Badai Bulan
Desember
Saldi Isra ; Guru
Besar Hukum Tata Negara,
Direktur Pusat Studi
Konstitusi
|
KOMPAS,
08 Desember 2012
Tembang kenangan berkisah tentang ”Badai
Bulan Desember” yang dilantunkan Ucok (AKA) Harahap, tahun 1970-an, seperti
menemukan momentumnya pada pengujung tahun ini. Paling tidak, ”hantaman
badai” bulan Desember benar-benar merambah kencang ke arah mereka yang selama
ini disasar keterlibatannya dalam sejumlah skandal korupsi oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi.
Awalnya, embusan kencang
badai di bulan Desember menerpa bekas Kepala Korlantas Polri Djoko Susilo.
Hanya berjarak tiga hari setelah penahanan Djoko, badai kencang berembus ke
arah Menteri Pemuda dan Olahraga: KPK menetapkan Andi Alifian Mallarangeng
jadi tersangka dugaan megaskandal korupsi proyek kompleks olahraga terpadu
Bukit Hambalang.
Merujuk keterangan KPK,
Mallarangeng disangkakan Pasal 2 Ayat (1) dan/ atau Pasal 3 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Membaca konstruksi yuridis kedua aturan
itu, pelaku dapat diancam pidana penjara seumur hidup. Berkaca dari
pengalaman proses hukum di KPK, penahanan Mallarangeng hanya menunggu waktu.
Pembuktian
KPK
Di tengah berbagai kritik
kepada KPK dalam menindaklanjuti megaskandal korupsi Hambalang, penetapan
Mallarangeng sebagai tersangka jadi pembuktian bahwa lembaga extraordinary
dalam memberantas korupsi ini bekerja serius memenuhi janji yang pernah
mereka kemukakan sebelumnya. Misalnya, KPK berkali-kali menyebut akan ada
anggota kabinet aktif yang akan menjadi tersangka.
Selain itu, dalam proses
hukum megaskandal korupsi Hambalang, peningkatan status hukum Mallarangeng
juga membuktikan KPK mampu melangkah menuju anak tangga yang lebih tinggi.
Pembuktian demikian penting karena ketika menetapkan Kepala Biro Keuangan dan
Rumah Tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga Deddy Kusdinar sebagai
tersangka, KPK menyatakan penetapan tersebut akan menjadi anak tangga pertama
menuju anak tangga berikutnya.
Namun, yang lebih
mendasar, penetapan Mallarangeng membuktikan bahwa KPK mampu keluar dari
kegamangan dan beban berat menetapkan seorang menteri aktif jadi tersangka.
Selama ini, jadi pengetahuan dan pemahaman publik, status hukum tersangka
bagi menteri aktif seperti impian yang tidak mungkin terjangkau. Hal demikian
tidak bisa dimungkiri karena proses penegakan hukum baru mampu berjalan mulus
ketika seseorang tidak lagi berada dalam jajaran kabinet.
Karena itu, penetapan
status hukum baru bagi Mallarangeng tak hanya mampu menjaga harapan publik
bahwa KPK masih bisa diharapkan sebagai garda paling depan di tengah desain
besar pemberantasan korupsi. Bahkan, apabila diletakkan dalam salah satu roh
utama penegakan hukum, status tersangka Mallarangeng mampu menjaga dan
membuktikan bahwa semua orang sama di hadapan hukum bukan lagi sesuatu yang
utopis. Dengan pemahaman seperti itu, setinggi apa pun jabatan politik
seseorang, tak akan mampu menahan laju penegakan hukum.
Namun, bagi banyak pihak
yang peduli atas perkembangan megaskandal ini, penetapan Mallarangeng menjadi
tersangka masih menyisakan gumpalan pertanyaan. Di antara pertanyaan itu,
apakah penyelesaian megaskandal ini akan berhenti sampai pada Mallarangeng
saja sebagai anak tangga tertinggi? Apabila tidak, sampai berapa lama waktu
yang diperlukan KPK untuk melangkah dan sampai pada anak tangga berikutnya?
Bagaimanapun, merujuk
banyak kesaksian di seputar megaskandal korupsi Hambalang, rangkaian
pertanyaan bernada gugatan masih sangat mungkin ditambah lagi. Apalagi,
penetapan Mallarangeng sebagai tersangka seperti belum begitu utuh dalam
merespons semua keterangan yang terkuak. Sekiranya KPK kembali gagap
melangkah ke anak tangga berikutnya, pembuktian yang telah dilakukan itu akan
kehilangan maknanya yang paling hakiki.
Guna menjadikan proses
hukum ini berlangsung secara utuh dan tak merusak logika hukum, KPK harusnya
tidak berhenti sampai pada Mallarangeng. Semua figur sentral yang selama ini
terkuak ke permukaan mesti diberlakukan pula prinsip ”semua orang sama di
depan hukum”. Tanpa itu, proses hukum tetap sulit menyelamatkan dari tuduhan
”tumpul ke atas dan tajam ke bawah”. Karena itu, tidak tersedia pilihan lain,
KPK harus menjadikan semua penikmat aliran dana proyek pembangunan kompleks
olahraga terpadu Hambalang sebagai tersangka.
Jalan
Mallarangeng
Terlepas dari persoalan
tersebut, tidak perlu menunggu sampai 24 jam, Andi Mallarangeng memilih
jalannya sendiri, yaitu mengajukan pengunduran diri sebagai anggota kabinet
kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Jalan yang dipilih Mallarangeng
jadi semacam barang mewah etika pejabat publik selama ini.
Sikap ini harusnya
dijadikan contoh bagi semua pejabat negara yang dijadikan tersangka. Artinya,
setelah kejadian ini, pejabat publik yang ditetapkan jadi tersangka jangan
lagi menggunakan logika formal ”menunggu putusan hukum memiliki kekuatan
tetap” sebagai alasan untuk mempertahankan jabatan yang ada.
Jalan Mallarangeng ini
akan memberikan banyak manfaat. Selain bisa berkonsentrasi penuh menghadapi
proses hukum, dia bisa keluar dari tuduhan akan menggunakan kekuasaan yang
dimiliki untuk memengaruhi proses hukum. Apalagi, Mallarangeng tak hanya
mundur dari jabatan sebagai anggota kabinet, ia juga mundur dari jabatan
sebagai Sekretaris Dewan Pembina Partai Demokrat. Bagaimanapun, bilapun
mundur dari menteri tetapi tetap bertahan sebagai elite partai, tetap akan
memicu perdebatan dan kecurigaan.
Selain berkonsentrasi
dalam proses hukum, jalan yang dipilih Mallarangeng memberikan contoh lain
bahwa menteri yang dijadikan tersangka tidak seharusnya memilih bertahan
karena dapat memberikan beban dan citra buruk kepada pemerintah. Di samping
itu, tetap bertahan dengan status tersangka tidak memungkinkan untuk
melaksanakan tugas-tugas pemerintahan secara optimal.
Sementara bagi Partai
Demokrat, jalan yang dipilih Mallarangeng harus menjadi kritik bagi partai
politik pemenang Pemilu 2009 ini, terutama untuk melakukan langkah konkret
terhadap semua petinggi yang disebut-sebut terkait dengan megaskandal
Hambalang.
Namun, yang sedang
ditunggu publik adalah janji Mallarangeng membantu KPK menuntaskan skandal
ini. Kalau memang serius, Mallarangeng harusnya membantu KPK membongkar semua
misteri di sekitar aliran dana Hambalang. Dengan begitu, upaya pengungkapan
megaskandal Hambalang akan berubah menjadi seberkas cahaya dalam wajah
penegakan hukum di negeri ini. Semoga jalan yang dipilih Mallarangeng tidak
berhenti sampai pada pengunduran diri saja. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar