Sabtu, 08 Desember 2012

Era Baru Kaum Buruh Indonesia


Era Baru Kaum Buruh Indonesia
Ferry Ferdiansyah ;   Mahasiswa Pasca Sarjana
Universitas Mercubuana Jakarta Program Studi Magister Komun
ikasi
SUARA KARYA, 07 Desember 2012


Sebagai warga negara Indonesia, kita patut berbangga di antara negara-negara di Asia, Indonesia dapat dikategorikan sebagai negara yang pertumbuhan ekonominya paling cepat berkembang, dan menjadi salah satu negara yang perekonomiannya paling stabil di Asia. Bukan itu saja, ketika negara-negara lain masih dinaungi awan kelabu krisis global yang bertiup dari Eropa dan AS, ternyata Indonesia masih tetap berdiri kokoh.
Realitas inilah yang pada akhirnya membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memutuskan untuk memberikan apresiasi terhadap kenaikan upah minimum provinsi (UMP) yang cukup signifikan di beberapa daerah. Menurutnya, sudah waktunya upah buruh meningkat hingga benar-benar layak dan dapat mensejahterakan kehidupan buruh.
Upah buruh selama ini memang masih terlalu rendah bahkan cukup memperihatinkan. Dibandingkan dengan negara-negara tetangga, upah buruh di Indonesia masih tertinggal jauh.
Upah buruh di Indonesia per jam hanya berkisar 0,33 dolar AS atau setara dengan Rp 30 ribu per hari. Sedangkan di Malaysia, upah pekerja mencapai 1,30 dolar AS per jam atau sekitar Rp 95 ribu per hari. Relatif jauh lebih rendah dibandingkan dengan upah buruh di China dan Vietnam. Meskipun selama ini terdapat kenaikan upah minimum regional, sesungguhnya porsi upah tersebut hanya beberapa persen dari total biaya produksi. Sehingga, masih tetap menguntungkan pengusaha. Adanya anggapan bahwa penyebab rendahnya upah buruh karena faktor penarik investasi asing yang tidak dapat dipertahankan, hal ini terkesan mengada-ngada. Buruh menuntut haknya dalam perbaikan kesejahteraan, ini tuntutan yang wajar. Apalagi, jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi nasional yang mengalami trend positif.
Kerap diberitakan di berbagai media massa, banyak perusahaan menggunakan outsourcing dengan berasumsi pemangkasan biaya secara besar-besaran. Padahal, kegiatan ini jelas melanggar etika dengan menghindari kewajiban perusahaan. Setiap perusahaan yang mempekerjakan karyawan, berkewajiban memenuhi hak-hak karyawan tanpa terkecuali.
Sudah sepatutnya pengusaha tidak menjadikan karyawan sebatas eksploitasi semata tanpa mempertimbangakan prestasi. Bukankah Presiden SBY mengajak para pengusaha untuk menjadikan Tahun Baru Baru Imlek Nasional 2563 sebagai ladang amal? Presiden juga mengajak pengusaha untuk memberikan penghargaan kepada kaum buruh dengan memberikan upah yang memenuhi rasa keadilan.
Keseriusan Presiden memperhatikan kesejahteraan pekerja termanifestasi dengan diberikannya 'kado' istimewa kepada buruh. Yakni, pertama, peningkatan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dari Rp 1,3 juta menjadi Rp 2 juta per bulan atau dari Rp 15,8 juta menjadi Rp 24 juta per tahun. Kedua, pengadaan rumah sakit buruh, yang dalam waktu dekat akan dibangun di tiga titik di Bekasi, Tangerang, dan mungkin Surabaya. Ketiga, penyediaan transportasi murah untuk buruh di kawasan industri. Keempat, rumah murah bagi para buruh.
Masalah kesejahteraan mutlak harus mendapat perhatian utama yang tak dapat ditawar. Apa yang diberikan pemerintah kepada buruh, merupakan bentuk tanggung jawab dan keseriusan dalam memberikan hak-hak pekerja. Dhus, pengusaha sudah sepatutnya memenuhi hak kesejahteraan pekerja yang selama ini sanga tdiidam-idamkan.
Berbagai permasalahan buruh dengan pengusaha kerap terjadi. Beberapa waktu lalu, terekam ketegangan antara kalangan pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Ketegangan ini bermuara dari penilaian standar upah minimum pekerja di Indonesia yang dianggap sudah memenuhi kebutuhan pekerja. Di sisi lain, pekerja menilai standar upaha minimum belum sesuai keinginan mereka. Kedua belah pihak tetap bersikukuh dengan pandangan masing-masing, sehingga terjadi ketegangan-ketegangan berupa aksi-aksi unjuk rasa. Hubungan industrial yang diharapkan harmonis pun kehilangan makna.
Aspirasi buruh, sudah saatnya didengar pengusaha, bukan sebaliknya buruh terus ditekan meningkatkan produktivitas dan prestasinya tapi kesejahteraannya sangat memprihatinkan karena kurang diperhatikan. Dalam menjalankan usahanya, pengusaha sudah seharusnya mengedepankan rasa keadilan dengan memberikan penghargaan yang layak kepada buruh. Mengacu pada PP 881 tentang perlindungan upah dan Permenakertrans No. 17, soal pencapaian hidup layak, menjadi dasar untuk menetapkan upah yang berkeadilan bagi buruh. Sangat disayangkan, sikap pengusaha yang terkesan mengabaikan hak-hak buruh di tengah kondisi perekonomian Indonesia yang terus membaik dengan pertumbuhan ekonomi di atas enam persen. Seharusnya, pengusaha mampu memberikan kenyamanan bagi buruh dengan memberikan upah yang mensejahterakan, bukan sebaliknya jika ada tuntutan justru menyalahkan buruh.
Jika pemimpin di negeri ini begitu apresiatif dengan memberikan penghargaan tinggi kepada buruh, mengapa pengusaha tidak memberikan hal yang sama kepada buruh yang punya peran penting bagi kemajuan usahanya?
Kondisi perburuhan di Indonesia, sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Kepmenakertrans baru telah banyak merevisi peraturan perundang-undangan yang secara garis besar berisikan materi bagaimana menciptakan hubungan yang harmonis antara pengusaha dan buruh. Memang, antara pengusaha dan buruh bagaikan mata uang yang tak terpisahkan. Hubungan keduanya diharapkan harmonis, saling menguntungkan, sejahtera sama-sama.
Peningkatan upah buruh di sejumlah daerah dengan cukup tajam mencapai 40 persen menjadi sejarah baru dalam dunia ketenagakerjaan di Indonesia. Persoalan perburuhan bisa selesai jika ada komunikasi dan tertanam rasa 'saling memahami' antara elemen pekerja dan dunia usaha. 

1 komentar: