Perdamaian,
Diplomasi yang Terabaikan?
Bagus Jatmiko ; Perwira TNI AL,
Pernah Bertugas dalam Misi Garuda XX-G di Kongo
SUMBER : REPUBLIKA,
4 Juni 2012
Banyak
yang tidak mengetahui bahwa tanggal 29 Mei diperingati sebagai hari pemelihara
perdamaian internasional (In ternational
Peacekee per’s day). Hari yang khusus diperingati untuk memberikan
apresiasi atas pengabdian tanpa batas dan luar biasa dari semua orang yang
telah mengabdikan dirinya untuk upaya pemeliharaan perdamaian di semua daerah
konflik yang tersebar di seluruh dunia.
Tanggal
peringatan ini merupakan peringatan atas pembentukan misi pemeliharaan
perdamaian PBB yang pertama pada 1948 untuk memonitor gencatan senjata pada
perang Arab-Israel yang tergabung dalam misi United Nations Truce Supervision Organization (UNTSO). Tanggal
tersebut mulai dijadikan sebagai hari pemelihara perda maian Internasional
sejak 2003 berdasarkan resolusi Majelis Umum PBB Nomor 57/129, 11 Desember
2002.
Mungkin
tanggal ini tidak berarti apa-apa bagi orang pada umumnya, tapi bagi mereka
yang pernah terlibat di dalam operasi perdamaian, seperti penulis, hari ini
mengingatkan betapa beratnya upaya untuk memelihara suatu upaya damai di suatu
daerah konflik. Jalan menuju perdamaian adalah jalan berliku yang seringkali
dihadapkan dengan jurang bahkan halangan yang tidak sedikit dan keringat bahkan
darah harus ditumpahkan hanya untuk mewujudkan apa yang disebut sebagai
perdamaian.
Harga
yang sangat mahal harus di bayar untuk perdamaian, baik untuk mereka yang
terlibat di tengah konflik mau pun bagi mereka yang rela datang membantu proses
perdamaian itu. Namun, hal itu tidak menghentikan mereka untuk tetap mewujudkan
jalan perdamaian menjadi sebuah kenyataan.
Begitupun
bagi mereka yang tergabung dalam Pasukan Garuda, sebuah nama yang diberikan
oleh Presiden Soekarno untuk para pengemban tanggung jawab perdamaian dunia.
Pasukan Garuda adalah mereka yang ditugaskan untuk memenuhi amanat pembukaan
UUD 1945 untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Namun juga, untuk membela kepentingan
orang lain yang sebenarnya asing bagi mereka.
Dalam
kunjungannya ke Indonesia baru-baru ini, Sekjen PBB Ban Ki-Moon (Maret 2012)
memberikan apreasiasinya kepada Pasukan Garuda melalui Presiden SBY atas
kemampuan dan keandalannya dalam mengemban misi perdamaian dunia dari awal hingga
kini. Ini jelas telah memberikan warna tersendiri bagi dinamika diplomasi
Indonesia. Diplomasi tidak hanya dilakukan melalui meja perundingan, namun juga
dapat dilakukan pada saat penyelesaian konflik pihak lain, dengan memberikan
yang terbaik dari apa yang bisa kita lakukan terhadap bangsa lain.
Indonesia
dipandang sebagai bangsa yang matang dalam suatu operasi pemeliharaan
perdamaian. Itu terbukti dari pengakuan yang tidak hanya datang dari satu
orang, namun dari banyak pihak lainnya. Seharusnya hal ini dijadikan nilai
tambah dalam meningkatkan leverage
Indonesia di forum-forum internasional.
Sebagai
contoh, saya teringat pada perkataan yang sederhana namun sa ngat membekas pada
saat penganugerahan medali PBB (Medal
Parade Ceremony) ke-2, oleh Komandan Brigade Ituri, Brigjen Zia Ul Hassan,
dari Bangladesh.
Saat
itu dia mengatakan, “Pasukan Indonesia
adalah pribadi-pribadi yang rendah hati dan sederhana, namun ketika mereka
dihadapkan pada tantangan tugas di daerah misi maka mereka semua adalah
orang-orang yang sangat berdedikasi dan profesional, yang ditunjukkan dengan
tugas yang dapat diselesaikan dengan baik, bahkan lebih dari ekspektasi
sebelumnya.”
Pengakuan
serupa dengan ini tidak datang hanya dari satu orang saja, namun hampir seluruh
pihak yang berinteraksi dengan kontingen Indonesia memberikan kesan yang
serupa. Pada kesempatan lain, ketika saya menjadi bagian dari kontingen
Indonesia yang mengikuti engineering
conference, kami mendapatkan peringkat pertama di atas kontingen zeni
lainnya yang berasal dari Cina, Afrika Selatan, Bangladesh, Uruguay, dan Nepal.
Kinerja
kontingen Indonesia ini mendapatkan pujian dari force engineering officer dari Cina yang menga ta kan bahwa kinerja
Indonesia adalah eyecatching engineering
performance. Sungguh sebuah perkataan yang sangat membanggakan hati. Contoh
kecil ini menunjukkan betapa semua pihak yang pernah terlibat dalam misi
perdamaian tersebut sudah memberikan usaha yang maksimal guna mengangkat nilai
diplomasi Indonesia.
Kini, semuanya kembali pada peme rintah dan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sudahkah negara ini memanfaatkan secara optimal
semua keuntungan yang telah diberikan melalui torehan pencapaian sukses Pasukan
Garuda pada misi perdamaian untuk mengangkat nilai diplomasi Indonesia di mata
internasional? Ataukah negara hanya memandang pengiriman kontingen garuda ini
sebagai suatu hal yang bersifat rutin tanpa nilai tambah bagi diplomasi
Indonesia?
Hingga kini, pemerintah belum memberikan
dukungan maksimal dalam bidang diplomasi, budaya, ekonomi bagi Kontingen Garuda
sehingga banyak inisiatif bagus yang muncul hanyalah bersifat sporadis dari
pasukan itu sendiri. Amat disayangkan apabila ternyata pemerintah tidak
berhasil memanfaatkan momentum untuk memetik hasil dari keberhasilan diplomasi
perdamaiannya sendiri. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar