Eskalasi
Ketegangan di Asia Timur Laut
Bacelius Ruru ; Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang
Hubungan Keuangan Regional (1990-1993), Ketua BAPPEPAM (1993-1995), dan
Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan BUMN (1995-1998)
|
SINAR
HARAPAN, 18 Desember 2012
PEMILIHAN
umum di Jepang pada Minggu (16/12) mengakibatkan perubahan pemerintah dari
yang dikuasai Democratic Party of Japan ke pemerintah yang dipimpin oleh
Liberal Democratic Party (LDP). Pemimpin LDP Shinzo Abe kembali menjadi
perdana menteri setelah LDP kalah dalam pemilu sebelumnya.
Dalam kampanye pemilu kali ini, LDP menggunakan isu
"Senkaku" sebagai salah satu tema kampanye, dan tampaknya tema ini
mendapat dukungan yang cukup besar dari para pemilih Jepang. Ketika LDP
menang dan Shinzo Abe menjadi perdana menteri, salah satu tugas utamanya
adalah bagaimana hubungan dengan Beijing dilaksanakan dalam kaitannya dengan
tema kampanye LDP.
Seperti diketahui, akhir-akhir ini ketegangan antara
kedua negara semakin memuncak karena adanya sengketa rangkaian pulau yang
oleh Jepang disebut Senkaku, sedangkan oleh China disebut Diaoyu. Terakhir
sebuah pesawat China Maritime Service memasuki wilayah udara di atas Senkaku,
menyebabkan Jepang mengirim delapan pesawat tempur F 15 untuk
"mengusir" pesawat China tersebut, sekalian menyampaikan nota protes
ke China melalui dubesnya di Tokyo.
Sementara juru bicara Kementerian Luar Negeri China
Hong Lei mengatakan penerbangan yang dilakukan oleh China di Diaoyu adalah
"penerbangan rutin" karena Diaoyu adalah wilayah teritorial China.
Klaim dan kontra klaim kedua negara atas pulau-pulau tersebut memang
meresahkan karena salah mengambil keputusan dapat mengakibatkan suatu konflik
fisik yang dampaknya sulit diprediksi.
Tidak bisa dimungkiri lagi bahwa dengan pertumbuhan
ekonomi yang fenomenal selama dua dekade ini China telah tumbuh dan
berkembang menjadi salah satu superpower di dunia, dengan kekuatan militer
yang sedemikian besarnya akibat modernisasi yang dilakukan secara
terus-menerus.
Jepang, kendati pun mengalami masalah dalam bidang
ekonomi, tetapi dari sisi militer terikat dengan suatu pakta pertahanan
dengan Amerika Serikat secara bilateral. Konflik terbuka antara China dan
Jepang secara potensial dapat menyeret Amerika Serikat sebagai partner Jepang
dalam pakta pertahanan termaksud.
Mengingat kondisi objektif seperti ini para analis
cenderung berpendapat kedua negara akan selalu berusaha menahan diri untuk
mencegah kemungkinan yang tidak diharapkan.
Dampak Kemenangan LDP
Seperti dikemukakan di atas, salah satu tema
kampanyenya LDP dalam pemilu adalah adanya ancaman China terhadap kedaulatan
Jepang sehingga perlu dilakukan langkah-langkah seperlunya untuk mengatasi
ancaman tersebut.
Salah satu langkah yang perlu dilakukan adalah
meningkatkan kemampuan angkatan bersenjata Jepang, dan ini terlihat dari
rencana pemerintah Jepang membeli pesawat supercanggih F 35, serta
serangkaian peralatan militer baru lainnya.
Selain itu, agar peningkatan daya serang angkatan
bersenjata Jepang tidak bertentangan dengan Konstitusi (buatan Mc Arthur
selaku penguasa Jepang setelah Jepang menyerah pada Sekutu tahun 1945),
khususnya Pasal 9 yang mengatur angkatan bersenjata Jepang hanyalah
semata-mata untuk pertahanan dan bukan untuk menyerang negara lain, maka
terdapat pemikiran juga untuk mengamendemen Konstitusi untuk memberi legitimasi
konstitusional atas peningkatan kemampuan angkatan bersenjata Jepang. Karena
itu angkatan bersenjata Jepang dikenal dengan "Self Defence Force."
Secara nyata kebutuhan peningkatan kemampuan angkatan
bersenjata Jepang sebenarnya bukan hanya untuk mengimbangi China, tetapi juga
hubungan Jepang dengan Korea Utara, terutama setelah Korea Utara berhasil
meluncurkan roket jarak jauh beberapa hari yang lalu.
Hubungan Jepang dengan Korea Selatan juga sempat tegang
akibat kunjungan Presiden Lee ke pulau yang oleh Jepang disebut Takeshima,
sedangkan Korea menamainya Dokdo. Begitu pula ambisi Jepang untuk mendapatkan
lagi pulau-pulau di utara Jepang (Habomae dan Shikotan) yang dikuasai Rusia
setelah Perang Dunia II, tampaknya harus ditopang secara militer.
Sebagai suatu negara yang pernah unggul secara militer
di kawasan Asia Pasifik tentunya perkembangan hubungan dengan China serta
Korea Utara, serta segenap kemungkinan yang harus dihadapi Jepang dengan
Korea Selatan dan Rusia, menyebabkan Jepang harus berupaya agar angkatan
bersenjatanya bukan lagi semata-mata untuk "bela diri", tetapi juga
untuk keperluan yang lebih strategis secara militer.
Namun dari semua kesiagaan Jepang secara militer yang
tampaknya dirasakan perlu segera dilaksanakan adalah menyangkut agresivitas
China mengenai sengketa teritorial kedua negara. Dengan adanya penerbangan
pesawat China Maritime Aviation di atas pulau Senkaku/Diaoyu, serta
dikirimnya delapan pesawat tempur F 15 Jepang untuk menangkal penerbangan
tersebut, secara potensial dapat menimbulkan perang terbuka.
Tetapi tampaknya tidak ada jalan lain bagi Jepang untuk
mengatasi adanya peristiwa tersebut, selain mengirim pesawat tempurnya. Pihak
China berdalih wilayah tersebut adalah wilayah teritorialnya, dan penerbangan
tersebut dimaksudkan untuk memperingati "Nanking Massacre", yaitu
pembantaian bala tentara Jepang atas penduduk Nanking (Nanjing) sewaktu
Perang Dunia II.
China sedang mengalami suatu transformasi dari suatu
negara yang merasa pernah "dilecehkan" oleh Jepang (dan juga
negara-negara Barat lainnya) di abad yang lalu, menjadi suatu negara dengan
kekuatan ekonomi dan militer kedua terbesar di dunia. Selain itu telah
terjadi pergantian kepemimpinan dari Hu Jin-tao ke Xi Jinping, yang masih
belum jelas apakah dia akan menempuh jalur diplomatik atau jalur militer.
Namun yang jelas Xi Jinping sebagai pemimpin Partai Komunis China juga adalah
Presiden sekaligus Pemimpin Tertinggi Angkatan Bersenjata China.
Peristiwa berupa pembelian Pulau Senkaku oleh
pemerintah Jepang dari perorangan pemilik pulau tersebut menyebabkan demo
rusuh di kota-kota besar China yang berdampak pada perusakan barang-barang
"berbau" Jepang.
Dampak langsung dari demo tersebut adalah ditutupnya
atau dikuranginya produksi barang-barang Jepang di China, padahal perusahaan
besar Jepang di berbagai sektor menjadikan China sebagai pasar utamanya.
Keadaan ini memperburuk kondisi perekonomian Jepang sehingga menambah
antipati Jepang terhadap China. Jadinya rasa saling tidak menyenangi ini
bersifat mutual, dan inilah salah satu faktor yang mempertinggi eskalasi
ketegangan di kawasan tersebut.
Sengketa antara Jepang dan China atas Pulau
Senkaku/Diaoyu sebenarnya bukan hanya menyangkut kedaulatan kedua negara,
tetapi juga menyangkut potensi gas dan minyak yang terkandung di kawasan
tersebut, serta potensi lainnya seperti perikanan.
Menjadi pertanyaan apakah Shinzo Abe sebagai perdana
menteri baru dengan LDP sebagai pemerintah Jepang akan konsekuen melaksanakan
janji-janji kampanye pemilu, atau akan lebih realistis dalam menjalankan
hubungan dengan Beijing. Tampaknya hal ini masih perlu dilihat.
Selain itu di China juga telah terjadi pergantian
kepemimpinan dari Hu Jintao ke Xi Jinping. Belum jelas apakah Xi Jinping akan
menempuh garis keras atau jalur diplomatik dalam rangka penyelesaian sengketa
antara kedua negara. Tetapi bisa diduga bahwa Xi Jinping akan meneruskan
garis kebijakan Hu Jintao, walaupun mungkin dengan beberapa perbedaan.
Dari sisi prgamatisme, hubungan ekonomi antara kedua
negara adalah yang terbaik. Tetapi nasionalisme yang ada di kedua negara
dapat menjadi penekan bagi kedua pemerintahan untuk menempuh jalur militer
untuk menyelesaikan sengketa yang ada. Maka tidak mengherankan bila eskalasi
ketegangan di Asia Timur Laut akan terus berlangsung disertai dengan
peningkatan kemampuan angkatan bersenjata kedua belah pihak, terutama Jepang.
The Japan Times online Minggu, 15 Desember 2012, memuat
pendapat dari Kevin Maher, mantan pejabat Kementerian Luar Negeri AS yang
menangani desk Jepang, mengatakan Jepang perlu meningkatkan anggaran belanja
untuk militer menjadi lebih dari 1 persen PDB untuk pembelian perlengkapan
militer, seperti rudal Patriot dan kapal angkatan laut yang dilengkapi dengan
peluru kendali tipe Aegis, termasuk pesawat super canggih Raptors F 35.
Di pihak China, kemajuan teknologi bidang kemiliteran
sudah sedemikian pesat perkembangannnya sehingga China mampu membuat pesawat
tipe Stealth, serta merekondisi bekas kapal induk Rusia menjadi kapal induk
operasional baru di jajaran angkatan lautnya.
Kita hanya berharap dan berdoa agar tidak terjadi
konflik terbuka antara kedua negara, karena kemungkinan konflik tersebut juga
dapat melibatkan Amerika Serikat, serta Filipina dan Vietnam, yang merasakan
dampak dari klaim China atas Pulau Spratleys dan Paracel.
Konflik tersebut akan berdampak pada kawasan Asia
Pasifik sebagai engine of economic growth sehingga dapat juga memengaruhi
pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan Eropa yang tengah dilanda krisis.
Tentunya dampak secara langsung dirasakan oleh Indonesia dan negara-negara
ASEAN lainnya. Semoga Natal membawa damai di Bumi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar