Jumat, 07 Desember 2012

Bank Nasional Efisien


Bank Nasional Efisien
Paul Sutaryono ;  Pengamat Perbankan, Alumnus MM-UGM Yogyakarta
SUARA KARYA, 05 Desember 2012


Mau tidak mau, kita patut bersyukur lantaran bank nasional mampu menunjukkan kinerja cemerlang. Padahal, bank-bank di benua lainnya sedang berusaha keras untuk membereskan aneka risiko akibat krisis global.
Salah satu indikator bahwa bank nasional sedang 'mandi rezeki', lihat saja bagaimana bank nasional papan atas menggapai laba hingga kuartal III 2012. Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebagai bank terbesar kedua menurut total aktiva (total aset) mampu menjadi pemimpin pasar (market leader) dalam meraih laba bersih yang melejit 26 persen menjadi Rp 13,17 triliun.
Kinerja wow itu sanggup melampaui perolehan laba bersih bank nomor wahid Bank Mandiri yang naik tajam 21,2 persen menjadi Rp 11,1 triliun, Bank Central Asia (BCA) 14 persen menjadi Rp 8,3 triliun, Bank Negara Indonesia (BNI) 24,5 persen menjadi Rp 5,03 triliun, CIMB Niaga 30 persen menjadi Rp 3,1 triliun, Bank Danamon Indonesia 22,17 persen menjadi Rp 2,99 triliun.
Itu disusul laba bersih Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) yang meningkat 50,37 persen menjadi Rp 1,44 triliun, Bank Permata 16 persen menjadi Rp 1,09 triliun, Bank Mega 78,7 persen menjadi Rp 1,05 triliun, Bank Tabungan Negara (BTN) 45,10 persen menjadi Rp 1,02 triliun, Bank Internasional Indonesia (BII) 66 persen menjadi Rp 922 miliar, OCBC NISP 26 persen menjadi Rp 656 miliar.
Efisien

Sejatinya, faktor kunci keberhasilan (key success factors) apa saja yang menunjang panen raya bank nasional?
Pertama, tingginya penghasilan bunga bersih. Statistik Perbankan Indonesia, September 2012 yang terbit pada 13 November 2012 menunjukkan bahwa laba tinggi bank nasional terutama ditunjang oleh meningkatnya penghasilan bunga bersih 15,41 persen dari Rp 131,18 triliun per September 2011 menjadi Rp 151,40 triliun per September 2012.
Selain itu, memang pendapatan non operasional menurun 44,72 persen dari Rp 28,53 triliun per September 2011 menjadi Rp 15,77 triliun per September 2012. Tetapi, beban non operasional juga menurun tidak kalah tajam 39,68 persen dari Rp 20,79 triliun menjadi Rp 12,54 triliun pada periode yang sama. Oleh sebab itu, laba tahun berjalan sebelum pajak melesat 20,32 persen dari Rp 72,53 triliun menjadi Rp 87,27 triliun.
Kedua, naiknya tingkat efisiensi. Pada bank, tingkat efisiensi tersirat di rasio beban (biaya) operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO). Sebenarnya, Bank Indonesia (BI) tiada henti mendorong bank nasional untuk menaikkan tingkat efisiensi. Imbauan tersebut bertujuan untuk menurunkan suku bunga kredit yang saat ini dinilai masih tinggi. Artinya, suku bunga kredit masih dua digit sebaliknya sektor riil menginginkan satu digit.
Untuk kredit modal kerja, suku bunga rata-rata kredit (rupiah) menurun dari 12,11 persen per September 2011 menjadi 11,71 persen per September 2012. Sementara itu, suku bunga rata-rata kredit (rupiah) menipis dari 11,70 persen menjadi 11,36 persen untuk kredit investasi sedangkan untuk kredit konsumsi justru menebal dari 13,44 persen menjadi 13,67 persen.
Terakhir, BI menyampaikan imbauan untuk tidak mengatakan untuk memaksa bank nasional dengan BOPO di atas 90 persen untuk segera menurunkannya menjadi sekitar 80 persen. Ternyata menipisnya beban non operasional tersebut mampu mendorong tingkat efisiensi.
Langsung saja kita cermati BOPO menurut kelompok bank. Data menggambarkan bahwa BOPO Kelompok Bank Persero mencapai 71,27 persen. Tingkat efisiensi tersebut kemudian disusul Kelompok Bank Pembangunan Daerah (BPD) dengan BOPO 74,17 persen, Kelompok Bank Umum Swasta nasional (BUSN) Devisa 75,29 persen, Kelompok Bank Campuran 78,43 persen, Kelompok Bank Asing 79,03% dan Kelompok BUSN Non Devisa 79,22 persen.
Ringkas kata, semua BOPO kelompok bank ternyata telah masuk rasio ideal 70-80 persen di tengah rata-rata industri 74,26 persen. Intinya, imbauan BI tersebut manjur 'jur'. Dengan bahasa lebih bening, bank nasional makin efisien.
Namun, jangan terbuai dengan kinerja kinclong tersebut. Sesungguhnya, bank nasional masih dituntut untuk terus menerus menaikkan tingkat efisiensi dari 70-80 persen menjadi kisaran 40-60 persen sebagaimana bank-bank di negara jiran kawasan ASEAN, seperti Malaysia, Singapura, Thailand dan Filipina.
Tekad tersebut sekaligus untuk menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN yang berlaku efektif 2015. Saat itu, bank-bank di negara-negara ASEAN akan berbondong-bondong mengembangkan sayap bisnis perbankan dan keuangan ke Tanah Air. Akibat logisnya, persaingan industri perbankan nasional bakal lebih sengit lagi daripada sekarang. Apakah kita sudah siap?
Dengan modal gagah perkasa dan makin tinggi tingkat efisiensi, bank nasional sangat diharapkan mampu bersaing dengan trengginas. Dengan demikian, kinerja kredit tetap bersinar cerah yang akan mengerek laju sektor riil atau dunia usaha. Kebangkitan sektor riil itu bakal menjadi salah satu pilar penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional lebih subur lagi daripada 6,17 persen per kuartal III 2012. Ini bukan mimpi. Kok begitu? Karena, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya sejengkal di bawah raksasa ekonomi China 7,40 persen pada periode yang sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar