Jumat, 07 Desember 2012

Dilema Kenaikan Harga


Dilema Kenaikan Harga
Pande Radja Silalahi ;  Ekonom CSIS
SUARA KARYA, 05 Desember 2012


Menjelang akhir tahun, kenaikan harga biasanya tidak terelakkan lagi. Ini perlu mendapat perhatian serius, terutama dari para pembuat keputusan sejak dini. Dalam hal ini, koordinasi kebijakan sangat dibutuhkan dan seharusnya hal ini dapat diperankan oleh Menko Perekonomian Hatta Rajasa.
Semula pemberitaan perihal kenaikan harga terutama pangan kurang menarik perhatian karena, seperti biasanya menjelang tutup tahun, khususnya menyambut Natal dan Tahun Baru, harga-harga komoditas cenderung mengalami peningkatan. Salah satu harga yang sudah naik dan tampaknya tak akan mengalami penurunan dalam waktu dekat adalah harga daging sapi.
Tetapi, pernyataan yang dilontarkan oleh aparat pemerintah biasanya sama saja, seperti saat menjelang hari-hari besar, puasa atau Idul Fitri. Pejabat yang satu menyatakan kenaikan harga merupakan ulah para spekulan. Tetapi, sampai saat ini belum ada pemberitaan mengenai spekulan yang ditangkap atau didakwa melakukan tindakan melawan hukum.
Pejabat yang lain menyatakan, untuk menghadapi kenaikan harga, maka akan dilakukan operasi pasar. Padahal, dalam waktu yang bersamaan, pejabat yang bersangkutan mengemukakan dalam beberapa waktu belakangan ini pasokan komoditas yang harganya naik mengalami penurunan.
Yang lebih memprihatinkan, di tengah terjadinya kenaikan harga muncul gagasan agar bea masuk untuk komoditas tertentu ditiadakan atau dikurangi. Di sisi lain, ada desakan agar Bulog diberi peran yang lebih besar untuk menstabilkan harga.
Bagaimanapun, menyimak perkembangan belakangan ini, dengan jelas terlihat bahwa pejabat atau aparat tertentu merasa panik, tidak dapat lagi dengan jeli melihat permasalahan yang sebenarnya. Karena itu, menawarkan jalan keluar yang justru tidak diyakininya dan lebih percaya dengan jalan keluar yang ditawarkan hingga persoalan keluar dari domain atau wilayahnya. Dengan keadaan sekarang ini, maka nasihat orang bijak bahwa jangan membuat keputusan ketika lagi marah atau panik, perlu diperhatikan.
Di mana pun di dunia ini, kenaikan harga suatu komoditas tidak bersifat netral. Untuk Indonesia, misalnya, kenaikan harga padi akan menguntungkan sebagian petani di wilayah tertentu, tetapi menambah beban atau mengurangi daya beli sebagian besar masyarakat. Kenaikan harga kedelai, misalnya, akan menguntungkan sebagian petani, tetapi dapat mereduksi pendapatan produsen tempe dan dapat menambah beban bagi konsumen tempe serta dapat berakibat pengalihan penggunaan lahan.
Data BPS menunjukkan bahwa pada 2011 produksi kedelai di Indonesia mengalami penurunan 55.745 ton dan tahun 2012 diperkirakan turun lagi sekitar 71.545 ton, sehingga perkiraan produksi tahun ini akan berkisar 779.741 ton. Penurunan itu berbarengan dengan terjadinya penurunan luas panen, yaitu tahun 2011 sebesar 5,84 persen dan tahun ini diperkirakan lebih besar lagi, sekitar 8,93 persen.
Sudah umum diketahui bahwa Indonesia masih mengimpor kacang kedelai dalam jumlah besar, sekitar 60 persen dari seluruh kebutuhan. Maka, Kementerian Pertanian harus aktif memantau situasi negara eksportir kedelai. Karena jumlah produksi sangat dipengaruhi oleh iklim, maka perkembangan iklim di negara eksportir menjadi sangat penting dan tidak dapat diabaikan.
Setelah mempertimbangkan berbagai faktor yang berpengaruh, hampir dapat dipastikan bahwa Indonesia tidak akan mungkin swasembada kedelai dalam waktu singkat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar