Rabu, 19 Desember 2012

Harapan dan Optimisme Pembangunan JSS


Harapan dan Optimisme Pembangunan JSS
Fatah Sulaiman ;  Wakil Rektor Bidang Kerja Sama, Komunikasi, dan Perencanaan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
MEDIA INDONESIA, 18 Desember 2012


GAGASAN menghubungkan Sumatra, Jawa, dan Bali pertama kali dikemukakan Presiden Soekarno pada 1960. Para presiden Indonesia di era berikutnya mengembangkan gagasan pembangunan infrastruktur strategis guna menghubungkan pulau-pulau tersebut. Presiden Soeharto menginstruksikan BPPT mengkaji gagasan dan konsep hubungan langsung Sumatra-Jawa-Bali (Trinusa Bimasakti) pada 1986.

Dalam masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, diterbitkan empat peraturan perundang-undangan guna mewujudkan cita-cita besar tersebut, yaitu PP No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Jembatan Selat Sunda merupakan bagian jaringan jalan bebas hambatan nasional dan Kawasan Selat Sunda merupakan Kawasan Strategis Nasional), Keppres No 36 Tahun 2009 tentang Tim Nasional Persiapan Pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS), Perpres No 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 (Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda menjadi salah satu program utama), dan Perpres No 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda (KSISS). Penerbitan peraturan perundang-undangan tersebut merupakan political will yang sangat kuat dari pemerintah guna mewujudkan konektivitas Jawa dan Sumatra.

Lesson Learned

Kehadiran infrastruktur jembatan penghubung dua tempat pada hakikatnya akan meningkatkan dan memperlancar interaksi orang, barang, dan jasa. Kondisi itu selanjutnya mendorong perkembangan pusat kegiatan ekonomi baru dan pola ruang baru, kemudian akan memacu pertumbuhan ekonomi tidak hanya pada daerah-daerah yang terhubung, tetapi juga mencakup wilayah t l lebih luas lagi.

Seiring dengan perkembangan teknologi, pembangunan jembatan tidak hanya melintasi sungai. Telah banyak dibangun jembatan untuk melintasi teluk, selat, bahkan laut. Jembatan Golden Gate di Amerika Serikat, misalnya, menghubungkan San Francisco dengan Distrik Marin, melintasi Teluk San Francisco. Jembatan Akashi Kaikyo menghubungkan Kobe-Pulau Honsu dengan Iwaya-Pulau Iwaji, melintasi Selat Akashi dengan bentang tengah 1.991 meter (terpanjang di dunia). China telah mengoperasikan Jembatan Xihoumen dengan bentang tengah 1.650 meter, menghubungkan Pulau Jin tang dan Pulau Ce Zi. Jika tidak bermanfaat, jembatan tentu tidak akan susah payah dibangun.

Denmark dan Swedia bekerja sama membangun Jembatan Oresund yang menghubungkan wilayah Copenhagen, Denmark, dengan Malmo, Swedia, melintasi Selat Oresund. Infrastruk tur tersebut merupakan jembatan jalan dan rel terpanjang di Eropa. Pada 2007, hampir 25 juta orang melintasi Jembatan Oresund (15,2 juta orang dengan mobil dan bus, serta 9,6 juta dengan kereta api). Dua tahun berikutnya, jumlah itu meningkat menjadi 35,6 juta orang. Kehadirannya telah membuat GDP kawasan Oresund tumbuh lebih tinggi daripada rata-rata wilayah lain Uni Eropa. Naik dari 115.203 juta euro di 2000 menjadi 130.758 juta euro di 2006, tumbuh 13,5% jika dibandingkan dengan wilayah Uni Eropa yang hanya meningkat 12,5%.

Sebelum Jembatan Oresund dioperasikan, penyeberangan Copenhagen-Malmo dilayani feri. Layanan feri tersebut tidak mati, tapi bertransformasi dengan mutu pelayanan yang semakin baik.

Teknologi dan Tantangan Alam

Tantangan pembangunan jembatan lintas sungai sangat berbeda dengan lintas selat ataupun laut. Dalam hal lebar dan kedalamannya sudah berbeda. Teknologi jembatan terus berkembang. Itu tecermin dari semakin panjangnya bentang yang dibangun, mulai pembangunan jembatan gantung di Menai (Wales, Inggris) yang hanya 177 meter pada 1826 hingga Jembatan Akashi Kaikyo dengan bentang 1.991 meter yang dioperasikan pada 1998. Tidak ada masalah dengan teknologi. Itu justru terus berkembang karena adanya tantangan. Bila merujuk pada keberhasilan pembangunan Jembatan Xihoumen dan Akashi Kaikyo, JSS dengan tantangan bentang sekitar 2.200 meter bukanlah hal yang mustahil.

Kekhawatiran terhadap tantangan alam seperti gempa, arus, dan angin jangan di jadikan penghambat untuk mewujudkan JSS. Situasi di Selat Akashi tidak jauh berbeda. Ketika pelaksanaan pembangunannya, para ahli teknik harus menghadapi berbagai tantangan alam. Arusnya begitu kuat, kecepatan angin hingga 46 m/detik sering membawa badai, dan kadang gempa berkekuatan 7 hingga 8 pada skala Richter (SR) mengguncang pekerjaan.

Jembatan Akashi Kaikyo tidak rusak ketika terjadi gempa bumi besar berkekuatan 7,3 SR. Padahal, Kobe dan sekitarnya mengalami kerusakan hebat. Gempa bumi hanya membuat pilonnya bergeser 1 meter menjadi 1.991 meter, dari sebelumnya 1.990 meter. Jembatan gantung yang ada di dunia telah dirancang dan terbukti tahan terhadap pengaruh gempa.

Kondisi seismicity dan vulkan yang kompleks tidak menyurutkan langkah Jepang untuk menghubungkan berbagai wilayah kepulauan mereka yang terpisah selat dan laut demi memperoleh manfaat ekonomi yang signifikan.

JSS merupakan mata rantai terpenting dalam penguatan konektivitas nasional (Jawa dan Sumatra) sesuai dengan program MP3EI, sebagai sarana untuk mewujudkan visi Indonesia menjadi sebuah negara dengan ekonomi besar di 2025.

Masyarakat di Provinsi Banten dan Lampung telah lama menantikan kehadiran JSS. Keberadaannya akan memberikan peluang ekonomi yang sangat banyak, beragam, dan luas. Ia juga akan memicu dan mendorong pembangunan di wilayah Banten Selatan yang saat ini tertinggal. Pertanyaannya, apakah untuk memperoleh manfaat beragam dan luas seperti itu hanya cukup dilakukan dengan mengandalkan penyeberangan feri saja? Masyarakat Banten sedih karena harus merasakan dan melihat antrean di Merak yang setiap tahun bertambah panjang.

Tidak terbangunnya JSS merupakan tindakan pembiaran terhadap keterpurukan masalah logistik nasional dan akan membuat masyarakat Banten dan Lampung serta Sumatra dan Jawa kecewa karena pertumbuhan ekonomi mereka terhambat. Kita sebagai warga negara yang baik harus optimistis dan berprasangka baik kepada pemerintah. Di balik segala kesulitan dan tantangan pasti ada peluang dan kemudahan. Pelaksanaan program pembangunan KSISS dan JSS akan memberikan manfaat sangat besar bagi masyarakat, seperti yang telah dirasakan negara-negara lain di dunia. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar