DKI
Jakarta Butuh Pemimpin Visioner
Joko Riyanto ; Koordinator Riset Pusat Kajian dan Penelitian
Kebangsaan (Puskalitba) Solo
Sumber : SUARA
HARAPAN, 13 Juni 2012
Masyarakat DKI Jakarta pun seakan kembali
merajut mimpi. Itulah ungkapan yang tepat untuk mendeskripsikan selaksa
ekspektasi yang membuncah dari masyarakat dalam memaknai Pilkada DKI Jakarta 11
Juli 2012.
Pada konteks inilah partisipasi politik
masyarakat dalam memaknai dan memilah kandidat yang “bertarung” pada suksesi
pilkada menjadi satu hal yang amat signifikan. Ini karena merekalah (baca:
masyarakat) yang akan memilih.
Pergantian kepala daerah atau suksesi
merupakan bagian dari proses politik, bagian dari tradisi berdemokrasi di
negeri ini. Selain itu, suksesi merupakan momentum tepat untuk mewujudkan
proses perubahan ke arah yang lebih baik.
Pilkada yang akan berlangsung di DKI Jakaarta
juga diharapkan membawa perubahan lebih baik bagi masyarakatnya. Survei Pusat
Kajian Politik (Puskapol) FISIP UI memperlihatkan, mayoritas warga DKI Jakarta
(80,72 persen) menyatakan bersedia datang ke TPS untuk memberikan suara.
Lebih lanjut, survei Puskapol UI juga
mengungkapkan, 75,72 persen warga DKI Jakarta menginginkan agar Pilkada DKI
menjadi arena pertarungan gagasan dan solusi programatik. Artinya, warga DKI
berharap bisa melihat calon-calon mana saja yang punya kapasitas menyelesaikan
persoalan mereka.
Keinginan rakyat yang ada di DKI Jakarta
mungkin sangat sederhana; sekadar mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari
yang sebelumnya. Khayalan dari calonnya juga sangat sederhana, hanya bisa
mendapatkan suara sehingga bisa mencukupi mendapatkan sebuah jatah kursi di
parlemen atau pemerintahan. Sederhana memang!
Tapi, apakah hanya akan sampai di situ.
Jawabannya tentu tidak. Akan timbul pertanyaan, rakyat ingin kehidupan lebih
baik yang seperti apa? Sangat lazim ketika kita berbicara lebih baik, dari
jumlah penduduk yang begitu besar di republik maupun di daerah, akan terjadi
perbedaan-perbedaan yang dapat menimbulkan konflik.
Di sinilah para calon kepala daerah ini
diuji, bagaimana mengakomodasi semua kepentingan dengan hasil yang lebih baik,
tetapi dapat meminimalkan konflik yang terjadi.
Mau tidak mau, siapa pun yang akan terpilih
memimpin DKI Jakarta ke depan, harus mereka yang mempunyai kemampuan yang tidak
sekadar punya kemampuan manajemen birokrasi yang baik dan benar. Tapi juga
harus mampu menjalin kerja sama dengan kalangan dunia bisnis, baik lokal,
regional maupun internasional.
Harus dicari calon pemimpin yang punya visi
jauh ke depan. Tidak sekadar tegas dalam tindakan, tapi yang lebih penting lagi
mampu menyiapkan pengembangan kota ini sepuluh atau dua puluh tahun ke depan.
Apalagi, seperti halnya kota/kabupaten lain,
DKI Jakarta juga memiliki persoalan sosial yang terus timbul dan butuh
penyelesaian.
Persoalan sosial itu seperti tingginya angka
pengangguran, merajalelanya tindak pidana korupsi, banyaknya anak jalanan,
harga sembako yang melambung tinggi, masalah buruh dan petani, mahalnya biaya
pendidikan, ancaman banjir, mahalnya biaya untuk berobat, masih adanya
kriminalitas, banjir, dan kemacetan.
Segudang persoalan tersebut harus dituntaskan
oleh para pengambil kebijakan (baca: Pemerintah DKI Jakarta) yang akan dipilih
secara langsung oleh rakyat lewat mekanisme demokratis bernama pilkada.
Untuk itu, DKI Jakarta membutuhkan pemimpin
yang berkarakter dan visioner. Ini karena DKI Jakarta telah tumbuh sebagai kota
global, yang harus memainkan pengaruhnya di kawasan Asia Tenggara. Keberadaan
pemimpin yang berkarakter dan visioner sangat dibutuhkan bagi DKI Jakarta di
masa mendatang karena hingga saat ini DKI Jakarta masih menghadapi sejumlah
problem serius.
Dalam konteks itu, sangat diharapkan Pilkada
DKI Jakarta 11 Juli 2012 mampu melahirkan suatu kepemimpinan yang visioner.
Pertama, memiliki karisma yang dapat menghadirkan sebuah visi yang kuat dan
memiliki kepekaan terhadap misi institusi (jabatannya).
Ini berarti duet cagub-cawagub harus “peka”
bahwa mereka itu adalah pengabdi dan pelayan masyarakat. Bukannya menjadikan
kekuasaan yang diemban tersebut sebagai ajang untuk mengeruk kekayaan negara
demi pemuasan terhadap kepentingan pribadi.
Kedua, senantiasa menghadirkan stimulasi
intelektual. Artinya, duet cagub-cawagub selalu membantu masyarakatnya untuk
mengenali ragam persoalan serta cara-cara untuk memecahkannya.
Duet cagub-cawagub seperti ini adalah
pemimpin yang lebih banyak mendengar ketimbang memberikan instruksi. Layaknya
reporter “sang pencari berita” yang senantiasa mencari tahu penyebab sebuah
masalah untuk kemudian diuraikan solusi terbaiknya.
Ketiga, memiliki perhatian dan kepedulian
terhadap setiap individu masyarakatnya. Duet cagub-cawagub selalu memberikan
perhatian, kepada masyarakatnya untuk melakukan hal yang terbaik bagi dirinya
sendiri dan komunitasnya.
Artinya duet cagub-cawagub seperti ini
tidaklah menganggap dirinya superior ketimbang yang lain. Ini karena di samping
selalu bersama orang-orang “muda”, mereka juga menjiwai semangat kaum muda.
Keempat, senantiasa memberikan motivasi yang
memberikan inspirasi bagi pengikutnya dengan cara melakukan komunikasi secara
efektif dengan menggunakan simbol-simbol, tidak hanya menggunakan bahasa
verbal. Ciri dari pasangan cagub-cawagub adalah pribadi yang energik dan
motivator ulung terhadap bawahan serta masyarakatnya dalam menghadapi pelbagai
persoalan.
Kelima, mereka berupaya meningkatkan
kapasitas para pengikutnya agar bisa mandiri, tidak selamanya tergantung pada
sang pemimpin. Mereka menyadari bahwa tak selamanya mereka harus menjadi
pemimpin yang abadi.
Mereka memandang pentingnya proses kaderisasi
dalam transformasi kepemimpinan berikutnya. Kriteria ini mengandaikan bahwa
pasangan cagub-cawagub bukanlah pasangan yang haus akan (periodisasi)
kekuasaan. Ini karena mereka yakin bahwa generasi setelah mereka memiliki
kapasitas untuk merekonstruksi kekhilafan yang pernah mereka perbuat.
Oleh karena itu, Pilkada DKI Jakarta 11 Juli
2012 nanti amanah rakyat haruslah diserahkan kepada mereka yang memiliki
kompetensi, loyalitas, akseptabel, memiliki daya juang, keteladanan dan segala
sifat baik dan pantas untuk diberikan amanah. Mengelola pemerintahan dibutuhkan
sosok yang cerdas, komunikatif, tepercaya, jujur dan profesional.
Kesemuanya itu tentu harus berakar pada
adanya nalar kepemimpinan visioner yang dijiwai oleh pasangan cagub-cawagub.
Mungkin dari sanalah akan muncul pemimpin (baca: gubernur/wakil gubernur) yang
mampu membawa perubahan DKI Jakarta ke arah yang lebih baik secara cepat dan
tuntas. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar