Senin, 04 Juni 2012

Perdamaian, Diplomasi yang Terabaikan?


Perdamaian, Diplomasi yang Terabaikan?
Bagus Jatmiko ; Perwira TNI AL,
Pernah Bertugas dalam Misi Garuda XX-G di Kongo
SUMBER :  REPUBLIKA, 4 Juni 2012


Banyak yang tidak mengetahui bahwa tanggal 29 Mei diperingati sebagai hari pemelihara perdamaian internasional (In ternational Peacekee per’s day). Hari yang khusus diperingati untuk memberikan apresiasi atas pengabdian tanpa batas dan luar biasa dari semua orang yang telah mengabdikan dirinya untuk upaya pemeliharaan perdamaian di semua daerah konflik yang tersebar di seluruh dunia.

Tanggal peringatan ini merupakan peringatan atas pembentukan misi pemeliharaan perdamaian PBB yang pertama pada 1948 untuk memonitor gencatan senjata pada perang Arab-Israel yang tergabung dalam misi United Nations Truce Supervision Organization (UNTSO). Tanggal tersebut mulai dijadikan sebagai hari pemelihara perda maian Internasional sejak 2003 berdasarkan resolusi Majelis Umum PBB Nomor 57/129, 11 Desember 2002.

Mungkin tanggal ini tidak berarti apa-apa bagi orang pada umumnya, tapi bagi mereka yang pernah terlibat di dalam operasi perdamaian, seperti penulis, hari ini mengingatkan betapa beratnya upaya untuk memelihara suatu upaya damai di suatu daerah konflik. Jalan menuju perdamaian adalah jalan berliku yang seringkali dihadapkan dengan jurang bahkan halangan yang tidak sedikit dan keringat bahkan darah harus ditumpahkan hanya untuk mewujudkan apa yang disebut sebagai perdamaian.

Harga yang sangat mahal harus di bayar untuk perdamaian, baik untuk mereka yang terlibat di tengah konflik mau pun bagi mereka yang rela datang membantu proses perdamaian itu. Namun, hal itu tidak menghentikan mereka untuk tetap mewujudkan jalan perdamaian menjadi sebuah kenyataan.

Begitupun bagi mereka yang tergabung dalam Pasukan Garuda, sebuah nama yang diberikan oleh Presiden Soekarno untuk para pengemban tanggung jawab perdamaian dunia. Pasukan Garuda adalah mereka yang ditugaskan untuk memenuhi amanat pembukaan UUD 1945 untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Namun juga, untuk membela kepentingan orang lain yang sebenarnya asing bagi mereka.

Dalam kunjungannya ke Indonesia baru-baru ini, Sekjen PBB Ban Ki-Moon (Maret 2012) memberikan apreasiasinya kepada Pasukan Garuda melalui Presiden SBY atas kemampuan dan keandalannya dalam mengemban misi perdamaian dunia dari awal hingga kini. Ini jelas telah memberikan warna tersendiri bagi dinamika diplomasi Indonesia. Diplomasi tidak hanya dilakukan melalui meja perundingan, namun juga dapat dilakukan pada saat penyelesaian konflik pihak lain, dengan memberikan yang terbaik dari apa yang bisa kita lakukan terhadap bangsa lain.

Indonesia dipandang sebagai bangsa yang matang dalam suatu operasi pemeliharaan perdamaian. Itu terbukti dari pengakuan yang tidak hanya datang dari satu orang, namun dari banyak pihak lainnya. Seharusnya hal ini dijadikan nilai tambah dalam meningkatkan leverage Indonesia di forum-forum internasional.

Sebagai contoh, saya teringat pada perkataan yang sederhana namun sa ngat membekas pada saat penganugerahan medali PBB (Medal Parade Ceremony) ke-2, oleh Komandan Brigade Ituri, Brigjen Zia Ul Hassan, dari Bangladesh.

Saat itu dia mengatakan, “Pasukan Indonesia adalah pribadi-pribadi yang rendah hati dan sederhana, namun ketika mereka dihadapkan pada tantangan tugas di daerah misi maka mereka semua adalah orang-orang yang sangat berdedikasi dan profesional, yang ditunjukkan dengan tugas yang dapat diselesaikan dengan baik, bahkan lebih dari ekspektasi sebelumnya.”

Pengakuan serupa dengan ini tidak datang hanya dari satu orang saja, namun hampir seluruh pihak yang berinteraksi dengan kontingen Indonesia memberikan kesan yang serupa. Pada kesempatan lain, ketika saya menjadi bagian dari kontingen Indonesia yang mengikuti engineering conference, kami mendapatkan peringkat pertama di atas kontingen zeni lainnya yang berasal dari Cina, Afrika Selatan, Bangladesh, Uruguay, dan Nepal.

Kinerja kontingen Indonesia ini mendapatkan pujian dari force engineering officer dari Cina yang menga ta kan bahwa kinerja Indonesia adalah eyecatching engineering performance. Sungguh sebuah perkataan yang sangat membanggakan hati. Contoh kecil ini menunjukkan betapa semua pihak yang pernah terlibat dalam misi perdamaian tersebut sudah memberikan usaha yang maksimal guna mengangkat nilai diplomasi Indonesia.

Kini, semuanya kembali pada peme rintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sudahkah negara ini memanfaatkan secara optimal semua keuntungan yang telah diberikan melalui torehan pencapaian sukses Pasukan Garuda pada misi perdamaian untuk mengangkat nilai diplomasi Indonesia di mata internasional? Ataukah negara hanya memandang pengiriman kontingen garuda ini sebagai suatu hal yang bersifat rutin tanpa nilai tambah bagi diplomasi Indonesia?

Hingga kini, pemerintah belum memberikan dukungan maksimal dalam bidang diplomasi, budaya, ekonomi bagi Kontingen Garuda sehingga banyak inisiatif bagus yang muncul hanyalah bersifat sporadis dari pasukan itu sendiri. Amat disayangkan apabila ternyata pemerintah tidak berhasil memanfaatkan momentum untuk memetik hasil dari keberhasilan diplomasi perdamaiannya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar