Jumat, 15 Juni 2012

Pintu Masuk Restitusi


Pintu Masuk Restitusi
Bambang Soesatyo ; Anggota Komisi III DPR, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
Sumber :  SUARA MERDEKA, 14 Juni 2012


MAFIA pajak bakal mendapat gempuran baru setelah sekian lama menyandang status untouchable. Mampukah KPK memberi perlawanan terhadap kejahatan itu, menjerat para bos besar dalang penggelapan pajak?

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto berharap dugaan suap yang melibatkan Kasi Pengawasan dan Konsultasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo Jatim Tommy Hendratno menjadi pintu masuk membongkar jaringan mafia pajak. Penangkapan Tommy adalah kasus pertama penggelapan pajak yang ditangani KPK. 

Jangan beramsumsi jaringan mafia pajak hanya di lingkungan Ditjen Pajak dan bos mereka di Kemenkeu. Tekad KPK memerangi kejahatan ini pun tidak mudah. Panja Perpajakan Komisi III DPR pernah merasakan betapa sulitnya mendalami kasus mafia pajak. Karena itu, bisa dipahami jika KPK pagi-pagi sudah meminta dukungan semua pihak.

Kini KPK sudah memulai-nya dengan menangkap Tommy. Tahap berikutnya mendalami sepak terjang mafia pajak. Pada tahap pendalaman inilah KPK butuh data dan informasi yang lebih dulu dimiliki institusi lain, termasuk dari polisi, kejaksaan, dan Ditjen Pajak. Maret 2011 Menkeu menyerahkan 103 identitas pe-gawai pajak ke Polri untuk diperiksa. Data yang sama tentu bisa dimanfaatkan KPK setelah di-update. Tetapi masyarakat berharap KPK tidak hanya fokus pada data itu karena baru menggambarkan kecurigaan terhadap oknum pegawai yang bukan eselon atas.

Rekayasa Laporan

Dalam sebuah dupliknya, Gayus mengungkapkan bahwa bekas atasannya, Darmin Nasution, mantan Dirjen Pajak yang kini menjabat Gubernur BI, mestinya patut menjadi terdakwa. Pasalnya  penanganan keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal (SAT) merupakan pekerjaan tim. Semuanya atas persetujuan seluruh pihak hingga Dirjen Pajak, termasuk Darmin.

Menurut Gayus, dalam kasus SAT mestinya tak hanya dirinya yang didakwa tapi juga Johny Marihot Tobing, Bambang Heru Ismiarso, dan Darmin. Dalihnya masuk akal mengingat ia baru eselon III, tak mungkin membuat keputusan final. Gayus barangkali hanya menghitung, sedangkan pertimbangan menolak atau menyetujui keberatan itu dirumuskan para atasannya.

Panja Perpajakan Komisi III DPR pernah mendalami kasus restitusi pajak Rp 7,2 triliun. Restitusi itu diminta oleh PT Wilmar Nabati Indonesia (WNI) dan PT Multimas Nabati Asahan (MNA) milik Wilmar Group. Mayoritas atau 96 persen saham WNI-MNA dikuasai Tradesound Investment Ltd yang beralamat di PO Box 71 Craigmuir Chamber Road Town, Tortola, British Virgin Island.

Kasus ini diawali pernyataan Ditjen Pajak bahwa WNI-MNA adalah Wajib Pajak Patuh per Januari 2009. Setelah pernyataan itu, terjadi lonjakan nilai pengajuan restitusi PPN. Per 2009, restitusi yang diminta WNI Rp 2,232 triliun, dan sudah dicairkan Rp1,093 triliun. MNA mengajukan Rp 1,162 triliun dan dicairkan Rp 484,05 miliar. Klaim restitusi yang belum dibayarkan diajukan lagi. Maka sepanjang September 2009-Februari 2010, WNI mengajukan restitusi Rp 1,597 triliun dan MNA meminta Rp 808,5 miliar

Belakangan, KPP Besar Dua mengendus dugaan pidana dalam pengajuan restitusi. Ada indikasi direksi WNI-MNA  merekayasa laporan transaksi jual-beli supaya bisa mendapat restitusi. Oktober dan November 2009, Kepala KPP Besar Dua mengusulkan penyelidikan atas dugaan tindak pidana oleh WNI-MNA tetapi tidak digubris Direktur Intelijen dan Penyidikan Pajak, termasuk Dirjen Pajak.

Artinya, selain kasus Tommy Hendratno, KPK bisa pula memanfaatkan kasus restitusi sebagai pintu masuk mengungkap jaringan mafia pajak. Prosesnya akan lebih mudah karena kasusnya pernah digarap DPR dan dokumennya lengkap. Bekerja sama dengan Komisi  III DPR, kasus ini bisa dibuka kembali. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar