Rabu, 06 Juni 2012

KTP dan Daftar Pemilih Tetap


KTP dan Daftar Pemilih Tetap
Ramlan Surbakti ; Wakil Ketua KPU 2001-2007
SUMBER :  KOMPAS, 6 Juni 2012


Mengapa jumlah penduduk DKI yang sudah memiliki KTP (e-KTP) lebih sedikit daripada jumlah pemilih yang sudah terdaftar dalam daftar pemilih sementara? Itulah pertanyaan yang diajukan Kompas kepada berbagai pihak (Rabu, 23 Mei 2012, halaman 1).
Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI mengatakan jumlah pemilih dalam daftar pemilih sementara (DPS) sesuai dengan jumlah daftar pemilih potensial yang disampaikan oleh Kementerian Dalam Negeri, sedangkan Dinas Kependudukan Pemda DKI menjelaskan belum semua warga DKI memiliki KTP.

Produk Sistem Berbeda

Perbedaan jumlah penduduk yang memiliki KTP dengan jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT terjadi bukan hanya karena kedua alasan ini. Hal itu juga terjadi karena kedua data penduduk ini merupakan produk dari dua sistem yang berbeda secara prinsipiil, yaitu sistem administrasi kependudukan dan catatan sipil serta sistem pendaftaran dan/atau pemutakhiran daftar pemilih.

WNI yang masuk kedua kategori data penduduk ini memang memiliki kesamaan, yaitu WNI yang telah berumur 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah menikah. Akan tetapi, kedua sistem ini dilandasi oleh prinsip yang berbeda sehingga sampai kapan pun jumlah keduanya tidak akan pernah sama.

Selain persyaratan umur, untuk dapat memperoleh KTP seorang WNI harus memiliki keterangan identitas yang menunjukkan yang bersangkutan berdomisili di suatu wilayah administrasi secara sah, tidak peduli apakah berdomisili secara faktual ataukah hanya di atas kertas. Legalitas permukiman yang ditempati dan keterangan resmi mengenai identitas warga suatu permukiman merupakan dua persyaratan mutlak untuk mendapatkan KTP.

Warga Tanah Merah, Jakarta Utara, sampai sekarang tidak diberi KTP karena mereka menempati permukiman yang menjadi milik salah satu BUMN.

Warga kawasan yang dikategorikan pemda sebagai ”permukiman liar”, seperti tepi kali, tidak akan pernah diberi KTP. Ribuan warga Mesuji, Lampung, sampai sekarang tidak diberikan KTP karena dinilai menempati lahan milik pihak lain. Warga yang tinggal di permukiman yang lahannya menjadi sengketa dua pemda juga tidak diberi KTP karena status permukiman itu belum jelas masuk wilayah mana.

Pada pihak lain, para mahasiswa dan pekerja di kota besar tidak akan diberi KTP kalau tidak ada surat keterangan pindah dari domisili lama ke domisili baru walaupun secara faktual mereka berdomisili di suatu permukiman dalam waktu yang cukup lama.

Sebaliknya, untuk dapat menjadi pemilih seorang WNI hanya memerlukan dua hal, yaitu umur (17 tahun atau lebih atau sudah/pernah menikah) dan terdaftar sebagai pemilih.
Untuk dapat didaftar sebagai pemilih seorang WNI perlu menunjukkan satu bentuk identitas diri, seperti akta kelahiran, ijazah, akta perkawinan, KTP, paspor, atau surat keterangan kepada desa yang menunjukkan yang bersangkutan telah berusia 17 tahun atau lebih, dan keterangan yang menunjukkan yang bersangkutan telah berdomisili di permukiman tersebut selama enam bulan atau lebih.

Prinsip pendaftaran pemilih adalah di mana seorang warga negara secara faktual berdomisili di situlah dia harus terdaftar dan menggunakan hak pilihnya. Hal ini tidak lain karena dia harus mematuhi ketentuan yang berlaku di tempat domisilinya. Di mana seseorang berdomisili di situ dia terikat pada peraturan yang berlaku di tempat tersebut.
Ketentuan itu tidak hanya berupa undang-undang (yang sudah barang tentu berlaku di seluruh Indonesia), tetapi terutama peraturan daerah. UU dan perda tersebut tidak hanya mengatur hak dan kebebasan (seperti jaminan hak dan larangan) warga, tetapi juga mengatur beban yang wajib ditanggung warga (pajak, retribusi, dan pungutan resmi lainnya) dan manfaat yang dapat diterima warga (berbagai bentuk pelayanan publik dan subsidi).

Karena kehidupannya sehari-hari dipengaruhi oleh UU dan perda tersebut, dia berhak memilih dan memengaruhi para politisi yang akan membuat dan melaksanakan UU dan perda tersebut. Warga negara asing yang berdomisili cukup lama di kota-kota besar Inggris bahkan berhak memilih anggota dewan kota dan wali kota karena para warga asing tersebut membayar pajak di kota-kota besar tersebut.

Oleh karena itu, berdasarkan prinsip demokrasi tersebut, bukan hanya WNI yang telah memiliki KTP yang wajib didaftar oleh KPU, melainkan semua WNI yang telah berhak memilih. Warga Tanah Merah, Jakarta Utara, warga Mesuji, Lampung, warga yang berdomisili di permukiman ”liar”, warga yang tinggal di wilayah sengketa perbatasan di antara dua pemda, para pekerja pendatang di berbagai kawasan industri dan perdagangan, para mahasiswa pendatang di berbagai kota, bahkan WNI yang dinilai hilang ingatan atau pasien di rumah sakit jiwa wajib didaftar sebagai pemilih.

Legalitas pemilih

Legalitas permukiman dan legalitas identitas domisili tidak dapat meniadakan hak pilih seorang warga negara yang telah berhak memilih. Hak pilih adalah salah satu hak asasi manusia dan hak pilih merupakan hak asasi yang paling penting karena jenis hak asasi lainnya lebih dapat dijamin melalui penggunaan hak pilih.

Ketentuan Pasal 40 Ayat (5) UU No 8/2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD ternyata sudah mengikuti prinsip yang mendasari sistem pendaftaran dan/atau pemutakhiran daftar pemilih tersebut. Hal ini tidak lain karena mewajibkan KPU mendaftar WNI yang berhak memilih, tetapi belum terdaftar dalam DPS ataupun daftar pemilih tambahan karena belum memiliki identitas kependudukan, sebagai pemilih dalam daftar pemilih khusus.

KPU diminta untuk mengatur lebih lanjut mengenai hal ini, khususnya salah satu jenis identitas yang perlu dimiliki oleh WNI tersebut. Sebenarnya tidaklah tepat mengategorikan WNI yang tanpa KTP tersebut ke dalam daftar pemilih khusus, apalagi kalau berimplikasi diskriminatif karena setiap pemilih terdaftar sama-sama memiliki satu suara dan bernilai setara.

Dengan demikian dari segi perundang-undangan tidak ada lagi halangan bagi KPU untuk mendaftar seluruh WNI yang berhak memilih. Apakah DPT Pemilu 2014 mampu mencapai sekurang-kurangnya 95 persen baik untuk derajat cakupan (jumlah WNI yang berhak memilih yang terdaftar dalam DPT) maupun untuk derajat kemutakhiran dan akurasi (antara lain jumlah pemilih siluman mencapai jumlah sekecil-kecilnya) menjadi sepenuhnya tergantung dari manajemen KPU dalam memutakhirkan daftar pemilih. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar