Kamis, 14 Juni 2012

Lesbian dalam Pandangan Psikiatrik


Lesbian dalam Pandangan Psikiatrik
Soewadi ; Penulis
Sumber :  KORAN TEMPO, 14 Juni 2012


Hingga kini banyak orang dari banyak negara memperdebatkan tentang penyimpangan seksual lesbian (homoseksual pada wanita). Secara psikiatrik, kebanyakan psikiater khususnya di Indonesia berpendapat bahwa homoseksual adalah salah satu bentuk perilaku seksual yang menyimpang, ditandai dengan adanya rasa tertarik secara perasaan (kasih sayang, hubungan emosional) terhadap sesama jenis kelamin. Baik dalam Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJI) maupun ICD X, lesbian diklasifikasikan ke dalam kelompok gangguan seksual.

Berdasarkan penelitian epidemiologik, didapatkan data bahwa homoseksualitas terdapat pada semua bentuk budaya dan semua lapisan masyarakat sepanjang sejarah, termasuk kondisi sosial masyarakat modern dan industrial seperti sekarang ini. Bahkan ada kecenderungan bahwa semakin modern suatu masyarakat, semakin banyak terjadinya penyimpangan seperti terjadinya homoseksualitas dan lesbian. Hal ini sangat mungkin terjadi karena modernisasi tidak diikuti dengan tumbuh dan berkembangnya tingkat ketaatan orang dalam beribadah menurut keyakinan agama yang dianutnya, atau mungkin bahkan orang telah meninggalkan agamanya. Orang tidak lagi memakai agama sebagai pedoman dalam hidupnya.

Untuk menentukan besarnya angka insidensi dan angka prevalensi penyimpangan perilaku lesbian secara akurat memang sangat sulit. Penelitian yang dilakukan oleh banyak pakar dari banyak negara belum mampu menentukan secara tepat besarnya angka insidensi dan prevalensi lesbian. Namun, secara umum, diperkirakan jumlah kaum lesbian dan homoseksual di dalam masyarakat adalah 1 persen hingga 10 persen dari jumlah populasi. Seorang ahli seksologi terkenal, Kinsley, bahkan menyebutkan bahwa setidaknya 2 persen hingga 5 persen wanita adalah lesbian. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kinsley pada remaja berusia 20 tahun, terdapat 17 persen perempuan mempunyai pengalaman lesbian. Pada penelitian yang dilakukan terhadap remaja berusia 16-19 tahun, terdapat 6 persen wanita lesbian. Ada pula pakar yang melaporkan bahwa 10,7 persen murid SMA berusia 12-18 tahun tidak yakin dengan orientasi seksual mereka, sekitar 5-6 persen dari murid-murid ini dideskripsikan sebagai lesbian.

Lesbianisme rupanya berkembang cukup pesat dalam wilayah sosial kemasyarakatan Indonesia. Awalnya, perempuan lesbi sebisa mungkin menyembunyikan jati dirinya. Tapi saat ini mereka berhimpun dalam wadah atau komunitas yang banyak orang bisa mengetahuinya. Masyarakat memandang sebelah mata terhadap keberadaan kaum homoseksual ini. Berbagai sanksi normatif dan tekanan-tekanan psikologis berkaitan dengan perilaku ini masih didapatkan oleh kaum homoseksual. Para psikiater di Indonesia, khususnya psikiater muslim, menganggap lesbian adalah suatu kelainan yang perlu dicegah dan mendapatkan terapi yang adekuat.

Fakta di Indonesia dan juga di negara-negara lain menunjukkan bahwa banyak respons negatif yang didapatkan kaum lesbian ini dari teman sekolahnya, teman kampus, guru-guru, pelatih, dan masyarakat secara umum. Kebanyakan para penyandang homoseksualitas ini sebenarnya tidak mengetahui mengapa mereka menjadi demikian, sehingga dapat dikatakan bahwa hal ini terjadi bukan karena kehendak mereka sendiri. Respons terhadap lesbian yang dideritanya juga berbeda, ada sebagian yang menerima keadaan tersebut dan hidup tanpa beban sebagai homoseksual, ini disebut egosintonik. Dan ada sebagian yang lain yang tidak bisa menerima keadaan dan merasa tidak sesuai dengan norma-norma yang ada di masyarakat, yang akhirnya menyebabkan adanya konflik batin dalam dirinya. Tipe ini disebut egodistonik.

Faktor tunggal penyebab terjadinya lesbian tidak dapat dikemukakan. Para pakar masih berpendapat bahwa lesbian bersifat multifaktorial. Terjadinya homoseksual termasuk lesbian dapat karena berbagai faktor, yaitu: (1) Faktor biologi berupa terganggunya struktur otak kanan dan kiri serta adanya ketidakseimbangan hormonal; (2) Faktor psikologis, pada suatu penelitian yang membandingkan antara 100 lesbian dan perempuan heteroseksual menunjukkan hasil adanya penolakan terhadap ibu dan tidak adanya peran seorang ayah. Lesbian muncul karena kurang adekuatnya kasih sayang dari seorang ibu kepada anak perempuannya. Hal ini mengarahkan anak perempuan tersebut untuk mencari kasih sayang dari perempuan lain. Selain itu, pengkondisian psikologis dihubungkan dengan reinforcement atau punishment pada awal perilaku seksual, termasuk juga pikiran dan perasaan menyangkut seksualitas yang mengontrol proses terbentuknya orientasi seksual.

Pandangan ini menjelaskan mengapa beberapa orang yang heteroseksual akhirnya menjadi homoseksual pada masa dewasa mereka, misalnya pada mereka yang mendapatkan pengalaman hubungan heteroseksual yang tidak menyenangkan dan berakhir menyakitkan hati yang menyebabkan timbulnya suatu trauma psikis, kemudian mendapatkan pengalaman hubungan homoseksual yang menyenangkan. Kombinasi ini dapat mengarahkan seseorang menjadi homoseksual; (3) Adanya pengaruh lingkungan yang tidak baik bagi perkembangan kematangan seksual yang normal; (4) Faktor pola asuh, terutama asuhan dalam ketaatan melaksanakan perintah agama. Ketaatan seseorang dalam beragama akan menciptakan individu yang beriman.

Setiap pribadi orang yang beriman diajar untuk mampu dan mau membaca lingkungan mulai dari keadaan dirinya (lingkungan mikro) sampai pada lingkungan yang luas (makro), bahkan dapat pula memasuki ruang yang lebih hakiki, yaitu metafisik, falsafah keilmuan dengan menempatkan dirinya sebagai subyek yang mampu berpikir secara mendasar dan rasional. Orang berilmu akan bertanya tentang berbagai hal yang membuatnya ragu, dipelajarinya dengan seksama untuk sampai pada kesimpulan yang dapat meyakinkannya guna memperkuat argumentasi keimanannya. Orang beriman yang mempunyai wawasan keilmuan yang memadai tidak akan pernah cepat menerima sesuatu tanpa dikaji lebih dulu, karena sifat pribadinya yang kritis. Mereka sadar bahwa dirinya tidak boleh sekadar ikut-ikutan tanpa pengetahuan, karena seluruh potensi dirinya suatu saat akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT.

Sikap seorang berilmu akan tampak dari cara dirinya berhadapan dengan lingkungan. Ia akan sangat kritis dan mampu melakukan analisis yang tajam terhadap segala fenomena yang berada di sekitarnya, sehingga ia tak mudah tertipu atau tersesat dan terjebak oleh situasi yang tidak didukung oleh persyaratan yang tepat dan benar (faktual) serta proporsional. Pandangan hidup yang menjadi pedoman orang beriman yang berilmu adalah halal dan haram, dan mereka selalu memperjuangkan kebenaran dan keadilan.

Mereka yang beriman selalu berusaha membebaskan manusia dari keyakinan (akidah) yang rusak, pola pikir yang keliru, persepsi dan pandangan yang salah. Mengingat lesbian adalah gangguan seksual yang makin marak, sebaiknya kita segera melakukan pencegahan dan pengelolaan yang adekuat untuk menekan angka insidensi dan prevalensinya. Gangguan lesbian perlu segera diatasi. Pendekatan psikiatrik dapat membantu penyembuhan lesbian. ●

1 komentar: