Senin, 18 Juni 2012

Membangun Kembali Optimisme

Membangun Kembali Optimisme
Cyrillus Harinowo Hadiwerdoyo ; Pengamat Ekonomi
Sumber :  SINDO, 18 Juni 2012
 

Selama beberapa pekan setelah tragedi World Trade Center di New York, masyarakat Amerika Serikat (AS) dibangunkan kembali optimismenya. Semangat yang sempat jatuh lantaran runtuhnya gedung yang menjadi kebanggaan masyarakat AS tersebut menjadi pendorong jatuhnya perekonomian negara itu.

Terlebih, runtuhnya gedung pencakar langit tersebut bersamaan dengan harus ditutupnya Bursa Efek New York selama beberapa waktu. Karena itu, bisa dibayangkan jika kemudian masyarakat jatuh ke pesimisme, akan seperti apa perekonomian negeri adidaya itu. Resep yang sama juga menjadi pegangan presiden sebelumnya yaitu Presiden Bill Clinton,yang mewarisi perekonomian Amerika Serikat dari George Bush Senior dalam keadaan cukup amburadul.

Defisit APBN membengkak bersamaan dengan defisit neraca perdagangan. Bahkan terdapat suatu masa di mana pemerintah tidak boleh mengeluarkan uang sesen pun sehingga kegiatan perkantoran Federal banyak yang ditutup. Dengan membangunkan harapan dan optimisme bagi masyarakat AS, perekonomian selama periode kepemimpinan Presiden Clinton akhirnya justru mengalami kebangkitan luar biasa.

Keuangan Pemerintah AS bahkan kemudian bergeser dari defisit yang sangat besar menjadi surplus yang terus membesar selama tiga tahun terakhir kepemimpinan Presiden Clinton. Dari dua pengalaman yang penting tersebut, kita bisa membayangkan betapa pentingnya optimisme terus ditumbuhkan dalam masyarakat kita. Saya selalu percaya apa yang disebut dengan self fulfilling prophecy. Jika kita berpikir bahwa sesuatunya akan menjadi baik, memang kemudian akan terjadi sesuatu yang baik.

Demikian juga sebaliknya. Karena itu, upaya untuk terus membangun optimisme semacam itu harus terus dipupuk sehingga pada akhirnya akan terasa kegairahan masyarakat dan dunia usaha kita dalam melakukan usahanya. Dengan demikian, secara keseluruhan perekonomian akan menjadi lebih baik. Hal inilah yang sebetulnya menjadi pikiran (concern) saya beberapa lama sewaktu melihat perkembangan nilai tukar rupiah.

Selama beberapa bulan sebelumnya beberapa pejabat penting dari pemerintahan telah menyampaikan “prediksi” bahwa perekonomian kita sedang menghadapi masalah. Neraca pembayaran mulai mengalami defisit. Transaksi berjalan (current account) juga mengalami defisit selama dua kuartal. Saya bahkan pernah mendengar seorang pejabat Bank Indonesia yang mengatakan penanaman modal asing ada unsur negatifnya yaitu menaikkan impor.

Apa yang disampaikan para pejabat tersebut dengan waktu yang sangat singkat menyebar ke seluruh dunia. Kecepatan teknologi serta begitu banyaknya investor global pada akhirnya memperoleh informasi yang justru membuat persepsi mereka terhadap Indonesia menjadi berubah total. Mereka menjadi bearish dan bahkan menyamakan Indonesia dengan Turki yang justru mengalami defisit transaksi berjalan sangat besar dan sudah berlangsung bertahun-tahun.

Saya juga mendengar pembicaraan dari beberapa pengusaha lokal mengenai keadaan perekonomian Indonesia yang dikatakan sudah mulai mengkhawatirkan. Bagi mereka, jika tidak ada harapan lagi bagi perekonomian Indonesia, dengan sangat mudah mereka akan memindahkan dana ke bank-bank di Singapura atau di mana saja yang mereka anggap masih memberikan keamanan.

Akhirnya self fulfilling prophecy sungguh-sungguh terjadi. Apa yang dikemukakan para pejabat penting Indonesia tersebut akhirnya menciptakan kekhawatiran yang akhirnya justru menyebabkan terjadi capital outflow. Para investor asing banyak yang melikuidasi investasinya di Indonesia dan kemudian membawa dananya kembali ke negara mereka atau negara lain yang masih memberikan harapan positif bagi mereka.

Demikian juga orang kaya Indonesia mulai berpikir untuk memindahkan dananya ke luar negeri. Pesan yang disampaikan pejabat penting Indonesia, yang tujuannya untuk memberikan justifikasi terhadap peraturan yang dibuat (misalnya tentang laporan devisa maupun pinjaman siaga pemerintah), akhirnya ditangkap secara terpisah dan menyebabkan timbulnya persepsi bahwa perekonomian Indonesia sedang resah.

Apa yang harus kita lakukan untuk membangun kembali harapan masyarakat terhadap negara kita dan terutama terhadap perekonomian kita? Ini beberapa fakta yang ada. Baru-baru ini Pemerintah India mengumumkan, pertumbuhan ekonomi mereka mulai melemah sehingga pada kuartal perama 2012 pertumbuhan ekonomi mereka hanya 5,3%.

Perekonomian India yang selama beberapa tahun terakhir mengalami pertumbuhan di atas 8% akhirnya harus mengalami pelemahan tersebut. Dengan pelemahan tersebut, jika kita membuka halaman akhir majalah Economist, Indonesia termasuk negara yang sangat sedikit memiliki pertumbuhan ekonomi yang masih tinggi, di mana pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6,3%. Di antara negara besar saat ini hanya Indonesia bersama China yang masih memiliki pertumbuhan di atas 6%.

Saya yakin pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut masih akan tinggi dalam beberapa waktu mendatang. Investasi yang berlangsung di Indonesia masih dalam tingkat kecepatan yang tinggi. Rasio investasi terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia di kuartal pertama 2012 masih di atas 30% dan dalam keadaan perekonomian global seperti saat ini rasio yang sedemikian adalah angka yang sangat tinggi.

Sebagian besar dari investasi tersebut adalah investasi asing. Kita yakin industri automotif dan industri durable goods (televisi, kulkas, dan sebagainya) masih mengalami pertumbuhan yang tinggi. Demikian juga barang-barang konsumsi. Ini berarti kalau impor kita mengalami kenaikan sangat tinggi,sebagian juga disebabkan kegiatan investasi ini. Ekspor Indonesia juga masih mengalami pertumbuhan hampir 5% selama empat bulan pertama 2012 ini.

Saya yakin ekspor kelapa sawit dan batu bara akan kembali meningkat pada Mei dan bulanbulan sesudahnya. Demikian juga keuangan Pemerintah Indonesia dewasa ini sungguh sangat kuat. Cadangan kas yang di BI dan bank-bank komersial membuat pemerintah dapat terus melakukan investasi dan pengeluaran lainnya. Begitu banyak yang dapat membuat kita optimistis. Barangkali inilah saatnya para pejabat kita untuk kembali memikirkan perannya, untuk membangkitkan harapan masyarakat kita kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar