Selasa, 18 Desember 2012

Kurikulum yang Damai


Kurikulum yang Damai
Ahmad Baedowi ;  Direktur Pendidikan Yayasan Sukma, Jakarta
MEDIA INDONESIA, 17 Desember 2012


DAMAI adalah karakter. Untuk mencapainya, dibutuhkan laku sikap dan cara berpikir positif yang dirancang melalui sebuah skenario. Jika skenario adalah sebuah rencana, pendidikan adalah domain yang mampu mewadahi setiap orang untuk menggali potensi damai dalam diri masing-masing. Dalam pendidikan, seseorang harus bersedia belajar tentang semua hal, termasuk menggali rasa dan situasi damai. Seperti semua ajaran agama, rasa dan situasi damai merupakan pesan abadi yang dibawa setiap nabi dengan agama masing-masing. Karena itu, pendidikan ialah sarana keselamatan setiap orang.

Rencana pemerintah yang akan melakukan revisi terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan dan memasukkan kompetensi sikap (attitude) sebagai landasan pengembangan kurikulum yang baru patut mendapat respons positif. Setidaknya ada empat alasan pengembangan kurikulum versi pemerintah ini dilakukan. (1) Fenomena yang mengemuka seperti maraknya tawuran dan praktik kekerasan lainnya di tingkat sekolah, serta ketidakjujuran dalam penyelenggaraan ujian nasional. (2) Persepsi masyarakat yang menyangkut beratnya beban kurikulum, nirkarakter, dan terlalu kognitif.

Dua alasan terakhir ialah (3) tantangan masa depan berupa globalisasi dan kemajuan informasi/teknologi serta (4) kompetensi masa depan yang di antaranya diperlukan kemampuan komunikasi yang baik terutama dalam menimbang aspek moralitas dari setiap peristiwa yang terjadi dengan kemampuan berpikir kritis. Keempat alasan itu penting untuk dicermati, terutama menyangkut persepsi masyarakat soal minimnya karakter siswa. Karena itu, memasukkan isu pendidikan damai dan toleransi merupakan imperatif bagi usaha penubuhan dan implementasi kurikulum baru.

Salah satu strategi yang dapat digunakan untuk menumbuhkan sikap dan karakter siswa yang positif ialah melalui kurikulum yang damai. Dengan lebih mengedepankan sikap dan karakter, bisa dibayangkan bahwa proses belajar-mengajar akan mengalami banyak perubahan. Jika dalam kurikulum lama peran guru dan buku teks sangat dominan, dalam perspektif kurikulum baru penelusuran minat dan bakat siswa jauh lebih utama untuk diidentifikasi terlebih dahulu oleh para guru. Itu artinya tingkat kreativitas guru harus menjadi prioritas utama untuk ditingkatkan melalui sebuah skenario professional development yang akurat.

Terus Belajar

Pengembangan kemampuan profesional (professional development) sesungguhnya merupakan usaha sadar dan berkesinambungan untuk meningkatkan mutu tenaga pendidikan di sebuah lembaga pendidikan. Di antara beberapa prinsipnya ialah, pertama, manajemen sekolah harus senantiasa berusaha menumbuhkan kesadaran dan minat di kalangan guru untuk terus-menerus belajar agar mereka dapat merespons tuntutan (standar) profesionalitas dan dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang berjalan secara dinamis. Peran kepala sekolah sangat penting dalam menangani isu itu.

Kedua, proses pembelajaran merupakan kunci utama untuk meraih hasil pendidikan yang optimal. Oleh sebab itu, penting bagi setiap sekolah untuk memberikan prioritas pada proses belajar-mengajar yang bermutu. Untuk itu, penguasaan tentang bidang studi yang diajarkan (kompetensi) dan keragaman pendekatan pembelajaran, termasuk metode, merupakan bagian yang menyatu dalam setiap upaya untuk meningkatkan kemampuan profesional guru.

Ketiga, interaksi antara guru dan murid di dalam proses pembelajaran merupakan bagian yang menentukan pembelajaran yang efektif. Keberhasilan murid dalam memahami atau menguasai apa yang disampaikan guru dalam pembelajaran (konsep atau bahan ajar) tidak dapat dipisahkan dari kemampuan guru dalam mengomunikasikannya. Untuk itu, diperlukan kemampuan atau keterampilan guru berkomunikasi secara efektif dalam menyelenggarakan pembelajaran yang bermutu (quality teaching).

Keempat, murid sebagai subjek dari pembelajaran. Efektivitas pembelajaran dicirikan atau mensyaratkan adanya peran serta aktif murid dalam pembelajaran. Kemampuan guru untuk mendorong para murid aktif dalam proses pembelajaran menjadi faktor penting dalam menciptakan pembelajaran yang bermutu. Untuk itu, diperlukan kemampuan guru dalam menerapkan dan mengembangkan pendekatan-pendekatan partisipatif (active learning).

Pengembangan kemampuan komunikasi guru yang efektif itu cukup menarik, apalagi jika dikaitkan dengan konsep self-training yang pernah dijabarkan oleh Thomas Gordon (2000), pakar pendidikan yang dikenal luas sebagai pionir dalam kemampuan komunikasi guru. Gordon pakar di bidang penggunaan metode-metode resolusi konfl ik terhadap hubungan sekolah murid-guru-orangtua, yang tergambar dalam bukunya, Teacher Effectiveness Training (TET). Guru diharapkan mampu membekali diri dengan keterampilan dan metode komunikasi efektif agar dapat menciptakan suatu tujuan diri (self-direction), tanggung jawab pada diri sendiri (selfresponsibility), penentuan nasib sendiri (self-determination), pengontrolan diri sendiri (selfcontrol), dan evaluasi diri sendiri (self-evaluation).

Saya membayangkan, dalam proses belajar-mengajar para guru secara terbuka mendiskusikan perbedaan budaya, toleransi, dan nilai-nilai kemanusiaan lainnya. Guru juga diharapkan dapat mengembangkan kemampuan komunikasi dan interaksi sosial siswa yang mampu meningkatkan nilainilai kedamaian. Di atas semuanya, kemampuan guru untuk menumbuhkan kemampuan siswa dalam berpikir kritis dan mampu memecahkan masalah yang berkaitan dengan konflik dan kekerasan di lingkungan sekolah. Karena itu, kurikulum yang damai merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari dalam strategi dan implementasi kurikulum baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar