Selasa, 05 Juni 2012

Kebinekaan Indonesia

Kebinekaan Indonesia
Sukidi ; Kandidat PhD di Universitas Harvard
SUMBER :  KOMPAS, 5 Juni 2012


Saat berpidato pada Waisak 2012, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ”mengajak seluruh elemen bangsa untuk senantiasa menyuburkan sikap toleran karena sikap ini penting guna menjamin terpeliharanya kondisi kehidupan berbangsa yang damai dan harmonis” (Kompas, 18/5).

Ajakan bersikap toleran patut diapresiasi justru di tengah meningkatnya intoleransi yang akhir-akhir ini menodai reputasi Indonesia sebagai a beacon of tolerance, meminjam istilah BBC News siaran 28 Mei lalu. Sekarang ini intoleransi bukan sekadar masalah domestik lagi, melainkan juga sudah menjadi sorotan internasional.

Sidang Dewan HAM PBB di Geneva ikut merespons meningkatnya aksi kekerasan dan intoleransi dalam kehidupan beraga- ma di Indonesia. Intoleransi dirasakan terutama oleh kaum minoritas yang bukan sekadar merasa kesulitan beribadah dan mendirikan rumah ibadah, melainkan juga korban persekusi dari mereka, ”preman berjubah”.

Faktanya, proteksi terhadap kaum minoritas dari intoleransi dan persekusi tak menunjukkan kemajuan berarti. Tampaknya pemerintah dan pemimpin parpol bertindak pragmatis bahwa proteksi terhadap kaum minoritas dinilai tak mendatangkan keuntungan politik, terutama dari mayoritas umat Islam. Kita tak lagi memiliki pemimpin seperti almarhum Abdurrahman Wahid yang berjuang melawan intoleransi dan persekusi terhadap kaum minoritas semata-mata disandarkan pada nilai kebenaran dan kemanusiaan yang intrinsik dan jauh dari kalkulasi kepentingan politik yang pragmatis.

Sikap Masyarakat

Bukan hanya pemerintah yang kurang memberi kaum minoritas proteksi maksimal dari praktik intoleransi, sikap masyarakat kita secara umum juga sangat memprihatinkan. Meski kerap diklaim sebagai masyarakat sipil berciri moderat, toleran, dan demokratis, mayoritas umat Islam sendiri bersikap diam terhadap praktik intoleransi dan persekusi yang diderita kaum minoritas.

Tak tampak sama sekali keberanian dan kekuatan moral yang signifikan melawan intoleransi dan persekusi. Yang lebih memprihatinkan, jika diamnya mayoritas umat Islam justru mencerminkan sikap asli dari keberagamaan yang pasif dan acuh tak acuh terhadap yang sedang terjadi dengan bangsa Indonesia.

Jika itu yang terjadi, kita benar-benar tak bertanggung jawab atas amanah kebinekaan Indonesia. Ketika Bhinneka Tunggal Ika, yang senapas dengan moto E Pluribus Unum di Amerika, dipilih sebagai ekspresi ideal kebinekaan Indonesia, para Bapak Pendiri Bangsa sesungguhnya memiliki dan mewariskan amanah mulia itu kepada kita untuk mewujudkan kehidupan yang bersatu, damai, dan harmonis di tengah kondisi masyarakat yang majemuk dari berbagai segi, termasuk agama dan keyakinan. Karena itu, kebinekaan Indonesia tecermin, antara lain, pada kemajemukan agama dan keyakinan.

Terhadap agama dan keyakinan yang majemuk, tindakan minimal yang dapat kita ekspresikan adalah bersikap toleran secara tulus agar kita terbebaskan dari intoleransi dan persekusi. Namun, sekadar bersikap toleran saja tak cukup untuk menyikapi tantangan sosial keagamaan yang akhir-akhir ini bergerak ke arah intoleransi dan konservatisme.

Toleransi sendiri, kata Prof Diana L Eck di Universitas Harvard, terlalu rapuh sebagai fondasi suatu masyarakat yang kian majemuk karena tak mensyaratkan setiap warga negara mengenal satu sama lain secara aktif (Eck, 2001: 10). Karena itu, kita harus bergerak ke sikap yang egaliter, terbuka, dan dialogis menyikapi setiap ekspresi agama dan keyakinan yang satu sama lain berbeda. Itulah yang menurut falsafah kebinekaan kita sikap ber-Bhinneka Tunggal Ika: berbeda dalam ekspresi agama dan keyakinan, tetap satu jua dan setara dalam bingkai kebinekaan Indonesia.

Harus Dipelihara

Kebinekaan Indonesia bukanlah sesuatu yang terberikan, sekali jadi dan berlaku selamanya. Kebinekaan Indonesia adalah konstruksi dan produk sejarah brilian yang dihasilkan para Bapak Pendiri Bangsa di masa silam yang harus selalu kita pelihara, sempurnakan, bahkan kembangkan sekarang dan nanti.

Amanah kebinekaan menggugah kembali kesadaran kita saling berdialog, berpartisipasi, dan terlibat aktif merajut kemajemukan sebagai modal sosial membangun Indonesia yang maju. Tanpa keterlibatan aktif setiap warga negara, sendi kebinekaan Indonesia pasti rapuh, pudar, runtuh.

Jadi, dengan menggugah dan memperkuat kembali amanah kebinekaan, kita terpanggil aktif melibatkan diri, terutama terkait tugas kita sebagai warga negara yang harus peka dan bertanggung jawab menyikapi masalah bangsa dan memikul kembali tanggung jawab itu bersama mengatasi masalah kolektif kita sebagai bangsa. Kesadaran kebinekaan ini harus terus kita pelihara, wariskan, dan tradisikan kepada sesama warga negara agar terwujud sikap hidup yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar