nasional. Masukan yang diharapkan dari publik mencakup—
tetapi tidak terbatas pada—perspektif tentang kompetensi inti yang melandasi
penjabaran kompetensi dasar pada setiap jenjang, struktur kurikulum,
pengintegrasian IPA dan IPS pada jenjang SD, penambahan jam belajar,
penghapusan penjurusan di SMA, serta optimalisasi potensi keberhasilan
kurikulum.
Dalam teori kurikulum, keberhasilan suatu
kurikulum merupakan proses panjang, mulai dari kristalisasi berbagai gagasan
dan konsep ideal tentang pendidikan, perumusan desain kurikulum, persiapan
pendidik dan tenaga kependidikan serta sarana dan prasarana, tata kelola
pelaksanaan kurikulum—termasuk pembelajaran —dan penilaian pembelajaran dan
kurikulum. Dalam konteks ini, keberhasilan ditentukan oleh komitmen pemegang
otoritas pendidikan di tingkat daerah, pengembangan kapasitas guru, dan
desain penilaian belajar siswa.
Apakah Kurikulum 2013 ini akan memenuhi
harapan masyarakat dan berperan dalam peningkatan mutu pendidikan di
Indonesia? Masih perlu komitmen dan kerja keras para pembuat kebijakan dan
pemegang otoritas pendidikan di tingkat nasional dan daerah, kepercayaan dan
dukungan para pemangku kepentingan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar