Rabu, 19 Desember 2012

Eskalasi Ketegangan di Asia Timur Laut


Eskalasi Ketegangan di Asia Timur Laut
Bacelius Ruru ;  Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Hubungan Keuangan Regional (1990-1993), Ketua BAPPEPAM (1993-1995), dan Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan BUMN (1995-1998)
SINAR HARAPAN, 18 Desember 2012


PEMILIHAN umum di Jepang pada Minggu (16/12) mengakibatkan perubahan pemerintah dari yang dikuasai Democratic Party of Japan ke pemerintah yang dipimpin oleh Liberal Democratic Party (LDP). Pemimpin LDP Shinzo Abe kembali menjadi perdana menteri setelah LDP kalah dalam pemilu sebelumnya.

Dalam kampanye pemilu kali ini, LDP menggunakan isu "Senkaku" sebagai salah satu tema kampanye, dan tampaknya tema ini mendapat dukungan yang cukup besar dari para pemilih Jepang. Ketika LDP menang dan Shinzo Abe menjadi perdana menteri, salah satu tugas utamanya adalah bagaimana hubungan dengan Beijing dilaksanakan dalam kaitannya dengan tema kampanye LDP.

Seperti diketahui, akhir-akhir ini ketegangan antara kedua negara semakin memuncak karena adanya sengketa rangkaian pulau yang oleh Jepang disebut Senkaku, sedangkan oleh China disebut Diaoyu. Terakhir sebuah pesawat China Maritime Service memasuki wilayah udara di atas Senkaku, menyebabkan Jepang mengirim delapan pesawat tempur F 15 untuk "mengusir" pesawat China tersebut, sekalian menyampaikan nota protes ke China melalui dubesnya di Tokyo.

Sementara juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hong Lei mengatakan penerbangan yang dilakukan oleh China di Diaoyu adalah "penerbangan rutin" karena Diaoyu adalah wilayah teritorial China. Klaim dan kontra klaim kedua negara atas pulau-pulau tersebut memang meresahkan karena salah mengambil keputusan dapat mengakibatkan suatu konflik fisik yang dampaknya sulit diprediksi.

Tidak bisa dimungkiri lagi bahwa dengan pertumbuhan ekonomi yang fenomenal selama dua dekade ini China telah tumbuh dan berkembang menjadi salah satu superpower di dunia, dengan kekuatan militer yang sedemikian besarnya akibat modernisasi yang dilakukan secara terus-menerus.

Jepang, kendati pun mengalami masalah dalam bidang ekonomi, tetapi dari sisi militer terikat dengan suatu pakta pertahanan dengan Amerika Serikat secara bilateral. Konflik terbuka antara China dan Jepang secara potensial dapat menyeret Amerika Serikat sebagai partner Jepang dalam pakta pertahanan termaksud.

Mengingat kondisi objektif seperti ini para analis cenderung berpendapat kedua negara akan selalu berusaha menahan diri untuk mencegah kemungkinan yang tidak diharapkan.

Dampak Kemenangan LDP

Seperti dikemukakan di atas, salah satu tema kampanyenya LDP dalam pemilu adalah adanya ancaman China terhadap kedaulatan Jepang sehingga perlu dilakukan langkah-langkah seperlunya untuk mengatasi ancaman tersebut.
Salah satu langkah yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kemampuan angkatan bersenjata Jepang, dan ini terlihat dari rencana pemerintah Jepang membeli pesawat supercanggih F 35, serta serangkaian peralatan militer baru lainnya.

Selain itu, agar peningkatan daya serang angkatan bersenjata Jepang tidak bertentangan dengan Konstitusi (buatan Mc Arthur selaku penguasa Jepang setelah Jepang menyerah pada Sekutu tahun 1945), khususnya Pasal 9 yang mengatur angkatan bersenjata Jepang hanyalah semata-mata untuk pertahanan dan bukan untuk menyerang negara lain, maka terdapat pemikiran juga untuk mengamendemen Konstitusi untuk memberi legitimasi konstitusional atas peningkatan kemampuan angkatan bersenjata Jepang. Karena itu angkatan bersenjata Jepang dikenal dengan "Self Defence Force."

Secara nyata kebutuhan peningkatan kemampuan angkatan bersenjata Jepang sebenarnya bukan hanya untuk mengimbangi China, tetapi juga hubungan Jepang dengan Korea Utara, terutama setelah Korea Utara berhasil meluncurkan roket jarak jauh beberapa hari yang lalu.

Hubungan Jepang dengan Korea Selatan juga sempat tegang akibat kunjungan Presiden Lee ke pulau yang oleh Jepang disebut Takeshima, sedangkan Korea menamainya Dokdo. Begitu pula ambisi Jepang untuk mendapatkan lagi pulau-pulau di utara Jepang (Habomae dan Shikotan) yang dikuasai Rusia setelah Perang Dunia II, tampaknya harus ditopang secara militer.

Sebagai suatu negara yang pernah unggul secara militer di kawasan Asia Pasifik tentunya perkembangan hubungan dengan China serta Korea Utara, serta segenap kemungkinan yang harus dihadapi Jepang dengan Korea Selatan dan Rusia, menyebabkan Jepang harus berupaya agar angkatan bersenjatanya bukan lagi semata-mata untuk "bela diri", tetapi juga untuk keperluan yang lebih strategis secara militer.

Namun dari semua kesiagaan Jepang secara militer yang tampaknya dirasakan perlu segera dilaksanakan adalah menyangkut agresivitas China mengenai sengketa teritorial kedua negara. Dengan adanya penerbangan pesawat China Maritime Aviation di atas pulau Senkaku/Diaoyu, serta dikirimnya delapan pesawat tempur F 15 Jepang untuk menangkal penerbangan tersebut, secara potensial dapat menimbulkan perang terbuka.

Tetapi tampaknya tidak ada jalan lain bagi Jepang untuk mengatasi adanya peristiwa tersebut, selain mengirim pesawat tempurnya. Pihak China berdalih wilayah tersebut adalah wilayah teritorialnya, dan penerbangan tersebut dimaksudkan untuk memperingati "Nanking Massacre", yaitu pembantaian bala tentara Jepang atas penduduk Nanking (Nanjing) sewaktu Perang Dunia II.

China sedang mengalami suatu transformasi dari suatu negara yang merasa pernah "dilecehkan" oleh Jepang (dan juga negara-negara Barat lainnya) di abad yang lalu, menjadi suatu negara dengan kekuatan ekonomi dan militer kedua terbesar di dunia. Selain itu telah terjadi pergantian kepemimpinan dari Hu Jin-tao ke Xi Jinping, yang masih belum jelas apakah dia akan menempuh jalur diplomatik atau jalur militer. Namun yang jelas Xi Jinping sebagai pemimpin Partai Komunis China juga adalah Presiden sekaligus Pemimpin Tertinggi Angkatan Bersenjata China.

Peristiwa berupa pembelian Pulau Senkaku oleh pemerintah Jepang dari perorangan pemilik pulau tersebut menyebabkan demo rusuh di kota-kota besar China yang berdampak pada perusakan barang-barang "berbau" Jepang.

Dampak langsung dari demo tersebut adalah ditutupnya atau dikuranginya produksi barang-barang Jepang di China, padahal perusahaan besar Jepang di berbagai sektor menjadikan China sebagai pasar utamanya. Keadaan ini memperburuk kondisi perekonomian Jepang sehingga menambah antipati Jepang terhadap China. Jadinya rasa saling tidak menyenangi ini bersifat mutual, dan inilah salah satu faktor yang mempertinggi eskalasi ketegangan di kawasan tersebut.

Sengketa antara Jepang dan China atas Pulau Senkaku/Diaoyu sebenarnya bukan hanya menyangkut kedaulatan kedua negara, tetapi juga menyangkut potensi gas dan minyak yang terkandung di kawasan tersebut, serta potensi lainnya seperti perikanan.
Menjadi pertanyaan apakah Shinzo Abe sebagai perdana menteri baru dengan LDP sebagai pemerintah Jepang akan konsekuen melaksanakan janji-janji kampanye pemilu, atau akan lebih realistis dalam menjalankan hubungan dengan Beijing. Tampaknya hal ini masih perlu dilihat.

Selain itu di China juga telah terjadi pergantian kepemimpinan dari Hu Jintao ke Xi Jinping. Belum jelas apakah Xi Jinping akan menempuh garis keras atau jalur diplomatik dalam rangka penyelesaian sengketa antara kedua negara. Tetapi bisa diduga bahwa Xi Jinping akan meneruskan garis kebijakan Hu Jintao, walaupun mungkin dengan beberapa perbedaan.

Dari sisi prgamatisme, hubungan ekonomi antara kedua negara adalah yang terbaik. Tetapi nasionalisme yang ada di kedua negara dapat menjadi penekan bagi kedua pemerintahan untuk menempuh jalur militer untuk menyelesaikan sengketa yang ada. Maka tidak mengherankan bila eskalasi ketegangan di Asia Timur Laut akan terus berlangsung disertai dengan peningkatan kemampuan angkatan bersenjata kedua belah pihak, terutama Jepang.

The Japan Times online Minggu, 15 Desember 2012, memuat pendapat dari Kevin Maher, mantan pejabat Kementerian Luar Negeri AS yang menangani desk Jepang, mengatakan Jepang perlu meningkatkan anggaran belanja untuk militer menjadi lebih dari 1 persen PDB untuk pembelian perlengkapan militer, seperti rudal Patriot dan kapal angkatan laut yang dilengkapi dengan peluru kendali tipe Aegis, termasuk pesawat super canggih Raptors F 35.

Di pihak China, kemajuan teknologi bidang kemiliteran sudah sedemikian pesat perkembangannnya sehingga China mampu membuat pesawat tipe Stealth, serta merekondisi bekas kapal induk Rusia menjadi kapal induk operasional baru di jajaran angkatan lautnya.

Kita hanya berharap dan berdoa agar tidak terjadi konflik terbuka antara kedua negara, karena kemungkinan konflik tersebut juga dapat melibatkan Amerika Serikat, serta Filipina dan Vietnam, yang merasakan dampak dari klaim China atas Pulau Spratleys dan Paracel.

Konflik tersebut akan berdampak pada kawasan Asia Pasifik sebagai engine of economic growth sehingga dapat juga memengaruhi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan Eropa yang tengah dilanda krisis. Tentunya dampak secara langsung dirasakan oleh Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya. Semoga Natal membawa damai di Bumi. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar