Kamis, 20 Desember 2012

Menebar Inovasi Menuai Kemakmuran


Laporan Akhir Tahun tentang Inovasi dan Iptek
Menebar Inovasi Menuai Kemakmuran
KOMPAS, 20 Desember 2012



Petani Desa Sirnagalih, Bogor, bersyukur kedatangan Mira-1, Mei 2012 lalu. Dengan menanam varietas padi unggul tersebut produktivitas sawah mereka meningkat dari 8,5 ton menjadi 10 ton gabah per hektar.
Padi varietas unggul itu hanyalah salah satu contoh hasil program desiminasi hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan. Di luar bidang itu, ada beberapa bidang ilmu pengetahuan dan teknologi lainnya, antara lain bidang kesehatan, energi, teknologi informasi, transportasi, hankam dan material maju, yang membukukan serangkaian karya inovasi anak bangsa.
Inventarisasi karya inovasi yang dilakukan Kementerian Riset dan Teknologi (KRT) sejak tahun 2008 diperoleh lebih dari 100 karya inovasi per tahun. Inovasi itu dihasilkan berbagai lembaga riset milik pemerintah dan industri, perguruan tinggi, serta hasil swadaya masyarakat.
Pada Desember 2012, Santosa Yudo Warsono, Asisten Deputi Iptek Industri Kecil Menengah KRT melaporkan telah terdata 104 produk inovasi. Ia berkeyakinan jumlah ini sesungguhnya lebih besar. Ini karena keterbatasan jumlah anggota tim yang melakukan penelusuran di sejumlah daerah di Indonesia.
Upaya mendorong terciptanya inovasi itu sesungguhnya telah beberapa tahun terakhir ini dilakukan KRT dengan menggelar beberapa program insentif bagi para peneliti dan perekayasa, termasuk dari kalangan mahasiswa dan generasi muda. Salah satu program insentif yang digelar di KRT adalah Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa (PKPP) serta Technopreneurship Pemuda.
”Tujuan program itu untuk meningkatkan penerapan hasil penelitian serta mendorong proses komersialisasi produk inovasi,” kata Yudho Baskoro, Kepala Bidang Pengembangan dan Penguasaan Iptek Masyarakat KRT.
Sampai Desember 2012, PKPP telah menjaring 3.782 peneliti dan perekayasa dari 25 lembaga riset dan kementerian untuk melaksanakan 829 paket penelitian inovatif. Jumlah itu terseleksi dari 1.622 usulan proposal.
Untuk melaksanakan proposal paket penelitian itu, para peneliti terkait harus bergabung membentuk tim. Setiap peneliti kemudian mendapat Rp 50 juta. Total dana yang dikeluarkan untuk penelitian tahun 2012 itu sekitar Rp 190 miliar.
Berbeda dengan seleksi usulan penelitian tahun sebelumnya, jelas Deputi Menristek bidang Relevansi dan Produktivitas Iptek Teguh Rahardjo, seleksi PKPP tahun ini dikaitkan dengan dukungan penelitian itu bagi pelaksanaan MP3EI (Masterplan Program Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia) di enam koridor serta kerja sama KRT dengan daerah.
Sistem Iptek
Selama ini kebijakan pembangunan berbasis pengetahuan telah dirintis pemerintah dengan mengeluarkan Undang-Undang nomor 8 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Selama 10 tahun berjalan, undang-undang itu sayangnya tidak berlaku efektif. Salah satu kendalanya adalah tidak adanya dukungan dari pemerintah daerah untuk pengembangan iptek di daerah serta sinergi antarpemangku kepentingan.
Keluarnya undang-undang itu saja memang tidak cukup. Diperlukan peraturan turunan yang mendorong pelaksanaan teknis di lapangan. Hal inilah yang kemudian mendorong dikeluarkannya Peraturan Bersama Menristek dan Mendagri Nomor 36 Tahun 2012 tentang Penguatan Sistem Inovasi Nasional dan Sistem Inovasi Daerah (Sida). Keluarnya peraturan ini diharapkan mampu menciptakan sinergi pusat dan daerah yang selama ini berjalan sendiri-sendiri.
Sinergitas
Dalam membangun sistem iptek, kebersamaan atau kerja sama semua unsur masyarakat merupakan prasyarat penting. KRT lalu menggalang pembentukan konsorsium, pusat unggulan iptek, dan kawasan tekno (technopark) di sejumlah daerah.
Awal Desember KRT menetapkan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di Jember Jawa Timur. Tahun lalu ditetapkan Pusat Penelitian Kelapa Sawit di Medan sebagai Pusat Unggulan Iptek (PUI).
Dalam pembentukan Pusat Unggulan Iptek ini juga didorong pembentukan konsorsium yang melibatkan lembaga penelitian, perguruan tinggi dan industri. Dalam konsorsium ini industri dapat memanfaatkan hasil inovasi untuk membuat produk komersial berdaya saing tinggi.
Hingga kini ada delapan konsorsium yang terbentuk, antara lain konsorsium riset sagu di Papua, rumput laut di Sulawesi Selatan, ruminansia di Bali dan Nusa Tenggara, serta konsorsium roket nasional.
Sinergitas juga digalang melalui pembentukan technopark dan teknopolitan. Technopark dirintis KRT di Solo, Cikarang, Bandung dan Serpong. Adapun teknopolitan di Pelalawan, Pekalongan, Gresik, dan Anambas yang didukung BPPT.
Terbinanya jejaring iptek ini tentunya akan menguatkan daya saing dan dapat meningkatkan produktivitas nasional Namun hal ini memerlukan kebijakan dan komitmen yang berkesinambungan serta tidak berubah setiap berganti rezim pemerintahan. (YUNI IKAWATI)






Tidak ada komentar:

Posting Komentar