Hati-Hati
Ijazah Bodong
Ki Supriyoko ; Direktur Pascasarjana Pendidikan UST
Yogyakarta
SUMBER : KOMPAS, 14
Juni 2012
Salah satu isu yang paling hangat di kalangan
pendidikan tinggi adalah masalah ijazah ”bodong”. Proses pencapaiannya
dilakukan secara legal dan diberikan oleh lembaga yang sah kepada seseorang
yang berhak menerima, tetapi ternyata tidak berlaku karena program studi pada
perguruan tinggi tersebut tidak terakreditasi.
Isu ini berawal dari Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang ditetapkan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tanggal 16 Mei 2005. Di dalamnya secara jelas
termuat berbagai ketentuan tentang keberlakuan ijazah dikaitkan status
akreditasi pada perguruan tinggi.
Sebagai catatan, PP SNP merupakan penjabaran
UU Sistem Pendidikan Nasional, khususnya Pasal 61 Ayat (2). Disebutkan, ijazah
diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar
dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan
oleh satuan pendidikan yang terakreditasi.
Ketentuan dalam UU ini kemudian dijabarkan
dalam PP SNP. Pasal 89 Ayat (1) PP SNP menyebutkan pencapaian kompetensi akhir
peserta didik dinyatakan dalam dokumen ijazah dan/atau sertifikat kompetensi.
Ayat (2) pasal yang sama disebutkan: ijazah sebagaimana dimaksud ayat (1)
diterbitkan oleh satuan pendidikan dasar dan menengah serta satuan pendidikan
tinggi, sebagai tanda peserta didik yang bersangkutan telah lulus dari satuan
pendidikan.
Lewat 7 Tahun
Tetapi jangan lupa membaca Ketentuan
Peralihan PP tersebut. Pasal 94 ayat (2) menyebutkan satuan pendidikan wajib
menyesuaikan diri dengan ketentuan PP ini paling lambat 7 (tujuh) tahun.
Artinya, kalau PP SNP ditetapkan oleh Presiden SBY tanggal 16 Mei 2005, pada 16
Mei 2012 satuan pendidikan yang memberikan ijazah kepada peserta didik wajib
sudah terakreditasi kalau ingin ijazahnya tidak ”bodong”. Hal ini berlaku untuk
satuan pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Pasal 86 Ayat (1) menyebutkan, pemerintah
melakukan akreditasi pada setiap jenjang dan satuan pendidikan untuk menentukan
kelayakan program dan/atau satuan pendidikan. Sementara Pasal 87 Ayat (1)
menyebutkan akreditasi oleh pemerintah dilaksanakan oleh Badan Akreditasi
Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) terhadap program dan/atau satuan pendidikan
jenjang pendidikan tinggi.
Logika yuridisnya: kalau tujuh tahun setelah
ditetapkannya PP (16 Mei 2012) ada satuan pendidikan yang tidak menyesuaikan
diri dengan ketentuan PP SNP, satuan pendidikan bersangkutan tak dapat memenuhi
ketentuan PP SNP. Artinya, satuan pendidikan yang bersangkutan dengan
sendirinya tidak dapat memenuhi ketentuan UU Sisdiknas. Akibatnya, produk
satuan pendidikan tersebut, termasuk ijazah, dinyatakan tidak sah menurut UU.
Kalau logika yuridis ini benar, ijazah yang
dikeluarkan setelah 16 Mei 2012 oleh satuan pendidikan yang tak terakreditasi
BAN-PT merupakan ijazah ”bodong”. Secara fisik ada, tetapi tak berlaku
sebagaimana mestinya.
Jalan Keluar
Selama ini BAN-PT memberlakukan akreditasi
bukan pada satuan pendidikan dan bukan pada fakultas ataupun jurusan, tetapi
pada program studi (prodi). Kalau PT A memiliki tiga prodi X, Y dan Z, status
akreditasinya melekat pada prodi A, B, dan C; bukan pada PT A. Di sisi lain,
status akreditasi antarprodi bisa sama, tetapi bisa pula berbeda. Misalnya,
status akreditasi prodi X adalah ”A”, prodi Y adalah ”B”, sementara prodi Z
adalah ”C” atau bahkan tidak terakreditasi.
Menurut catatan Kemdiknas, jumlah program
pada PTN per Januari 2012 adalah 5.035 prodi. Sebanyak 2.566 prodi (51 persen)
terakreditasi dan masih berlaku; 600 (11,9) terakreditasi, tetapi kedaluwarsa;
1.869 (37,1) tak terakreditasi. Sementara itu, jumlah program pada PTS per
Desember 2011 adalah 11.927 prodi. Sebanyak 6.105 (51,2 persen) terakreditasi
dan masih berlaku; 1.105 (9,3) terakreditasi, tetapi kedaluwarsa; dan 4.717
(39,5) tak terakreditasi.
Berdasarkan angka tersebut, 1.705 prodi pada
PTN dan PTS terakreditasi, tetapi kedaluwarsa dan 6.586 prodi tak
terakreditasi. Dengan logika yuridis di atas, prodi-prodi (PTN-PTS) ini kalau
setelah 16 Mei 2012 mengeluarkan ijazah, ijazahnya ”bodong”.
Pengalaman saya sebagai pimpinan direktorat
pascasarjana yang memiliki tiga prodi, banyak mahasiswa yang menunda ujian
tesisnya sebelum prodinya terakreditasi. Setelah terakreditasi oleh BAN-PT,
mereka berbondong-bondong minta ujian tesis karena tahu ijazahnya tak akan
bermasalah pada kemudian hari.
Bagaimana jalan keluar agar ijazah ”bodong”
tidak mengotori dunia pendidikan tinggi kita? Tak ada jalan lain kecuali
penyelenggara prodi yang akreditasinya kedaluwarsa atau tak terakreditasi
segera mengurus akreditasinya. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar