Kamis, 20 Desember 2012

Makna Doktor HC dari Universitas Utara Malaysia untuk Presiden SBY



Makna Doktor HC dari Universitas Utara Malaysia untuk Presiden SBY
Endi Haryono dan Mohamad K Abdullah ;  Dr Endi Haryono, Dosen Program Master Ilmu Politik UGM dan penulis buku Dilema Mahathir (2010);  Prof Dr Mohamad Kamarulnizam Abdullah, Dosen School of International Studies, College of Law Government and International Studies (Colgis) UUM Malaysia
JAWA POS, 20 Desember 2012



KEMARIN Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mendapat penghargaan honoris causa of doctor philosophy (HC) bidang leadership in peace dari Universitas Utara Malaysia (UUM). Universitas negeri terkemuka di Malaysia itu memberikan doktor HC dalam bidang hubungan internasional. Sebelumnya, pada 3 September 2012, Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta memberikan doktor HC kepada mantan PM Mahathir Mohamad dalam bidang pembangunan ekonomi dan kepemimpinan. Dua peristiwa pada 2012 itu menandai bukan hanya kedekatan hubungan dua negara, tetapi sekaligus mengisyaratkan komitmen dua negara untuk menjaga keterkaitan sosial-budaya dan pendidikan.

Rektor sehari-hari (Naib Chancellor) UUM Prof Dato Dr Mohamed Mustafa Ishak menjelaskan bahwa Presiden SBY mendapat anugerah tersebut karena kontribusinya dalam mempererat hubungan dua negara. Bukan hanya secara politik, tetapi juga dalam bidang sosial-budaya dan pendidikan. Presiden SBY juga dinilai berhasil memimpin Indonesia menjadi pendorong kemakmuran Asia Tenggara. 

Yang Dipertuan Agung Sultan Abdul Halim, kepala negara Malaysia yang sekaligus secara ex-officio sebagai rektor (pro- chancellor) UUM, menyerahkan penghargaan tersebut dalam sebuah wisuda khusus di istana negara di Kuala Lumpur, 19 Desember 2012. UUM adalah salah satu universitas di Malaysia dengan jumlah mahasiswa Indonesia yang besar, 700 orang. 

SBY merupakan tokoh pertama Indonesia yang menerima gelar itu dari UUM. Sosok seperti Margaret Thatcher, Tun Dr Mahatir Mohamad, dan Tun Abdullah Badawi yang menerima gelar doktor HC sebelumnya. SBY memberikan pidato berjudul Membangun Dunia yang Lebih Baik.

Kesamaan Belum Menyatukan 

Hubungan bilateral Indonesia-Malaysia, yang berlangsung hangat dengan peningkatan stabil transaksi ekonomi timbal balik, bukannya tanpa ganjalan. Sebagai dua negara serumpun yang berbagi warisan sosial-budaya yang sama, kesalahpahaman bisa kerap mengganggu. Ganjalan-ganjalan itu mencakup, misalnya, klaim atas warisan budaya, insiden penangkapan nelayan, perbedaan pemahaman garis batas, dan kasus tenaga kerja Indonesia, serta kasus menyangkut mantan Presiden Habibie oleh mantan Menpen Malaysia. Beberapa dari kesalahpahaman tersebut kerap mengobarkan kemarahan publik di Indonesia. 

Indonesia dan Malaysia hingga kini belum berhasil mengubah kesamaan warisan sosial-budaya sebagai bangsa serumpun menjadi elemen yang menyatukan. Kedua negara harus mengakui kenyataan ini dan sekaligus introspeksi. Dalam situasi ini, Presiden SBY, harus diakui, tidak hanya menunjukkan kedewasaan yang mengagumkan dalam menangani ganjalan dan percikan api kemarahan yang kerap terjadi di Jakarta, tapi juga membuat sejumlah inisiatif untuk memperkukuh hubungan dua negara. 

Indonesia, sama dengan Malaysia, menempatkan ASEAN sebagai concentric circle (fokus) terpenting dalam politik luar negerinya. Kedua negara adalah pendiri ASEAN bersama Thailand, Singapura, dan Brunei. ASEAN sekarang berkembang menjadi sepuluh negara dan tantangannya semakin kompleks secara global maupun regional. Di tingkat ASEAN sendiri masih ada sejumlah masalah yang belum terselesaikan.

Pemimpin ASEAN bersepakat membangun sebuah komunitas bersama (ASEAN community) pada 2015. Komitmen itu memerlukan perubahan dalam cara berpikir, baik di tingkat pemimpin maupun di kalangan masyarakat awam, dan terutama kalangan akademisi, pekerja media, dan aktivis organisi non pemerintah. Indonesia dan Malaysia harus menjadi poros komunitas ASEAN melanjutkan peran ketika pembentukan organisasi kerja sama regional ini. Untuk mengambil peran ini, kedua negara harus lebih awal menuntaskan masalah-masalah bilateralnya. Isyarat kesepahaman dari kampus yang disambut baik ini layak diperluas. 

Bebas-Aktif Berinisiatif 

Politik luar negeri Indonesia di bawah SBY bisa disebut sebagai politik bebas-aktif dengan banyak inisiatif. Tak hanya politik, tetapi juga inisiatif budaya dan pendidikan. Tantangan yang dihadapi: memulihkan stabilitas sosial-ekonomi pascakrisis, menjaga keutuhan negara, dan memulihkan citra Indonesia di luar negeri. Prioritasnya: memulihkan martabat bangsa dan meningkatkan citra positif Indonesia di luar negeri. Strategi diplomasi: moderat, bertumpu kepada pendekatan kawasan ketimbang sektoral, dan mengedepankan diplomasi publik.

Indonesia memprioritaskan diplomasi multilateral (multilateral diplomacy) dengan memperhatikan tiga wilayah utama (concentric circle): 1. ASEAN; 2. ASEAN+3 (China, Jepang, Korsel) dan ASEAN+1 (Australia); dan 3. Uni Eropa dan Amerika Serikat. Indonesia juga menjaga peran organisasi internasional bahwa Indonesia turut menjadi pendiri seperti: Organisasi Konferensi Islam (OKI), Group-77, dan Gerakan Nonblok (GNB). 

Peran Indonesia dalam politik internasional pernah mengalami masa surut pascakrisis ekonomi. Sejalan dengan perbaikan ekonomi nasional, Indonesia kembali aktif membuat inisiatif dalam politik internasional. Indonesia juga mengembangkan diplomasi kebudayaan, misalnya lewat Forum Kebudayaan Dunia (World Cultural Forum -WCF) pada 2013 di Bali, dan pendirian Rumah Budaya Indonesia (Indonesian Cultural House) di sejumlah negara. 

Selain itu, pencapaian SBY yang terpenting sesungguhnya ialah menjaga proses reformasi politik dan konsolidasi demokrasi di Indonesia. Saat ini, meskipun melalui sejumlah tantangan berat, demokrasi telah diterima secara luas sebagai sistem dan praktik politik di Indonesia. Keberhasilan ini dalam beberapa hal menutup pencapaian kurang berhasil Presiden SBY di sektor-sektor lain seperti reformasi birokrasi dan pemberantasan korupsi.

Tantangan ke depan Indonesia dan Malaysia ialah memperkukuh lagi hubungan bilateral pada semua bidang. Hubungan yang kukuh tidak hanya akan memberikan dampak produktif bagi masyarakat dua negara, tetapi juga bagi masyarakat ASEAN. Indonesia dan Malaysia harus berbagi peran menjadi pilar komunitas ASEAN. Dan untuk itu, kerja sama lebih erat di bidang pendidikan dan kebudayaan harus menjadi pilihan prioritas untuk mengimbangi peningkatan transaksi ekonomi dua negara.
●  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar