Selasa, 18 Desember 2012

Efektivitas Kabinet Tak Cukup dengan Imbauan


Laporan Akhir Tahun Bidang Politik dan Hukum
Efektivitas Kabinet Tak Cukup dengan Imbauan
KOMPAS, 17 Desember 2012



Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, tahun 2012 merupakan tahun berat bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tantangan dan persoalan muncul silih berganti menguji kepemimpinannya, khususnya soal efektivitas pemerintahan. Maklumlah, yang dibangun ”koalisi gemuk”.
Tidak hanya itu, pusaran praktik kongkalikong yang koruptif di lingkungan kabinet juga menjadi ujian cukup berat. Efektivitas pemerintahan Yudhoyono tahun ini mulai diuji ketika pemerintah mengajukan rencana mengurangi subsidi bahan bakar minyak pada Maret lalu.
Koalisi enam partai yang dibangun Yudhoyono ternyata bukan jaminan bagi pemerintah untuk mendapatkan dukungan politik. Rencana menaikkan harga BBM agar subsidinya bisa dialihkan ke sektor lain pun kandas karena sebagian besar kekuatan politik di parlemen tidak setuju.
Situasi tersebut memunculkan pertanyaan akan efektivitas pemerintahan Yudhoyono. Ia dinilai tidak mampu meyakinkan publik dan sebagian besar kekuatan politik di parlemen. Mesin politik yang paling bisa diandalkan oleh Yudhoyono, Partai Demokrat, terbukti gagal memenangi pertarungan di parlemen.
Mengutip studi Juan Linz dan Arturo Velenzuela di Amerika Latin, Hanta Yuda AR menulis, presidensialisme yang diterapkan di atas struktur politik multipartai cenderung melahirkan konflik antara lembaga presiden dan parlemen. Ketimbang parlementarisme yang dipadukan dengan multipartai atau presidensialisme yang dipadukan dengan sistem dwipartai, kombinasi presidensialisme dan multipartai seperti di Indonesia lebih mendorong hubungan eksekutif dan legislatif menjadi deadlock. Pemerintahan pun dapat menjadi tidak efektif (Presidensialisme Setengah Hati, 2010).
Efektivitas pemerintahan di bawah Yudhoyono bukan hanya terkait dinamika koalisi pendukung pemerintah di parlemen. Di internal kabinet yang diisi menteri dari beragam latar belakang partai, soliditas dan loyalitas kabinet juga acap kali dipertanyakan publik. Dalam beberapa rapat kabinet, Presiden justru meminta agar menteri fokus pada tugas-tugas kementerian.
Presiden memang tidak bisa melarang menterinya berpolitik, khususnya menjelang Pemilu 2014. Loyalitas menteri yang berlatar parpol diuji pada tahun-tahun menjelang pemilu. Bahkan, loyalitas menteri yang tak berlatar parpol, tetapi dinilai sering bermanuver politik, juga diuji menjelang pemilu.
Tak Cukup Lewat Imbauan
Staf Khusus Presiden Bidang Informasi dan Komunikasi Heru Lelono bahkan menyatakan, Presiden akan lebih sering mengingatkan menterinya untuk lebih fokus dan memberikan kinerja terbaik di akhir pemerintahan.
Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, isu yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi dan penegakan hukum masih menjadi tantangan terbesar bagi Yudhoyono pada 2012. Ia dinilai kurang melakukan ”intervensi positif” yang bermanfaat bagi percepatan pemberantasan korupsi. Ketegangan antara Polri dan KPK akibat penanganan kasus dugaan korupsi di Korps Lalu Lintas Polri merupakan contoh.
Ketegangan di antara kedua lembaga penegak hukum itu melebar menjadi tekanan publik yang cukup masif untuk meminta Presiden memberikan sinyal tentang ”siapa harus melakukan apa”. Situasi itu berkembang sedemikian rupa sehingga berpotensi besar dapat menjadi tekanan politik serius kepada Presiden. Ketika Yudhoyono memberikan pernyataan, situasi pun mereda.
Beberapa orang yang sangat dekat dengan Presiden menceritakan, Yudhoyono sebelumnya enggan memberikan sinyal tentang ”siapa harus berbuat apa” karena ia berkeyakinan, sekadar sinyal sekalipun merupakan bentuk intervensi yang akan merusak sistem demokrasi. Namun, situasi konkret tampaknya menuntut hal yang berbeda.
Kombinasi isu korupsi dan pemerintahan yang efektif dihadapi Yudhoyono ketika Sekretaris Kabinet Dipo Alam menyampaikan bahwa banyak praktik kongkalikong masih terjadi antara pejabat kementerian dan anggota DPR. Sebelumnya, Presiden hingga 13 kali mengingatkan kabinetnya mengenai praktik kongkalikong yang harus dihindari.
Langkah Dipo melaporkan dugaan kongkalikong di sejumlah kementerian ke KPK mendapat apresiasi. Namun, di sisi lain, langkah itu menimbulkan pertanyaan, mekanisme pengawasan/ pencegahan internal macam apa yang ada di tubuh kementerian sehingga pemerintah sampai harus mengadu ke KPK?
Praktik dugaan korupsi dan kongkalikong di kementerian pada periode kedua pemerintahan Yudhoyono patut mendapat sorotan tajam. Kasus terakhir, dugaan korupsi Hambalang, menjadi tantangan paling berat bagi Yudhoyono. Orang dekat Yudhoyono sejak menjadi presiden pada 2004, Andi A Mallarangeng, ditetapkan sebagai tersangka.
Manuver politik yang dilakukan pejabat dari parpol, entah itu untuk mendapatkan keuntungan material atau pencitraan di publik demi 2014, besar kemungkinan kian marak pada tahun depan. Persoalan efektivitas pemerintahan pun kembali mencuat. Tentu saja cara mengatasinya tidak cukup lewat imbauan yang diberikan Yudhoyono. (A Tomy Trinugroho/C Wahyu Haryo PS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar