Berang pada
Malaysia
Rahardi Ramelan ; Pengamat
Teknologi dan Masyarakat
|
REPUBLIKA,
17 Desember 2012
Buat kita semua,
rakyat Indonesia, tulisan, pernyataan, serta penghinaan terhadap presiden
ketiga Republik Indonesia, BJ Habibie, oleh politikus senior Malaysia, Zainud
din Maidin, sudah keterlaluan. Dikhawatirkan, pernyataan ini tidak berdiri
sendiri, tetapi merupakan puncak pelecehan Malaysia terhadap bangsa
Indonesia. Sudah lama kita mendengar informasi soal pelecehan dan
penghinaan oleh masyarakat dan polisi Malaysia terhadap warga negara
Indonesia yang bekerja di Malaysia. Mulai dari penganiayaan sampai
pemerkosaan tenaga kerja Indonesia wanita oleh polisi Malaysia. Kita pun diam dan hanya menggerutu.
Diplomasi kita yang
mengandalkan soft diplomacy hanya
berani sampai rasa penyesalan dan protes, tanpa tindakan yang tegas sehingga
memberikan peluang pihak lain terus menginjak-injak kita. Kita terlena dengan
pernyataan dan ungkapan bahwa kita saudara serumpun. Kita pun
seolah-olah mengiyakan saja. Malaysia terdiri atas tiga etnis yang
berbeda, India, Cina, dan Melayu. Mereka menghadapi persaingan yang keras. Dengan
siapa sebetulnya kita serumpun? Kita berbeda, kita bangsa yang berbudaya dan
multietnis. Apakah etnis Melayu di Malaysia yang membutuhkan dukungan dari
kita karena takut dengan peran etnis lainnya, Cina dan India? Sehingga,
bagi etnik Melayu di Malaysia, harus mencari saudara serumpun. Janganlah kita
mengikuti pemikiran mereka itu.
Mengapa Terus Diam?
Kita mengetahui bahwa
banyak kasus narkoba di Indonesia yang dilakukan oleh warga Malaysia. Mereka
telah merusak generasi muda dan masyarakat kita. Apakah itu kesengajaan dan
strategi mereka? Anehnya, kita diam-diam saja, pemerintah dan masyarakat
membiarkan saja Malaysia berbuat demikian. Kita tidak pernah mengeluarkan
pernyataan pedas ataupun bicara keras dan lantang bahwa Malaysia adalah salah
satu pembawa wabah narkoba ke Indonesia.
Demikian juga dengan
pembawa ideologi ekstrem dan terorisme, ada yang berasal dari Malaysia.
Mereka telah membuat keresahan masyarakat dan kerja keras polisi kita. Tapi,
seolah-olah kita tutup mata bahwa semua itu dilakukan oleh warga Malaysia. Apa
yang kita takuti untuk menyatakan pedas dan keras terhadap Malaysia? Apakah
hanya sekadar sopan santun? Atau, memang kita lemah?
Masih hangat di
ingatan kita peristiwa Pulau Sipadan-Ligitan dan kasus perbatasan di
Kalimantan. Sepertinya, kita terus mengalah. Belum lagi, kasus batik dan reog
ponorogo. Kita pun hanya bisa teriak sesaat. Apa hanya itu yang bisa kita
perbuat sebagai bangsa pejuang? Apa kita harus terus diperlakukan
demikian oleh Malaysia?
Penghinaan
Boleh saja di antara
kita terdapat perbedaan mengenai presiden ketiga Republik Indonesia, BJ
Habibie. Itu adalah bagian dari kehidupan politik sebuah negara demokrasi.
Tapi, tidak akan pernah menjadi penghinaan. Belum lama ini, terjadi kasus
penghinaan terhadap presiden keempat Republik Indonesia, Abdurrachman Wahid,
yang lebih dikenal dengan nama Gus Dur. Betapa reaksi dari warga Nahdliyin membuat
Sutan Bathoegana, politikus senior Partai Demokrat, langsung meminta maaf
atas pernyataannya soal Gus Dur.
Yang terjadi dengan BJ
Habibie sekarang ini dilakukan oleh warga negara asing. Penghinaan dengan
kata-kata kasar dan menjijikkan sepertinya keluar dari mulut seseorang yang
tidak berbudaya. Jangan lupa bahwa Zainuddin Maidin adalah seorang
politikus senior. Walaupun pernyataannya itu merupakan pendapat pribadi,
rasanya tidak mungkin bahwa itu bukan merupakan pandangan dari kelompok-kelompok
tertentu di kalangan politikus Malaysia.
Walaupun BJ Habibie
tidak menanggapi pernyataan Zainuddin Maidin, bangsa Indonesia merasa
terhina. Kita harus berbuat sesuatu. Menyuarakan dengan keras dan tegas
kutukan kita. Kalau perlu, kita harus menjadi berang kalau harga diri
diinjak-injak oleh orang asing. Pemerintah kita pun harus menunjukkan sikap
yang tegas. Hentikan semua rencana kunjungan resmi ke Malaysia. Yang dihina
bukan BJ Habibie sebagai perorangan, beliau adalah presiden ketiga Republik
Indonesia.
Presiden resmi bangsa Indonesia. Penghinaan tersebut juga
penghinaan terhadap institusi kepresidenan. Apakah pemerintah mau masih
tetap diam? Marilah kita bangsa Indonesia menunjukkan sikap yang tegas
terhadap Malaysia yang diwakili oleh Zainuddin Maidin. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar