Kamis, 13 Desember 2012

Boediono, dari BLBI hingga Century


Boediono, dari BLBI hingga Century
Bambang Soesatyo ;  Anggota Tim Pengawas Kasus Bank Century DPR RI/Presidium Nasional Korps Alumni HMI 
SINDO, 11 Desember 2012


Yopie Hidayat sebagai juru bicara Wakil Presiden (Wapres) Boediono mengatakan bahwa prestasi Pak Boediono sangat banyak sehingga sungguh sayang jika hanya karena kasus Bank Century ia harus turun sebagai wapres. 

Tapi, Yopie lupa ada pepatah mengatakan bahwa nila setitik dapat merusak susu sebelanga. Itudenganasumsibahwa “susu”- nya lebih dominan ketimbang “nila”-nya. Untuk itu, kita perlu melakukan kajian rekam jejak dari seseorang untuk mengklaim bahwa kondisi seseorang sesuai dengan rusaknya susu sebelanga atau bukan. Yang dimaksud “bukan”di sini adalah kondisi sebaliknya yaitu lebih dominan nilai ketimbang susunya. Rekam jejak seseorang harus diamati secara objektif. 

Selama periode 1 Juli 1996 hingga 28 Desember 1997 Boediono menjabat sebagai direktur III yang membidangi urusan pengawasan BPR (UPBPR) dan urusan pengaturan dan pengembangan perbankan (UPPB). Selama periode 29 Desember 1997 hingga 13 April 1998 Boediono sebagai direktur I yang membidangi urusan operasi dan pengendalian moneter (UOPM). Kedua Jabatan Boediono di atas sangat berkaitan langsung dengan penyaluran BLBI. Khususnya Bank Pelita dan Bank Umum Nasional. 

Berdasarkan laporan audit investigasi penyaluran dan penggunaan BLBI oleh BPK No. 06./01/auditama II/AI/VII/ 2000 tanggal 31 Juli 2000 ada penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang dalam penyaluran BLBI yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp138.4 triliun atau 96% dari total BLBI (Rp144,5 triliun). Beberapa pejabat Bank Indonesia saat itu diduga terlibat antara lain Heru Supraptomo, Paul Sutopo, Hendro Budianto, Boediono, dan sebagainya. Dua nama pertama akhirnya dipenjarakan.

Selama periode 9 Agustus 2001 hingga 20 Oktober 2004 Boediono menjabat sebagai menteri keuangan dan sekaligus sebagai anggota Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) yaitu suatu komite pengambil keputusan atas kebijakan BPPN di atas Rp1 triliun. Menteri keuangan sebagai anggota KKSK terlibat langsung dalam setiap penambahan biaya rekapitalisasi perbankan di BPPN. 

Berdasarkan laporan audit kinerja laporan gabungan oleh BPK pada 2004 ada kerugian negara akibat kesalahan rekapitalisasi tujuh bank swasta sebesar Rp7 triliun dan ada dua pihak yang diduga terlibat yaitu Bambang Soebianto dan Boediono. Pada periode yang sama berdasarkan laporan BPPN juga terjadi kerugian dalam asset recovery yang hanya kembali 28% dari total aset yang dikelola sebesar Rp449 triliun sehingga terjadi kerugian negara sebesar 72% atau sebesar Rp323 triliun. 

Salah satu keterlibatan yang sangat fatal adalah Boediono mendorong dan menyetujui penjualan 51% saham pemerintah di BCA yang sangat murah kepada Faralllon Capital sebesar Rp5,3 triliun tanpa memperhatikan masih ada obligasi pemerintah di BCA sebesar Rp59 triliun. Bukan hanya itu, Boediono juga berperan memerintahkan saudari SCF untuk membantu Bank Century setelah menerima hasil analisis Direktur Pengawasan yang menyatakan bahwa Bank Century tidak layak untuk mendapatkan FPJP.

Boediono menginisiasi berbagai rapat RDG (Tanggal 5 November, 13 November, dan 14 November 2008) untuk melakukan perubahan PBI agar Bank Century dapat menerima FPJP. Boediono membiarkan terjadi proses pengesahan PBI yang tidak sesuai prosedur terkait dengan mendapatkan nomor LBN dan proses pendaftaran dan penandatanganan olehMenkumham.Pertanggungjawaban dari pihak yang diberi kuasa untuk menandatangani perjanjian pemberian FPJP tidak dilakukan dan tidak diuji kembali oleh Boediono selaku pemberi kuasa sehingga membiarkan terjadi proses proforma dalam pemberian FPJP kepada Bank Century. 

Boediono selaku gubernur BI tidak menyediakan informasi yang mutakhir dan terindikasi tidak menggambarkan data dan fakta yang sebenarnya dalam penentuan Bank Century sebagai bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik. Boediono menandatangani keputusan yang menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik selaku anggota Komite Koordinasi yang tidak memiliki dasar hukum. 

Sekali lagi.Yopie harus ingat bahwa fakta-fakta hukum terkait penyimpangan dalam proses bailout Bank Century sudah tumpah ke ruang publik. Fakta hukum dan peraturannya yang sangat penting di antaranya adalah kebijakan yang salah, yang dilakukan dengan sengaja dengan alasannya sendiri seperti kekhawatiran ada terjadi krisis. 

Kemudian menimbulkan kerugian keuangan negara dan dinikmati khususnya oleh Budi Sampoerna selaku pemilik deposito Rp2 triliun di Bank Century dan perusahaan beberapa perusahaan BUMN yang memiliki dana ratusan miliar di bank tersebut. Jika bank itu ditutup atau tidak di-bailout,pemilik dana triliunan dan ratusan miliar itu sesuai UU hanya diganti/dijaminRp2miliar. Melihat realita tersebut, patut diduga tindakan pemberian FPJP maupun bailout merupakan ciri-ciri tindak pidana korupsi walaupun bukan hanya untuk dirinya sendiri. 

Dengan mengubah peraturan BI secara tidak wajar untuk tujuan tertentu juga merupakan bukti petunjuk yang ditegaskan dalam hukum acara pidana (vide KUHAP ps.183 dan 184). Lebih dari itu, apa sesungguhnya yang terjadi lagi jika bank tersebut ditutup? Dana fasilitas pinjaman jangka pendek (FPJP) sebesar Rp683 miliar yang dikucurkan Boediono ke Bank Century akan hangus. Boediono selaku gubernur BI harus pertanggungjawabkan dana tersebut. 

Bank Indonesia sudah tersandera dengan keteledorannya sendiri sehingga mau tak mau harus ngotot menyelamatkan (bailout) Bank Century. Sekali lagi.Menutup Bank Century sama dengan membuka kotak pandora berbagai kemungkinan tindak pidana persekongkolan yang sangat potensial merugikan negara. Pertanyaan penting lainnya, kalau memang tujuan kebijakan itu untuk penyelamatan ekonomi Indonesia, mengapa dilakukan secara diam-diam dan tidak dilaporkan kepada Presiden yang waktu itu dijabat oleh wapres Jusuf Kalla karena SBY sedang berada di AS.

Padahal sesuai UU,Presiden adalah penanggung jawab tertinggi keuangan negara. Maka tidak heran kalau kemudian JK menyebut apa yang dilakukan Boediono selaku gubernur BI dan Sri Mulyani selaku menteri keuangan sekaligus ketua KKSK sebagai operasi senyap. Selain penyalahgunaan wewenang, kebijakan bailout juga dapat dikatakan menguntungkan orang lain dan diri sendiri yakni menguntungkan Budi Sampoerna yang memiliki dana Rp2 triliun di bank tersebut dan menguntungkan dirinya sendiri selaku gubernur BI yang bertanggung jawab atas dana FPJP dengan tidak hangusnya dana FPJP Rp683 miliar di Bank Century. 

Kalau kita kaitkan dengan temuan BPK dalam audit investigasi lanjutan (forensik), ada aliran dana dari Budi Sampoerna ke berbagai pihak menjelang pemilu legislatif dan pilpres. Itu makin memperkuat dugaan kita untuk kepentingan apa Century diselamatkan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar