Era Baru Kaum
Buruh Indonesia
Ferry Ferdiansyah ; Mahasiswa Pasca Sarjana
Universitas Mercubuana Jakarta Program Studi Magister Komunikasi |
SUARA
KARYA, 07 Desember 2012
Sebagai warga negara
Indonesia, kita patut berbangga di antara negara-negara di Asia, Indonesia
dapat dikategorikan sebagai negara yang pertumbuhan ekonominya paling cepat
berkembang, dan menjadi salah satu negara yang perekonomiannya paling stabil
di Asia. Bukan itu saja, ketika negara-negara lain masih dinaungi awan kelabu
krisis global yang bertiup dari Eropa dan AS, ternyata Indonesia masih tetap
berdiri kokoh.
Realitas inilah yang
pada akhirnya membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memutuskan
untuk memberikan apresiasi terhadap kenaikan upah minimum provinsi (UMP) yang
cukup signifikan di beberapa daerah. Menurutnya, sudah waktunya upah buruh
meningkat hingga benar-benar layak dan dapat mensejahterakan kehidupan buruh.
Upah buruh selama ini
memang masih terlalu rendah bahkan cukup memperihatinkan. Dibandingkan dengan
negara-negara tetangga, upah buruh di Indonesia masih tertinggal jauh.
Upah buruh di
Indonesia per jam hanya berkisar 0,33 dolar AS atau setara dengan Rp 30 ribu
per hari. Sedangkan di Malaysia, upah pekerja mencapai 1,30 dolar AS per jam
atau sekitar Rp 95 ribu per hari. Relatif jauh lebih rendah dibandingkan
dengan upah buruh di China dan Vietnam. Meskipun selama ini terdapat kenaikan
upah minimum regional, sesungguhnya porsi upah tersebut hanya beberapa persen
dari total biaya produksi. Sehingga, masih tetap menguntungkan pengusaha.
Adanya anggapan bahwa penyebab rendahnya upah buruh karena faktor penarik
investasi asing yang tidak dapat dipertahankan, hal ini terkesan mengada-ngada.
Buruh menuntut haknya dalam perbaikan kesejahteraan, ini tuntutan yang wajar.
Apalagi, jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi nasional yang mengalami trend
positif.
Kerap diberitakan di
berbagai media massa, banyak perusahaan menggunakan outsourcing dengan
berasumsi pemangkasan biaya secara besar-besaran. Padahal, kegiatan ini jelas
melanggar etika dengan menghindari kewajiban perusahaan. Setiap perusahaan
yang mempekerjakan karyawan, berkewajiban memenuhi hak-hak karyawan tanpa
terkecuali.
Sudah sepatutnya
pengusaha tidak menjadikan karyawan sebatas eksploitasi semata tanpa
mempertimbangakan prestasi. Bukankah Presiden SBY mengajak para pengusaha
untuk menjadikan Tahun Baru Baru Imlek Nasional 2563 sebagai ladang amal?
Presiden juga mengajak pengusaha untuk memberikan penghargaan kepada kaum
buruh dengan memberikan upah yang memenuhi rasa keadilan.
Keseriusan Presiden
memperhatikan kesejahteraan pekerja termanifestasi dengan diberikannya 'kado'
istimewa kepada buruh. Yakni, pertama, peningkatan penghasilan tidak kena
pajak (PTKP) dari Rp 1,3 juta menjadi Rp 2 juta per bulan atau dari Rp 15,8
juta menjadi Rp 24 juta per tahun. Kedua, pengadaan rumah sakit buruh, yang
dalam waktu dekat akan dibangun di tiga titik di Bekasi, Tangerang, dan
mungkin Surabaya. Ketiga, penyediaan transportasi murah untuk buruh di
kawasan industri. Keempat, rumah murah bagi para buruh.
Masalah kesejahteraan
mutlak harus mendapat perhatian utama yang tak dapat ditawar. Apa yang
diberikan pemerintah kepada buruh, merupakan bentuk tanggung jawab dan
keseriusan dalam memberikan hak-hak pekerja. Dhus, pengusaha sudah sepatutnya
memenuhi hak kesejahteraan pekerja yang selama ini sanga tdiidam-idamkan.
Berbagai permasalahan
buruh dengan pengusaha kerap terjadi. Beberapa waktu lalu, terekam ketegangan
antara kalangan pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia
(Apindo). Ketegangan ini bermuara dari penilaian standar upah minimum pekerja
di Indonesia yang dianggap sudah memenuhi kebutuhan pekerja. Di sisi lain,
pekerja menilai standar upaha minimum belum sesuai keinginan mereka. Kedua
belah pihak tetap bersikukuh dengan pandangan masing-masing, sehingga terjadi
ketegangan-ketegangan berupa aksi-aksi unjuk rasa. Hubungan industrial yang
diharapkan harmonis pun kehilangan makna.
Aspirasi buruh, sudah
saatnya didengar pengusaha, bukan sebaliknya buruh terus ditekan meningkatkan
produktivitas dan prestasinya tapi kesejahteraannya sangat memprihatinkan
karena kurang diperhatikan. Dalam menjalankan usahanya, pengusaha sudah
seharusnya mengedepankan rasa keadilan dengan memberikan penghargaan yang
layak kepada buruh. Mengacu pada PP 881 tentang perlindungan upah dan
Permenakertrans No. 17, soal pencapaian hidup layak, menjadi dasar untuk
menetapkan upah yang berkeadilan bagi buruh. Sangat disayangkan, sikap
pengusaha yang terkesan mengabaikan hak-hak buruh di tengah kondisi
perekonomian Indonesia yang terus membaik dengan pertumbuhan ekonomi di atas
enam persen. Seharusnya, pengusaha mampu memberikan kenyamanan bagi buruh
dengan memberikan upah yang mensejahterakan, bukan sebaliknya jika ada
tuntutan justru menyalahkan buruh.
Jika pemimpin di
negeri ini begitu apresiatif dengan memberikan penghargaan tinggi kepada
buruh, mengapa pengusaha tidak memberikan hal yang sama kepada buruh yang punya
peran penting bagi kemajuan usahanya?
Kondisi perburuhan di
Indonesia, sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Kepmenakertrans
baru telah banyak merevisi peraturan perundang-undangan yang secara garis
besar berisikan materi bagaimana menciptakan hubungan yang harmonis antara
pengusaha dan buruh. Memang, antara pengusaha dan buruh bagaikan mata uang
yang tak terpisahkan. Hubungan keduanya diharapkan harmonis, saling
menguntungkan, sejahtera sama-sama.
Peningkatan upah buruh
di sejumlah daerah dengan cukup tajam mencapai 40 persen menjadi sejarah baru
dalam dunia ketenagakerjaan di Indonesia. Persoalan perburuhan bisa selesai
jika ada komunikasi dan tertanam rasa 'saling memahami' antara elemen pekerja
dan dunia usaha. ●
|
menarik sekali artikelnya mas ...
BalasHapus