Jumat, 14 Desember 2012

Menjadi Lilin Pembangunan untuk Papua


Menjadi Lilin Pembangunan untuk Papua
Addin Jauharudin ;  Ketua Umum Pengurus Besar
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) 
SINDO, 13 Desember 2012


Tulisan ini mengajak kepada seluruh pembaca dan khususnya para pemangku kebijakan agar tergugah untuk menyelesaikan masalah Papua selekasnya dan tentu selaras dengan kepentingan masyarakat Papua, bukan hanya bersifat top-down, tetapi bottom-up. 
Masalah Papua bukan semata-mata masalah ekonomi, pendidikan, infrastruktur dan kesehatan, tetapi ada masalah politik, hukum dan adat yang turut menjadi bagian persoalan yang harus diselesaikan. Belum lagi masalah pembangunan sumber daya manusia yang belum maksimal. Papua adalah isu yang selalu hangat, seksis, dan sensitif, selalu menjadi ganjalan dan perbincangan. 

Menjadi ganjalan karena seharusnya bangsa ini sudah semakin memantapkan konsolidasi demokrasi, konsolidasi pembangunan dan pemerataannya bagi semua lapisan daerah dan masyarakat di saat bangsa lain sudah lebih dari kita.Menjadi ganjalan yang harus segera diselesaikan karena beberapa daerah yang pernah dilanda konflik seperti Aceh, Ambon, dan Poso sudah mulai melakukan rekonstruksi dan rekonsiliasi sosial.

Sudah cukup banyak buku, artikel, penelitian bahkan evaluasi kebijakan terkait Papua sudah dilakukan, tetapi faktanya sampai hari ini persoalan Papua terus menggelinding dan tak terselesaikan. Entah salah siapa, baik pemerintah pusat maupun daerah bahkan masyarakat di Papua memang harus sama-sama introspeksi dan berkomitmen pada pembangunan dan pemerataan hasil pembangunan, semua daerah baik perkotaan maupun pegunungan harus merasakan kue pembangunan. 

Pemerintah tak mau disalahkan dan berlindung di balik argumen sudah melaksanakan berbagai kebijakan pembangunan untuk Papua,meskipun masih belum mampu menyelesaikan masalah Papua, dari mulai pemberlakuan otonomi khusus (otsus), dana otsus pun begitu besar. Selain itu, pemerintah sudah membentuk Unit Percepatan Pembangunan Papua Papua Barat (UP4B) sesuai dengan Surat Keputusan Presiden Nomor 153/M/Tahun 2011, tertanggal 13 Oktober 2011. 

Keppres pembentukan UP4B ini dalam perjalanannya menimbulkan polemik karena bagi masyarakat Papua dianggap sebagai pembonsaian otsus.Tentu di sini diperlukan koordinasi lintas sektoral dan institusional. Berbagai kebijakan yang diberikan seyogianya berbanding lurus dengan terciptanya perdamaian, keadilan,dan kesejahteraan. Namun, realitasnya selalu menimbulkan kontradiksi dan pertentangan, meskipun bisa dikatakan kelompok yang kontra tidak mewakili kelompok Papua seutuhnya. 

Jika prosesnya tidak baik, kebijakan yang baik pun selalu akan melahirkan kontradiksi; sama seperti kebijakan terhadap Papua, otsus dipandang sebagai jawaban terhadap masalah Papua, tapi justru asumsi itu ditepis karena dampaknya belum dirasakan oleh masyarakat secara keseluruhan. Lalu siapa yang disalahkan atas kebijakan ini? Bagaimana pula formulasi mengatasinya? Kita semua harus ingat, bahwa masalah Papua adalah masalah kemanusiaan.Artinya problem yang mendasar kebutuhan manusia harus betul-betul dibangun dan dipenuhi karena itu hak dasar yang diatur dalam UUD 1945.

Empat bidang utama yaitu kesejahteraan, pendidikan, kesehatan,dan infrastruktur harus dipenuhi sebagai hak-hak dasar manusia. Jika keempat tersebut dibangun secara baik dan didistribusikan secara merata ke seluruh pelosok Papua, maka dengan sendirinya kepuasan terhadap pemerintah pusat akan muncul. 

Merujuk pada sejarah, sebenarnya semangat membangun Papua untuk lebih maju sudah diletakkan fondasinya oleh mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Apa yang dibangun dan digagas oleh Gus Dur adalah prinsip. Beliau meletakkan masyarakat Papua sebagai subjek pembangunan,bukan hanya objek yang senantiasa dipinggirkan. 

Perubahan nama Irian Jaya menjadi Papua, diizinkannya pengibaran bintang kejora serta bantuan untuk Kongres Rakyat Papua merupakan upaya Gus Dur dalam mengangkat simbol-simbol budaya Papua. Gus Dur telah menghidupkan pancaindra masyarakat Papua.Gus Dur berhasil melihat akar masalah Papua dan diwujudkan dalam pengambilan keputusan, meskipun penuh risiko.Sayangnya apa yang telah dilakukan Gus Dur tidak diteruskan oleh para pemimpin setelahnya. 

Luka lama memang belum sepenuhnya reda, apalagi proses hukum belum ditegakkan dan kekerasan selalu datang. Kepercayaan ibarat sebuah kertas menjadi sangat tipis, gampang sobek dibuang bahkan terlempar ditiup angin. Gus Dur memahami akar masalah Papua, dan ingin membangkitkannya melalui hati dan kemanusiaan. Pelajaran itulah yang ingin diteruskan oleh Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sebagai generasi penerus Gus Dur. PMII sebagai organisasi mahasiswa Islam terbesar berkepentingan untuk memperbincangkan masalah Papua, dan mencoba menjadi setitik lilin dalam memberikan kedamaian Papua. 

PMII yang memiliki visi kebangsaan dan keislaman mencoba meneguhkan bahwa Papua adalah masalah dan tanggung jawab kita semua. Papua bukan jauh, sama seperti daerah atau provisi lain. Hal yang membuat jauh selama ini adalah karena salah urus, salah kebijakan,dan sesat pikir para pemimpin kita yang telah membedakan Papua dengan daerah lain. Karena itu, di saat banyak kelompok atau organisasi berpikir bahwa Papua jauh dan tidak aman, kehadiran PMII di Papua justru menegaskan bahwa Papua sangat layak untuk dijadikan lokasi pertemuan-pertemuan nasional dan pasti aman. 

Harapan terbesar kita bahwa dengan proses komunikasi, silaturahmi antara generasi muda dapat mengikis jurang dan sebaliknya ada upaya percepatan pembangunan SDM di wilayah Papua. Saat ini Pengurus Besar (PB) PMII sedang menyelenggarakan kegiatan nasional di Jayapura, Papua, mulai 11-16 Desember 2012 di Kampus Universitas Cendrawasih dan Sentani Indah. Beberapa kegiatan utama dilakukan dalam acara ini. 

Pertama, dialog kebangsaan yang akan mengupas masalah kesejahteraan, pendidikan, dan perdamaian Papua, konsolidasi lumbung energi, dan masa depan Asia-Pasifik. Kedua, Musyawarah Pimpinan Nasional (Muspimnas). Ketiga, bakti sosial berupa penyuluhan kesehatan dan pasar murah. Keempat, haul Gus Dur yang akan dihadiri oleh seluruh tokoh-tokoh dan masyarakat Papua, sesepuh PMII, tokoh-tokoh NU dan keluarga almarhum Gus Dur. Kelima, pemancangan prasasti perbatasan. 

Kegiatan ini akan dihadiri oleh kader dan pengurus PMII se-Indonesia, para menteri Kabinet Indonesia Bersatu, tokoh-tokoh nasional, tokoh-tokoh Papua, ketua-ketua umum organisasi Kelompok Cipayung, tokoh-tokoh pemuda dan mahasiswa Papua. Kegiatan ini memilik tema besar “Tata Peradaban Baru; Membangun Bangsa dari Papua” Berbagai kegiatan ini mempunyai tiga arti penting. 

Pertama, kegiatan ini akan merumuskan agenda-agenda internal organisasi dan rekomendasi organisasi.Kedua, pembahasan dan rekomendasi terkait isu-isu strategis nasional maupun daerah, termasuk Papua, yang akan menjadi panduan dan roadmap bagi kader-kader PMII se-Indonesia. Ketiga, kegiatan ini menegaskan bahwa persoalan Papua menjadi tanggung jawab kita semua. 

Papua juga aman dan kondusif. Sekali lagi, meski kita tidak bisa menyelesaikan semua persoalan, paling tidak kita tidak meninggalkan seluruhnya, seperti disebut dalam kaidah ushul fiqh, “ma laayudroku kulluhu laa yutroku kulluhu (jika tidak bisa didapat semuanya, jangan ditinggalkan semuanya). PMII akan menjadi lilin perdamaian bagi kader-kader PMII di Papua dan bagi masyarakat Papua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar