Etika dan
Sosial Ekonomi
dalam
Rekomendasi Produk Rekayasa Genetik
Agus Pakpahan ; Ketua Komisi Keamanan Hayati Produk
Rekayasa Genetik
|
KOMPAS,
14 Desember 2012
Tulisan ini saya
maksudkan sebagai tanggapan terhadap Sonny Keraf dalam ”Etika Rekayasa Genetika” (Kompas, 14 November). Juga sebagai
pendapat melengkapi hasil diskusi Kompas, 24 Oktober, yang hasilnya dimuat
pada edisi 13 November.
A Sonny Keraf menyatakan bahwa keputusan Komisi
Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (KKH PRG) untuk tidak melakukan
penelitian ulang kepastian keamanan pangan dan pakan produk rekayasa genetik
impor merupakan kegelisahan moral yang luar biasa. Pada bagian lain tulisan
itu disampaikan pertanyaan bahwa ”etika penelitian mana yang dilanggar
seandainya KKH PRG melakukan penelitian dan uji keamanan hayati ulang?”
Berlandaskan nilai prinsip
Menurut PP No 21/2005, pengkajian adalah keseluruhan
proses pemeriksaan dokumen dan pengujian PRG serta faktor sosial-ekonomi
terkait. Permohonan memasukkan PRG wajib dilengkapi dengan dokumen yang
menerangkan bahwa persyaratan keamanan lingkungan, keamanan pangan, dan/atau
keamanan pakan.
PRG dari luar negeri wajib di- lengkapi pula dengan
surat keterangan yang menyatakan bahwa PRG tersebut telah diperdagangkan
secara bebas di negara asalnya dan dokumen hasil pengkajian dan pengelolaan
risiko dari institusi yang berwenang di mana pengkajian risiko pernah
dilakukan. Informasi yang perlu dikaji juga sudah ditetapkan dalam PP No
21/2005 yang untuk selanjutnya dinyatakan dalam Pedoman Teknis Pengkajian
yang ditetapkan oleh Menteri/Kepala Lembaga terkait.
Pengujian diartikan sebagai evaluasi dan kajian teknis
PRG, yang meliputi teknik perekayasaan, efikasi, dan persyaratan keamanan
hayati di laboratorium, fasilitas uji terbatas dan/atau lapangan uji
terbatas. Namun, pelaksanaannya dilakukan secara selektif sesuai dengan
Penjelasan Pasal 19: bahwa pengujian dilakukan apabila informasi dalam
dokumen yang disertakan oleh pemohon belum dapat meyakinkan KKH mengambil
kesimpulan bagi pemberian rekomendasi keamanan lingkungan, keamanan pangan
dan/atau keamanan pakan PRG.
Sebagai ilustrasi, KKH PRG menyampaikan
Balai Kliring Keamanan Hayati selaku perangkat KKH
paling lambat dalam jangka 15 hari mengumumkan penerimaan permohonan, proses,
dan ringkasan hasil pengkajian di tempat yang dapat diakses oleh masyarakat
selama 60 hari untuk memberi kesempatan kepada masyarakat menyampaikan
tanggapan. Sangat diharapkan partisipasi publik dalam menyampaikan tanggapan
melalui situs internet yang telah disediakan (http://www.indonesiabch.org).
Dari 105 negara, dalam Indeks Ketahanan Pangan Dunia,
Argentina menempati urutan ke-35, sedikit di bawah Brasil (31) dan di atas
RRC (37). Indonesia berada di urutan ke-64. Urutan negara dengan Indeks
Ketahanan Pangan tertinggi adalah AS: urutan pertama. Kita ketahui bahwa AS,
Brasil, Argentina, dan RRC sebagai negara gugus terdepan dalam pemanfaatan
PRG.
Berdasarkan hasil studi Eduardo J Trigo, ”Fifteen Years of Genetically Modified
Crops in Argentine Agriculture” (2011), diperoleh gambaran bahwa
Argentina telah mengadopsi 3 trait kedelai, 3 trait kapas, dan 15 trait
jagung yang masing-masing telah mencapai tingkat adopsi hampir seluruh areal
kedelai, 86 persen untuk jagung, dan 99 persen untuk kapas PRG.
Secara akumulatif 1996/1997-2010/ 2011, dampak adopsi
benih PRG telah meningkatkan pendapatan Argentina dari PRG sebesar 72.645,52
juta dollar AS. Dari jumlah tersebut, 65.435,81 juta dollar AS merupakan
kontribusi kedelai PRG-HT, 5.375,00 juta dollar AS jagung Bt dan 1.834,00
juta dollar AS kapas PRG.
Distribusi
Pemanfaatan PRG tersebut juga telah menciptakan
lapangan pekerjaan di Argentina sejumlah 1,82 juta pekerjaan (1996-2010)
dengan nilai per pekerjaan
Gambaran di negara lain yang menerapkan PRG juga
relatif sama. Indikatornya adalah sederhana: laju adopsi benih PRG
Gambaran bahwa PRG meningkatkan ketahanan pangan
sekaligus juga memberi porsi manfaat sangat besar bagi petani seperti
disampaikan di atas sulit dibantah. Kesenjangan antara kondisi yang
diinginkan (ideal) dan kenyataan (fakta) yang dihadapi hanya akan bisa
diatasi apabila memang pengembangan iptek, terutama bioteknologi berspektrum
luas, di Tanah Air mendapatkan prioritas.
Satu hal yang jarang dinyatakan dan menjadi tesis yang
sering saya ajukan adalah bahwa kelemahan pertanian, termasuk melemahnya
ketahanan pangan dan kedaulatan petani, adalah akibat dari perkembangan
kemajuan industri dan jasa yang kurang memadai relatif terhadap perkembangan
angkatan kerja dan penduduk Indonesia.
Janganlah sampai kita mengambinghitamkan PRG dan
Revolusi Hijau, padahal masalahnya berada pada ketidakmajuan industrialisasi.
Jelas prinsip kehati- hatian harus diterapkan, tetapi jangan pula hati-hati
dimaknai sebagai pantangan mengembangkan dan memanfaatkan tek- nologi,
termasuk bioteknologi rekayasa genetika. ●
|
Terima kasih telah posting
BalasHapusIjin share
Ini bukan inovasi dan penemuan, ini adalah biopiracy atau perampokan hayati.
BalasHapushttp://www.facebook.com/photo.php?fbid=312175562228227&set=a.290357484410035.59801.238484846263966&type=1&theater