Sisi
Lain dari Ujian Nasional
Kacung Marijan ; Staf Ahli Mendikbud dan Guru Besar di Universitas Airlangga
SUMBER : MEDIA
INDONESIA, 4 Juni 2012
KESAN
yang dimiliki sebagian anggota masyarakat, termasuk orangtua dan peserta didik,
ialah ujian nasional (UN) itu semata-mata sebagai instrumen untuk menentukan
lulus tidaknya peserta didik. Konsekuensinya, UN dipandang sebagai kekuatan
sangat besar yang akan menentukan masa depan peserta didik, seperti apakah
peserta didik akan bisa melanjutkan pendidikannya ataukah tidak, atau bahkan
apakah peserta didik itu akan memperoleh pekerjaan atau tidak.
Dalam
taraf tertentu, pandangan semacam itu memang ada benarnya ketika formulasi UN
masih didesain sebagai komponen utama dalam menentukan kelulusan. UN yang
dilaksanakan beberapa hari dan hanya menyangkut beberapa mata ajaran bisa
menjadi kata akhir untuk memberi predikat peserta didik lulus atau tidak.
Akan
tetapi, formulasi itu belakangan mengalami perubahan. Seperti diketahui, lulus
tidaknya peserta didik ditentukan dua instrumen evaluasi utama. Pertama ialah
instrumen evaluasi internal yang melibatkan guru dan sekolah. Yang termasuk
evaluasi internal tersebut ialah evaluasi kegiatan belajar mengajar, perilaku
(akhlak), dan ujian sekolah. Evaluasi yang memiliki pembobotan 40% tersebut,
karena itu, menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik sekaligus.
Instrumen kedua ialah evaluasi eksternal, berupa ujian nasional. Evaluasi
tersebut dilakukan untuk menilai pengetahuan yang dimiliki peserta didik
terhadap materi mata ajar.
Selain
itu, UN sejatinya bukan semata-mata sebagai instrumen untuk menilai kemampuan
peserta didik. Paling tidak ada dua sisi lain dari UN yang tidak kalah penting
dari sekadar sebagai salah satu komponen penentu kelulusan peserta didik.
Budaya Berkompetisi
Seperti
kita ketahui, salah satu faktor pokok maju tidaknya dan sejahtera tidaknya
suatu bangsa berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki.
Banyak bangsa memiliki sumber daya alam melimpah, tetapi tingkat kesejahteraan
masyarakat mereka biasa-biasa, bahkan tergolong miskin. Sementara itu, tidak
sedikit bangsa memiliki sumber daya alam terbatas, tetapi masyarakat mereka
memiliki tingkat kesejahteraan yang tinggi.
Kualitas
SDM kita masih terbatas. Hal itu terlihat dari indeks pembangunan manusia
Indonesia yang masih di bawah negara-negara maju. Kualitas demikian pada
gilirannya berpengaruh terhadap daya saing yang dimiliki Indonesia. Dari
laporan yang dibuat World Economic Forum
(WEF), The Global Competitiveness Report
2011-2012, kita bisa mengetahui posisi daya saing Indonesia masih belum
terlalu memuaskan kalau dibandingkan dengan negaranegara lain.
Di
antara sejumlah negara ASEAN, daya saing Indonesia pada 2011 masih menduduki
urutan ke-4, di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand. Bahkan, kalau
dibandingkan dengan 2010, peringkat daya saing Indonesia mengalami penurunan,
dari 44 ke 46, dari keseluruhan negara yang dilaporkan WEF. Padahal, daya saing
bangsa memiliki keterkaitan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Pengembangan
sektor pendidikan merupakan prakondisi utama bagi suatu bangsa ketika hendak
menuju sebagai bangsa yang kompetitif. Melalui pendidikan yang baik akan
dimungkinkan lahirnya individu-individu yang berkualitas, tidak hanya untuk
dirinya, tetapi juga untuk orang di sekitarnya.
Individu yang berkualitas bukan sekadar orang yang memiliki kemampuan untuk
dirinya sendiri, melainkan juga individu yang mampu bekerja sama dan membangun
jaringan untuk mencapai tujuan bersama.
UN
merupakan salah satu instrumen untuk mengetahui kualitas peserta didik di dalam
mata ajar tertentu. UN, dengan demikian, merupakan salah satu instrumen untuk
mengetahui sejauh mana proses belajar mengajar itu berlangsung. Logikanya,
ketika proses belajar mengajar berlangsung secara baik, potensi peserta didik
menyelesaikan soal-soal di dalam UN akan lebih baik juga.
Namun,
UN sejatinya bukan sekadar salah satu instrumen untuk mengevaluasi. UN juga
sebagai titik tolak bagi peserta didik untuk memiliki energi bekerja keras
serta bekerja secara efisien dan efektif. Tidak hanya peserta didik, energi
demikian juga akan tumbuh di kalangan guru dan orangorang lain yang terlibat di
dalam proses belajar mengajar.
Seorang
ahli psikologi sosial, David Mcleland, pernah mengatakan seseorang akan memiliki
daya dorong kuat untuk mengejar kemajuan manakala ia `terinfeksi' oleh virus
N-Ach (need for achievements). Virus
tersebut akan menggerakkan orang untuk bekerja keras, berusaha menggapai apa
yang hendak diinginkan.
Semua
peserta didik bercita-cita lulus sekolah. Demikian juga para guru dan orangtua,
menginginkan anak didik dan anak-anak mereka lulus sekolah. Angan-angan ini
merupakan bagian dari virus yang akan menggerakkan diri untuk mencapai apa yang
dinginkan itu. Memang di antara peserta didik, termasuk guru dan orangtua, ada
yang menggunakan cara-cara instan untuk mengejar cita-cita itu. Untuk mengejar
kelulusan, cara-cara yang tidak baik digunakan, seperti menyontek, mengatrol
nilai, bahkan ada yang berusaha mencuri soal UN.
Cara
cara seperti itu bukan bagian dari energi positif. Cara demikian, kalaupun bisa
dilakukan, hanya akan membawa hasil yang instan pula. Peserta didik pada
akhirnya tetap bukan peserta didik yang berkualitas. Meskipun lulus, mereka
bukanlah SDM yang berkualitas dan kompetitif. Di dalam persaingan di dunia
nyata, orang-orang ini akan berpotensi sebagai orangorang yang kalah. Kalaupun
ada yang menang, biasanya karena cara-cara yang tidak benar dipakai.
UN
harus dipakai sebagai titik tolak sebagai bagian dari proses menuju manusia-manus
unggul. Semua pihak yang sia t terlibat di dalam pendidikan, mulai pemerintah,
masyarakat, orangtua, guru, hingga peserta didik, sama-sama bekerja keras untuk
memperbaiki kualitas pendidikan. Dengan demikian, UN juga sebagai titik tolak
bagi lahirnya budaya kompetisi yang sehat bagi manusia-manusia Indonesia yang
unggul di masa depan.
Dasar Kebijakan
Bagi
pemerintah khususnya, baik pemerintah pusat maupun daerah, hasil UN merupakan
salah satu data yang sangat penting bagi perumusan kebijakan-kebijakan di
bidang pendidikan. Melalui hasil UN, sejumlah pertanyaan dasar bisa dijawab,
seperti mengapa ada sekolah-sekolah atau daerah-daerah tertentu memiliki
tingkat kelulusan yang sangat tinggi dan mengapa yang lain lebih rendah?
Hasil
UN untuk SMA/MA/ SMK dan SMP/MTs yang telah diumumkan memperlihatkan bahwa
sekolah-sekolah yang telah mempunyai standar yang baik cenderung memiliki
tingkat kelulusan yang lebih besar. Tidak hanya itu, nilai UN peserta didik
dari sekolah-sekolah demikian cenderung lebih baik daripada yang lainnya.
Sekolah-sekolah
yang tergolong rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) memiliki tingkat
dan kualitas kelulusan yang lebih baik bila dibandingkan dengan yang lain. Murid-murid
dari RSBI juga lebih banyak yang diterima di PTN daripada yang lain. Hal itu
terjadi bukan semata-mata karena peserta didik dari sekolah-sekolah demikian
sejak awal memang telah berkualitas. Standar pendidikan yang dimiliki
sekolah-sekolah demikian juga lebih baik. Yang tidak kalah pentingnya ialah
semua pihak yang terlibat di dalamnya telah memiliki karakteristik budaya
kompetitif yang sehat juga.
Tugas
pokok pemerintah tidak sekadar membuat kebijakan bagi tersedianya akses yang
seluas-luasnya bagi seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan.
Pemerintah bersama-sama masyarakat juga memiliki tugas untuk meningkatkan
kualitas pendidikan. Melalui hasil UN, pemerintah telah memiliki peta yang
relatif jelas tentang sekolah-sekolah mana saja, termasuk di daerah mana saja,
yang membutuhkan intervensi lebih banyak guna meningkatkan kualitas mereka.
Intervensi
yang telah dilakukan dalam tahun-tahun terakhir ini telah mulai membawa hasil.
Sekolah-sekolah atau daerah-daerah tertentu yang sebelumnya memiliki tingkat
kelulusan yang rendah sudah mengalami peningkatan setelah memperoleh intervensi
melalui kebijakan-kebijakan tertentu, seperti perbaikan infrastruktur dan
perbaikan kualitas guru.
Intervensi
semacam itu sekaligus sebagai jawaban atas apa yang diperintahkan Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat dalam menjawab gugatan mengenai UN. Bahwa UN itu bukanlah
masalah. Akan tetapi, PN Jakarta Pusat memerintahkan agar tergugat melakukan
sesuatu, di antaranya meningkatkan kualitas guru, melengkapi sarana dan
prasarana sekolah, serta memberikan akses informasi yang lengkap.
Semoga Indonesia ke depan lebih baik
melalui perbaikan kualitas pendidikan.
●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar