Sabtu, 08 Desember 2012

Memilih Cagub Satu Tokoh NU


Memilih Cagub Satu Tokoh NU
Salahuddin Wahid ;   Pengasuh Pesantren Tebuireng
JAWA POS, 07 Desember 2012


PEMILIHAN gubernur Jawa Timur akan digelar pada pertengahan 2013. Karena mayoritas warga Jawa Timur adalah nahdliyin, tidak heran bila muncul keinginan kuat supaya gubernur Jatim berikutnya adalah tokoh NU. Muncullah berbagai pendapat dan wacana terkait masalah tersebut.

Sejumlah nama mulai muncul. Untuk posisi cagub, muncul nama Khofifah Indar Parawansa dan Saifullah Yusuf. Untuk posisi cawagub, muncul nama Abdul Halim Iskandar (wakil ketua DPRD Jatim), Ali Maschan Moesa (anggota DPR), Ali Masykur Moesa (anggota BPK), serta Hasan Aminuddin (mantan bupati Probolinggo).

Untuk bisa mewujudkan adanya gubernur dari kalangan nahdliyin, syaratnya harus ada hanya satu calon gubernur. Jangan sampai terulang kejadian pada pilgub 2008, yakni ada empat calon dari kalangan nahdliyin. Yaitu, Khofifah, Saifullah Yusuf, Ali Maschan Moesa, dan Achmadi.

Bottom-up Struktur NU 

Muncullah usul dari Saudara Samsuddin Adlawi dalam artikel di Jawa Pos (30 November) untuk memilih satu cagub dari kalangan NU dengan cara seperti yang dilakukan dalam Pilbup Banyuwangi 2010 yang bersifat ''bottom-up'' dengan melibatkan struktur NU. Dengan cara seperti itu, diharapkan hanya ada satu calon yang didukung warga nahdliyin, sehingga sangat mungkin menang.

Dalam Pilbup Banyuwangi 2010, pengurus cabang mulai ranting, termasuk banom NU, diminta mengajukan lima nama cabup dalam formulir yang sudah disediakan. Karena merasa dihargai, para pengurus itu bersemangat. Setelah dihitung secara terbuka, yang menang adalah Abdullah Azwar Anas dengan 589 suara pendukung. Dia mengalahkan dua tokoh yang pernah menjadi ketua PC NU, Wabup incumbent, mantan ketua DPRD, yang mendapat suara tertinggi 27.

Walau sekretaris PC NU Banyuwangi muncul sebagai cawabup saingan Azwar Anaz, karena PC NU dan banom sampai tingkat kelurahan mempunyai komitmen mendukung Azwar Anas, dia memenangi kompetisi satu putaran dengan suara sekitar 43 persen. Diharapkan, dengan cara seperti itu, tokoh NU bisa memenangi pilgub 2013.

Saya tidak setuju melibatkan struktur NU dan banom mulai tingkat bawah sampai atas dalam memilih cagub dan dalam kampanye mendukung tokoh kalangan NU (siapa pun dia) yang maju menjadi cagub. Langkah itu mencederai khitah NU. Memang, masalah paling berat adalah menjaga supaya hanya ada satu tokoh dari kalangan NU yang maju sebagai calon gubernur dan juga tidak ada cawagub. Contohnya, dalam pilbup Banyuwangi, walau Azwar Anas sudah menang mutlak dalam proses pemilihan calon bupati, masih ada sekretaris PC NU yang maju menjadi cawabup.

Survei Lebih Teliti 

Daripada proses menjaring cagub melalui struktur NU dan banom NU di seluruh Jatim, akan lebih teliti dan lebih cemat bila dilakukan survei terhadap warga Jawa Timur, bukan hanya warga NU, untuk mengetahui siapa tokoh kalangan NU yang layak tampil sebagai cagub Jatim. Survei itu harus dilakukan lembaga yang sudah jelas prestasinya. Sekilas, kita melihat hanya ada dua calon yang perlu dipilih salah satu, yaitu Khofifah atau Saifullah Yusuf.

Khofifah pernah menunjukkan kemampuan menandingi Soekarwo dalam pilgub 2008. Karena itu, banyak pihak yang merasa yakin bahwa dia adalah pilihan terbaik. Tapi, kalau kita mau hanya ada satu calon gubernur (dan cawagub) dari kalangan NU, supaya fair, memang harus ada survei untuk menentukan siapa cagub tersebut. Pertanyaannya, bagaimana membuat Khofifah dan Saifullah bersedia mematuhi hasil survei itu?

Tampaknya, tidak ada pilihan lain kecuali membentuk tim yang ditentukan PW NU dan PW Muslimat NU. Tim tersebut memilih lembaga survei yang dipercaya dan mengeksekusi hasil survei itu. Walaupun tidak sejalan dengan khitah, langkah tersebut masih bisa dipahami dan diterima karena bertujuan menyatukan langkah. Kita harapkan struktur NU dan banom tidak terlibat dalam kampanye.

Kalau tanpa survei atau PW NU melakukan survei secara sepihak tanpa melibatkan PW Muslimat NU dan Muslimat NU juga membuat survei sendiri dan masing-masing ngotot untuk menjadi cagub, sulit untuk mencegah tidak akan munculnya dua calon dari kalangan NU. Kalau itu terjadi, sulit untuk bisa memenangi kompetisi dalam Pilgub Jatim 2013.

Kalau pada pilgub 2013 ini kedua tokoh dan kelompok pendukungnya berhasil mencapai kesepakatan, kita layak berharap kesepakatan tersebut bisa diikuti calon-calon lain dalam pilkada di banyak tempat. Kalau keduanya tidak berhasil mencapai kesepakatan, jangan heran kalau kalangan NU selalu kalah dalam pilkada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar