Selasa, 18 Desember 2012

Mengubur Mimpi Swasembada


Laporan Akhir Tahun Bidang Ekonomi
Mengubur Mimpi Swasembada
KOMPAS, 18 Desember 2012



Sejak pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Kabinet Indonesia Bersatu II-nya terbentuk, swasembada pangan, terutama untuk lima komoditas utama, seperti beras, jagung, kedelai, gula, dan daging sapi, menjadi prioritas utama pencapaian kinerja.
Untuk beras targetnya swasembada berkelanjutan, bahkan kemudian diminta Presiden Yudhoyono surplus produksi 10 juta ton tahun 2014. Target produksi beras 45 juta ton dan konsumsi 34,9 juta ton.
Target optimistis tersebut diharapkan tercapai mengingat pada kabinet sebelumnya, tahun 2008 dan 2009 tercapai prestasi membanggakan. Produksi padi berturut-turut naik 5,45 persen dan 6,75 persen. Pada tahun-tahun itu Indonesia sama sekali tidak mengimpor beras.
Gula, jagung, kedelai, dan daging sapi ditargetkan swasembada tahun 2014, dengan pengertian ada toleransi impor 10 persen. Rinciannya produksi gula tahun 2014 ditargetkan 5,7 juta ton, jagung 29 juta ton, kedelai 2,7 juta ton, dan daging sapi 0,51 juta ton.
Target produksi yang ditetapkan tersebut sudah mempertimbangkan pertumbuhan konsumsi, baik karena peningkatan populasi penduduk Indonesia yang rata-rata 1,49 persen maupun peningkatan konsumsi sebagai dampak pertumbuhan ekonomi nasional. Target tersebut juga tertuang dalam kontrak kinerja antara Menteri Pertanian Suswono dan Presiden Yudhoyono.
Setiap tahun progres pencapaian target tahunan dievaluasi. Hasilnya jauh dari yang diharapkan. Bukannya target peta jalan tahunan tercapai, yang ada malah impor. Impor beras tahun 2010 sebanyak 1,8 juta ton, 2011 sebanyak 1,6 juta ton, dan tahun 2012 sekitar 1 juta ton.
Impor jagung tahun 2011 tembus di atas 3 juta ton, impor kedelai tahun 2012 mencapai 2,5 juta ton, impor gula rata-rata di atas 2 juta ton. Impor daging sapi tahun 2010 mencapai 120.000 ton, dan sapi bakalan 750.000 ekor. Catatan impor tersebut merupakan yang tertinggi dalam sejarah Indonesia.
Era pemerintahan Yudhoyono jilid II juga semacam titik balik harga komoditas di dalam negeri. Harga beras domestik untuk pertama kalinya sejak Indonesia mencapai swasembada tahun 1984 melampaui harga di pasar internasional.
Harga jagung, kedelai, dan daging sapi juga akhir-akhir ini mencapai rekor tertinggi dalam sejarah Indonesia. Harga per kilogram jagung tembus Rp 3.600, kedelai Rp 8.000, gula tembus Rp 13.000, dan daging sapi di atas Rp 100.000.
Sampai dengan akhir tahun 2012 atau tiga tahun perjalanan pemerintahan Yudhoyono jilid II, produksi lima komoditas pangan nasional tersebut jauh dari target. Produksi padi baru 68,96 juta ton gabah kering giling (setara 35 juta ton beras), jagung 18,96 juta ton, kedelai 783.160 ton, dan gula 2,6 juta ton.
Keberhasilan
Di tengah berbagai kegagalan dalam program utama, ada sejumlah keberhasilan dalam program lainnya. Setidaknya distribusi pupuk dengan sistem tertutup menjadi lebih baik, berbagai pencetakan lahan baru dan pembangunan jaringan irigasi dilakukan.
Penguatan peran Badan Karantina Pertanian sebagai palang pintu derasnya arus impor juga kian tampak. Begitu pula upaya untuk menekan laju impor buah dan sayur segar dalam rangka mendorong konsumsi lokal juga tampak nyata meski masih perlu perbaikan di sana-sini. Juga angkat topi untuk keberanian melakukan sensus sapi 2011, pengembangan industri kakao dalam negeri, dan kebijakan rotan.
Di luar itu, berbagai persoalan fundamental belum/tidak tertangani. Laju alih fungsi lahan tetap tinggi dan menggerus lahan baku pertanian, kemiskinan struktural petani akibat fragmentasi lahan juga kian nyata.
Masalah benih bersubsidi yang selalu kisruh dan tak pernah dituntaskan, daya saing komoditas pertanian terutama buah dan sayur yang masih berat, dan strategi penganggaran yang terlalu fokus pada berbagai program bantuan sosial yang tidak begitu nyata evaluasinya.
Berbagai ”pencapaian” kinerja di atas berbanding terbalik dengan dukungan anggaran yang diberikan pemerintah dan DPR dalam APBN. Tahun 2009 anggaran sektor pertanian Rp 8,2 triliun dan tahun 2012 melonjak menjadi Rp 17,8 triliun.
Kian Berat
Tahun 2012 sebentar lagi berlalu. Masuk tahun 2013. Soal swasembada, sepertinya sangat sulit untuk dicapai. Siap-siap saja semua kalangan mengubur mimpi meraih swasembada. Untuk gula, Kementerian Pertanian mengibarkan bendera putih pada tahun 2012, dengan merevisi target produksi tahun 2014 dari 5,7 juta ton menjadi 3,1 juta ton.
Alasannya tidak ada penambahan lahan dan revitalisasi industri gula juga tidak jalan. Di sisi program revitalisasi kebun tebu oleh Kementan melalui bongkar ratun baru mendapat prioritas anggaran setelah masuk tahun ketiga pemerintahan.
Swasembada beras berkelanjutan sudah 100 persen gagal. Sebab, tahun 2010, 2011, dan 2012 secara berturut-turut Indonesia mengimpor beras. Surplus produksi beras 10 juta ton juga akan sulit dicapai sekalipun sudah mengundang korporasi masuk dalam budidaya.
Kedelai sulit karena butuh tambahan produksi 3,1 juta ton (mengacu target awal) untuk mencapai swasembada. Jagung juga butuh tambahan 10 juta ton. Bisa dipastikan, untuk komoditas gula, kedelai, dan jagung juga gagal 100 persen.
Swasembada daging sapi sepertinya ada harapan setelah hasil sensus sapi oleh BPS tahun 2011 menunjukkan populasi sapi nasional 14,82 juta ekor, melampaui syarat populasi untuk mencapai swasembada.
Meski begitu, banyak pihak yang mempertanyakan hakikat swasembada daging sapi yang dipandang bukan swasembada murni. Sebab, di lapangan untuk mengejar target produksi, jutaan sapi betina produksi dipotong. Ini akan menjadi ”bom waktu” bagi Indonesia.
Tahun 2013 juga tampaknya akan menjadi tahun yang lebih berat bagi Kementan. Pemilihan umum sudah dekat dan rivalitas antarpartai politik peserta pemilu kian terang-terangan.
Bukan tidak mungkin ini akan menjadi batu sandungan dalam pencapaian berbagai target sektor pertanian, terutama swasembada, juga sektor lainnya, yang kementeriannya dinakhodai kader parpol. Tarik ulur kepentingan politik bakal kian kuat di tengah demokrasi formal yang terbangun.
Meski begitu, masih ada peluang bagi Kementan untuk memperbaiki sektor pertanian, misalnya untuk berdiri paling depan dalam setiap negosiasi dengan presiden dalam menghentikan alih fungsi lahan pertanian ke nonpertanian. Peran Kementan harus nyata dan aktif, tak cukup hanya dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan dan peraturan pemerintah pendukungnya.
Bagaimana dalam dua tahun ke depan hal tersebut bisa diimplementasikan di seluruh Indonesia? Percepatan cetak sawah baru, peningkatan daya saing buah dan sayur, penguatan kelembagaan pertanian untuk mendongkrak posisi tawar petani, perbaikan jaringan irigasi dan infrastruktur dasar lain, perakitan benih yang lebih unggul, peningkatan kinerja industri benih nasional, pengembangan transgenik pada tingkat penelitian, juga mendorong percepatan transformasi pekerja dari sektor pertanian ke industri, jasa, dan perdagangan.
Yang juga penting, mendorong lebih banyak lagi tumbuhnya industri pengolahan berbasis sumber daya pertanian lokal sehingga kesejahteraan petani jadi lebih baik. (HERMAS E PRABOWO)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar