Selasa, 11 Desember 2012

Defisit Neraca Perdagangan


Defisit Neraca Perdagangan
Cyrillus Harinowo Hadiwerdoyo ;  Pengamat Ekonomi
SINDO, 10 Desember 2012


Pekan lalu Badan Pusat Statistik (BPS) memublikasikan data inflasi November dan neraca perdagangan Oktober 2012. 

Data inflasi yang dilaporkan BPS relatif menunjukkan inflasi yang “jinak”, sementara data neraca perdagangan menimbulkan banyak reaksi setelah BPS melaporkan defisit neraca perdagangan yang merupakan rekor selama ini. Sebetulnya apa yang terjadi dengan transaksi perdagangan internasional Indonesia? Dari beberapa kegiatan rutin saya, ada suatu kegiatan yang memaksa saya untuk meneliti berbagai data secara lebih serius. Ini berkaitan dengan tanggung jawab saya sebagai konsultan untuk Indonesia dari suatu perusahaan konsultan di New York, Global Source Partners. 

Setiap bulan saya harus membuat monthly reportyang kemudian dapat diakses para pelanggan yang umumnya para investor dari seluruh dunia. Dari beberapa monthly report terakhir, saya menyoroti perkembangan yang terjadi di neraca pembayaran Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan neraca perdagangan yang memang datanya dipublikasikan secara bulanan.Dalam laporan bulanan ke Global Source Partners tersebut, saya menanggapi berbagai komentar dari otoritas keuangan di Indonesia yang pada September dan Oktober lalu menyatakan defisit neraca perdagangan sudah terkendali. 

Apalagi pada saat mulai terjadi sedikit surplus dalam neraca perdagangan untuk September dan mulai muncul kesan permasalahan neraca perdagangan sudah berada di belakang kita. Menanggapi perkembangan tersebut, saya bahkan menyatakan dalam laporan bulanan ke Global Source Partners bahwa masalah defisit neraca perdagangan adalah masalah struktural kita saat ini dan saya yakin masalah ini akan muncul lagi pada kuartal IV/2012.Apa yang sesungguhnya terjadi dengan data neraca perdagangan Indonesia? 

Kunci utama terjadinya defisit neraca perdagangan di Indonesia adalah melonjaknya impor.Ini terutama karena perkembangan perekonomian domestik yang sedemikian pesat sehingga jika kita meneliti produk domestik bruto (PDB) dengan menggunakan harga yang berlaku,pada triwulan III/2012 lalu neraca perdagangan Indonesia sudah mengalami defisit. Kontribusi yang negatif dari perdagangan internasional tersebut untungnya dikompensasi dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berasal dari konsumsi dan investasi. 

Sebagian besar pemenuhan kebutuhan konsumsi tersebut berasal dari produksi dalam negeri, hanya sedikit sekali impor barang konsumsi yang masuk ke Indonesia. Untuk itu dibutuhkan bahan baku dan bahan penolong demi bisa memenuhi kebutuhan industri pengolahan di dalam negeri. Impor inilah yang mengalami lonjakan tajam.Pada saat yang sama, peningkatan konsumsi menyebabkan diperlukannya ekspansi yang besar sehingga dibutuhkan investasi. Untuk memacu investasi ini, diperlukan mesin-mesin dan berbagai keperluan lain yang masih harus kita impor dari luar negeri. 

Itulah sebabnya sebagian besar impor kita adalah berbentuk bahan baku, bahan penolong, dan barang modal. Impor barang jadi untuk konsumsi relatif sangat kecil. Dengan adanya bulan puasa dan Hari Raya Idul Fitri,berbagai pabrik pengolahan di seluruh Indonesia harus menyediakan barang untuk keperluan tersebut sekitar Mei dan Juni. Itulah sebabnya pada bulanbulan tersebut terjadi lonjakan yang sangat besar pada impor kita. Di bagian lain,kegiatan ekspor mengikuti siklus normal. Oleh karena itu pada Mei dan Juni 2012, defisit perdagangan mulai melonjak. 

Defisit ini kemudian mengecil pada Juli dan Agustus dan bahkan berubah menjadi surplus pada September 2012. Pada pertengahan Juli sampai pertengahan Agustus, bulan puasa mulai berjalan. Kemudian diakhiri dengan libur panjang sampai sekitar akhir Agustus. Itulah sebabnya kegiatan produksi industri pengolahan, yang sebagian besar ada di Jawa,mengurangi aktivitasnya selama Agustus.Itulah sebabnya kebutuhan bahan baku dan penolong yang harus diimpor turun. 

Siklus naik belumlah terlalu terjadi pada September 2012. Namun pada Oktober siklus naik ke bisnis yang normal mulai terjadi lagi.Apalagi kegiatan investasi yang harus direalisasi menjelang akhir tahun meningkat tajam.Itulah sebabnya terjadi lonjakan lagi pada defisit neraca perdagangan. Kalau kemudian kita mendengar sedikit optimisme dari beberapa pejabat kita bahwa sampai akhir tahun akan terjadi sedikit perbaikan, saya merasa bahwa yang akan terjadi adalah terus berlangsungnya defisit pada neraca perdagangan kita karena perkembangan investasi tersebut. 

Perkembangan investasi di Indonesia memang sedemikian rupa sehingga masuknya seperti air bah.Ini berdampak pada kenaikan impor.Tapi kalau kita mendengar rencana Toyota, misalnya, investasi mereka di Indonesia akan mereka jadikan sebagai basis produksi untuk ekspor.Jika saat ini sekitar 30% produksi mereka di Indonesia ditujukan untuk pasar ekspor, rencananya mereka akan meningkatkan ekspor tersebut menjadi 40%. 

Saya yakin hal ini juga terjadi pada industri lain. Itulah kalau kita simak dalam data statistik, maka ekspor kendaraan dan bagiannya (baik CKD maupun komponen) telah mencapai sekitar USD4 miliar sampai Oktober 2012 dan semakin mendekati USD5 miliar di 2012 ini.Angka tersebut tentu akan berkembang di 2013 mendatang. Begitu juga dengan industri elektronika, tekstil dan pakaian jadi, bahkan mesin. Kita juga dapat mengikuti ekspor yang dilakukan oleh industri perkapalan di Indonesia, industri kedirgantaraan maupun industri alutsista darat. 

Semua pada akhirnya memberikan sumbangan pada ekspor tersebut. Kendati demikian, untuk sampai ke sana,memang diperlukan banyak barang modal yang harus diimpor. Berbagai investasi di Indonesia pada akhirnya memungkinkan tercapainya skala ekonomi yang membuat harga barang menjadi sangat kompetitif. Itulah sebabnya, meskipun pada jangka pendek saya pesimistis dengan perkembangan neraca perdagangan kita,jangka panjangnya rasanya prospeknya lebih baik. 

Dengan melihat perkembangan tersebut, mengulang artikel saya dua minggu lalu, defisit neraca perdagangan ini bukanlah berasal dari ekspor dan impor yang bisa dipengaruhi pelemahan rupiah.Nilai tukar rupiah justru menurut hemat saya perlu diperkuat sehingga dana-dana yang parkir di Singapura dan negara lain akan mulai kembali setelah melihat prospek rupiah yang menguat. 

Inilah yang pada akhirnya justru akan mampu untuk membantu mengompensasi defisit neraca perdagangan. Semoga pendapat seperti ini bisa dipertimbangkan oleh otoritas keuangan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar