Rabu, 12 Desember 2012

Harmonisasi KPK dan Polri


Harmonisasi KPK dan Polri
Jamal Wiwoho ;  Guru Besar Fak Hukum UNS 
SUARA MERDEKA, 10 Desember 2012


Pertemuan anggota Komisi III DPR dengan 14 mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari Polri selama sekitar tiga jam, baru-baru ini tetap menyisakan sebuah tanda tanya besar dalam pemahaman publik. Ini cukup beralasan jika pertemuan itu dikaitkan dengan kurang harmonisnya hubungan KPK dengan DPR serta hubungan KPK-kepolisian.
Hubungan KPK-DPR sempat merenggang, beberapa waktu lalu, menyusul bocornya ide dari DPR untuk merevisi UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diduga akan mengamputasi kewenangan KPK, terutama dalam melakukan penyadapan dan penuntutan.
Skenario penggembosan KPK itu mendapatkan penolakan publik secara luar biasa. Hampir semua komponen masyarakat, mulai dari mahasiswa, pelajar, akademisi, artis, tokoh agama, tokoh lintas agama, dan pegiat antikorupsi beramai-ramai mendatangi KPK untuk memberi dukungan moral kepada pimpinan KPK. Mereka berdemonstasi mendukung KPK dan menentang keras rencana revisi UU KPK.
Kuatnya penolakan itu dapat dimaknai bahwa masyarakat tidak setuju dengan ide DPR melucuti kewenangan KPK, karena disinyalir akan memperlemah kedudukan lembaga penegakan hukum bidang korupsi itu. Dalam perspektif sosiologi, kepercayaan publik terhadap kredibilitas KPK makin besar.
Sementara itu, hubungan kurang harmonis antara KPK dan kepolisian sebenarnya sudah berlangsung sejak lama. Dimulai dari pertarungan cicak vs buaya I, seperti dilontarkan Kabareskim waktu itu, Komjen Pol Susno Duaji. Kemudian terjadi perebutan penanganan perkara dugaan korupsi kasus pengadaan simulator SIM di Korlantas Mabes Polri.
Dilanjutkan dengan mengungkap kembali kasus penyergapan di kantor KPK oleh Polri untuk menangkap Novel Baswedan (salah seorang penyidik KPK) yang diduga melakukan tindak pidana penganiayaan saat bertugas di Polda Bengkulu.
Melihat betapa gentingnya hubungan KPK-kepolisian, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terpaksa turun tangan dan memberikan otoritas kepada KPK untuk menangani kasus simulator SIM Korlantas dan mengesampingkan sementara penanganan perkara Novel Baswedan.
Namun, ketidakharmonisan hubungan KPK-kepolisian berlanjut dengan tidak diperpanjangnya masa tugas 20 penyidik KPK dengan alasan pembinaan karier sebagai anggota korps polisi, dilanjutkan dengan mundurnya 6 penyidik dari KPK untuk kembali ke korps Bhayangkara, di samping ditariknya 13 penyidik karena habis masa tugasnya di KPK.
Melihat rentetan peristiwa itu, maka pertemuan tertutup antara Komisi III DPR dan mantan penyidik KPK dapat dipandang dari dua segi. Pertama, secara positive thinking, seperti disampaikan oleh Ketua Komisi III I Gede Pasek Suandika dan Kabareskrim Komjen Pol Sutarman, pertemuan itu untuk meningkatkan sinergitas hubungan KPK-DPR dan KPK-kepolisian ke depan.
Kedua, patut dipertimbangkan pernyataan anggota Komisi III Ruhut Sitompul yang tidak hadir dalam rapat tertutup itu dan menengarai ada udang di balik batu pada pertemuan tersebut. Artinya, diduga ada hidden mission pada pertemuan itu, khususnya yang berkaitan dengan masalah penyadapan dan kepemimpinan KPK serta dugaan adanya upaya-upaya pelemahan KPK oleh Tim Mawar, sebagaimana pernah disinyalir oleh anggota Komisi III DPR Bambang Soesetyo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar