Demokrasi,
Keamanan, dan Kesejahteraan
Djoko Suyanto ; Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan
Keamanan
|
KOMPAS,
13 Desember 2012
Bapak Bangsa Mohammad Hatta pernah
mengingatkan, ”Kemerdekaan Indonesia
hanya bisa langgeng dalam demokrasi.”
Namun, jalan menuju demokrasi amat berliku.
Indonesia telah menempuh riuh-rendahnya demokrasi sejak kemerdekaan dengan
tatanan demokrasi multipartai, kegaduhan politik akibat model demokrasi ”populis-otoritarian”
era Presiden Soekarno, hingga developmental-authoritarian era Presiden
Soeharto.
Amartya Sen menegaskan bahwa ”Tak ada
rakyat di negara demokrasi yang mengalami kelaparan”, tetapi kita juga tahu
bahwa demokrasi tidak selalu memicu kemakmuran. Mungkin juga beberapa negara
menjadi makmur tanpa demokrasi, tetapi saya yakin bahwa dengan semakin
tingginya pertumbuhan ekonomi, semakin kecil kemungkinan arah negara
menyimpang dari tujuan demokrasi.
Tertempa gejolak demokrasi pascareformasi,
Indonesia telah menumbuhkan dinamika demokrasi paling vibrant di Asia
Tenggara. Laporan The Freedom House tahun 2011 menyebutkan, masyarakat
Indonesia adalah satu-satunya yang ”bebas” berdemokrasi di Asia Tenggara.
Ekonomi Maju
Dalam bidang ekonomi, Indonesia kini
menjadi negara anggota G-20. Kemajuan signifikan sudah diraih jika
membandingkan angka tahun 2000 dengan 2010. Pertumbuhan ekonomi kita naik
rata-rata 5,2 persen setahun dan hanya kalah dari India dan China. Pendapatan
per kapita naik dari 2.120 dollar AS menjadi 4.190 dollar AS.
Badan Pusat Statistik (BPS) juga
melaporkan, penganggur bisa ditekan dari 12,63 juta (11,2 persen) menjadi
8,32 juta (7,1 persen). Penduduk miskin turun dari 47,97 juta (23,4 persen)
menjadi 21,02 juta (12,5 persen). Jumlah kelas menengah naik dari 40 juta (19
persen) menjadi 130 juta (54,1 persen). Tingkat inflasi ditekan rata-rata
menjadi 6 persen. Hal ini berkat pengelolaan ekonomi makro yang sehat
disertai kebijakan pro-growth, pro-job, pro-poor dan pro-environment.
Agar bisa lestari, instalasi kepolitikan
harus berpadanan dengan instalasi keamanan, sesuai konsep deklarasi HAM yang
menempatkan kemerdekaan dan keamanan individu dalam satu kalimat. Artinya,
pengelolaan keamanan harus memiliki relasi timbal balik dengan demokrasi.
Maka jika bentuk dan karakter relasi negara dengan warga berubah di sektor
keamanan, aparat harus mengupayakan pendekatan sosial dan hukum yang
nonmiliteristik dalam penyelesaian konflik.
Upaya selanjutnya adalah pertama, sebisa
mungkin mencegah konflik. Kedua, apabila telah terjadi konflik, pendekatan
hukum dikedepankan. Ketiga, mendorong kesediaan saling memberi dan menerima
untuk membangun kepercayaan. Keempat, mengaktifkan kepemimpinan di tingkat
lokal. Kelima, manajemen pascakonflik untuk memelihara perdamaian dan
mencegah keberulangan.
Penanganan Terorisme
Penting juga saya menyinggung peran
demokrasi dalam penanganan terorisme di Tanah Air. Kurun 2000-2012 telah
terjadi 234 tindak pidana terorisme. Selain program deradikalisasi dan kerja
sama internasional, Indonesia juga memilih strategi penegakan hukum yang
lebih sulit dibanding extrajudicial.
Untuk mengungkap terorisme, semua kasus
harus dibuktikan secara hukum dan perlu cukup bukti untuk mendakwanya. Bukan
hanya berani saat menangkap, pemerintah juga membebaskan mereka bila tidak
cukup bukti. Inilah aplikasi demokrasi yang menjunjung hak asasi manusia.
Hingga kini, 732 tersangka terorisme ditangkap.
Maka karakter demokrasi Indonesia adalah
demokrasi yang mampu mentransformasikan konflik menuju konsensus dan
perdamaian, demokrasi yang menyumbang harmoni. Indonesia yang demokratis,
aman, dan kuat secara ekonomi, akan berkontribusi pada stabilitas dan harmoni
kawasan dan dunia.
Indonesia dengan kemajuan ekonomi dan
politik saat ini juga berperan aktif menyelesaikan masalah-masalah di ASEAN,
termasuk Myanmar. Dalam KTT ASEAN ke-21 di Pnom Penh, Kamboja, Indonesia ikut
mendorong lahirnya ASEAN Human Rights Declaration, berikut mendirikan ASEAN
Institute for Peace and Reconciliation.
Kita semua telah memilih demokrasi sebagai
jalan hidup. Agar praktik demokrasi semakin dewasa, ia harus berdampak
positif bagi kualitas hidup rakyat. Untuk itu, dua hal penting perlu
dilakukan. Pertama, demokrasi harus melahirkan institusi publik yang efektif
dan bertata kelola baik. Kedua, demokrasi harus melibatkan partisipasi publik
dalam pembentukan dan pengawasan kebijakan publik.
Demokrasi meniscayakan ruang dan kesempatan
yang lebih luas untuk memperbaiki diri. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar