Diplomasi
SBY dalam Rio+20
Chusnan Maghribi ; Alumnus Hubungan
Internasional FISIP
Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
Sumber : SUARA
MERDEKA, 20 Juni 2012
SETELAH mengikuti Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) G-20 di Los Cabos Meksiko, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) menghadiri Konferensi PBB tentang Pembangunan Berkelanjutan (United Nations Conference on Sustainable
Development/ UNCSD) di Rio de Janeiro Brasil, 20-22 Juni 2012.
Konferensi itu juga disebut Rio+20 karena diselenggarakan 20 tahun setelah Konferensi PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan (United Nations Conference on Environment and Development/ UNCED) yang juga disebut KTT Bumi di tempat yang sama, 3-14 Juni 1992. Rio+20 dihadiri sedikitnya 115 kepala negara/pemerintahan dan 50 ribu peserta pemangku kepentingan pembangunan berkelanjutan dari seluruh dunia, termasuk eksekutif perusahaan, dan perwakilan gerakan sosial ataupun lingkungan.
Dua konferensi itu berslogan berbeda. KTT Bumi berslogan The Earth My Life (Bumi Tempat Tinggalku), sementara Rio+20 berslogan The Future We Want (Masa Depan yang Kita Mau). Namun, keduanya sama-sama menunjukkan spirit tinggi komunitas dunia untuk menyelamatkan kelangsungan kehidupan planet bumi seisinya. Rio+20 mengangkat dua tema, yaitu ekonomi hijau dalam konteks pemberantasan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan, serta pelembagaan kerangka kerja untuk pembangunan berkelanjutan dalam rangka memperkuat integrasi tiga pilar (ekonomi, sosial, dan lingkungan) dalam pembangunan berkelanjutan.
Penduduk Miskin
Komunitas dunia memperlihatkan spirit dan komitmen tinggi untuk menyelamatkan kelangsungan kehidupan bumi seisinya dimulai dengan langkah PBB menyelenggarakan KTT tentang Lingkungan Manusia di Stockholm Swedia, Juni 1972, menelurkan Deklarasi Stockholm yang memuat prinsip-prinsip mengelola lingkungan hidup untuk masa depan. Kemudian KTT Bumi 1992 menghasilkan program kerja pembangunan berkelanjutan yang mencakup bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan yang dijabarkan dalam Agenda 21. Sesudah itu, PBB mengadakan World Summit on Sustainable Development (WSSD) di Johannesburg Afrika Selatan, Juni 2002, menghasilkan Deklarasi Johannesburg yang memuat visi masa depan umat manusia dengan menjabarkan lebih luas konsep pembangunan berkelanjutan yang termuat dalam Agenda 21.
PBB juga memprakarsai sejumlah konferensi internasional penting, di antaranya Konferensi tentang Kependudukan 1994 di Kairo Mesir, tentang Pembangunan Sosial di Kopenhagen Denmark 1995, dan tentang Perubahan Iklim (juga) di Kopenhagen pada 2009.
Sekjen PBB Kofi Annan pada 2000 menetapkan target yang harus dicapai tiap negara dalam aksi pembangunan berkelanjutan hingga 2015, yang disebut Millennium Development Goals (MDGs) 2015, meliputi capaian pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Sekjen PBB sekarang (Ban Ki-Moon) mencanangkan Sustainable Development Goals (SDGs), memuat upaya capaian MDGs, perubahan iklim, kelangsungan keanekaragaman hayati, serta sekuritas (pengamanan) pangan dan energi bagi keberlanjutan kehidupan manusia beserta lingkungannya. SDGs mengikat segenap anggota PBB untuk memenuhinya di masa datang.
Apa yang harus disampaikan SBY dalam Rio+20? Selain mengikuti sesi pleno KTT, ia memberi sambutan pada beberapa side event seperti Conference on Green Economy, Leaders Valuing Nature: A Celebration of Commitments, dan Konferensi Komisi Regional UNESCAP (United Nations of Economics, Social, and Culture on Asia Pacific). SBY punya kesempatan baik untuk menyampaikan hal ikhwal terkait dengan kemajuan pembangunan di negaranya, tentunya dengan diplomasi apa adanya, tidak boleh hiperbolik. Capaian kemajuan pembangunan di Indonesia harus dikemukakan sebagaimana fakta. Misalnya menyangkut kesuksesan janganlah melebih-lebihkan, dan terkait kekurangan pantanglah menutup-nutupi.
Faktanya, rentang waktu 8 tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia memang mencapai 5-7 persen per tahun. Pembangunan itu berhasil meningkatkan jumlah kelas menengah dari 50 juta orang menjadi 113 juta. Tetapi, penduduk yang masih di bawah garis kemiskinan juga masih banyak, sekitar 60 juta orang.
Juga perlu menggarisbawahi, pembangunan di Indonesia masih terus cenderung mengorbankan lingkungan. Laju penggundulan hutan (deforestasi) masih tinggi, yakni 685.000 hektare per tahun dalam kurun waktu 2000-2010, dan kerusakan daerah aliran sungai terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia (Food and Agriculture Organization, 2010). Jika SBY berdiplomasi secara apa adanya, kejujuran ini menjadi isyarat akan capaian pembangunan Indonesia pada masa mendatang yang lebih efektif, di antaranya keberhasilan meningkatkan taraf hidup segenap penduduk miskin tanpa mengorbankan lingkungan. ●
Konferensi itu juga disebut Rio+20 karena diselenggarakan 20 tahun setelah Konferensi PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan (United Nations Conference on Environment and Development/ UNCED) yang juga disebut KTT Bumi di tempat yang sama, 3-14 Juni 1992. Rio+20 dihadiri sedikitnya 115 kepala negara/pemerintahan dan 50 ribu peserta pemangku kepentingan pembangunan berkelanjutan dari seluruh dunia, termasuk eksekutif perusahaan, dan perwakilan gerakan sosial ataupun lingkungan.
Dua konferensi itu berslogan berbeda. KTT Bumi berslogan The Earth My Life (Bumi Tempat Tinggalku), sementara Rio+20 berslogan The Future We Want (Masa Depan yang Kita Mau). Namun, keduanya sama-sama menunjukkan spirit tinggi komunitas dunia untuk menyelamatkan kelangsungan kehidupan planet bumi seisinya. Rio+20 mengangkat dua tema, yaitu ekonomi hijau dalam konteks pemberantasan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan, serta pelembagaan kerangka kerja untuk pembangunan berkelanjutan dalam rangka memperkuat integrasi tiga pilar (ekonomi, sosial, dan lingkungan) dalam pembangunan berkelanjutan.
Penduduk Miskin
Komunitas dunia memperlihatkan spirit dan komitmen tinggi untuk menyelamatkan kelangsungan kehidupan bumi seisinya dimulai dengan langkah PBB menyelenggarakan KTT tentang Lingkungan Manusia di Stockholm Swedia, Juni 1972, menelurkan Deklarasi Stockholm yang memuat prinsip-prinsip mengelola lingkungan hidup untuk masa depan. Kemudian KTT Bumi 1992 menghasilkan program kerja pembangunan berkelanjutan yang mencakup bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan yang dijabarkan dalam Agenda 21. Sesudah itu, PBB mengadakan World Summit on Sustainable Development (WSSD) di Johannesburg Afrika Selatan, Juni 2002, menghasilkan Deklarasi Johannesburg yang memuat visi masa depan umat manusia dengan menjabarkan lebih luas konsep pembangunan berkelanjutan yang termuat dalam Agenda 21.
PBB juga memprakarsai sejumlah konferensi internasional penting, di antaranya Konferensi tentang Kependudukan 1994 di Kairo Mesir, tentang Pembangunan Sosial di Kopenhagen Denmark 1995, dan tentang Perubahan Iklim (juga) di Kopenhagen pada 2009.
Sekjen PBB Kofi Annan pada 2000 menetapkan target yang harus dicapai tiap negara dalam aksi pembangunan berkelanjutan hingga 2015, yang disebut Millennium Development Goals (MDGs) 2015, meliputi capaian pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Sekjen PBB sekarang (Ban Ki-Moon) mencanangkan Sustainable Development Goals (SDGs), memuat upaya capaian MDGs, perubahan iklim, kelangsungan keanekaragaman hayati, serta sekuritas (pengamanan) pangan dan energi bagi keberlanjutan kehidupan manusia beserta lingkungannya. SDGs mengikat segenap anggota PBB untuk memenuhinya di masa datang.
Apa yang harus disampaikan SBY dalam Rio+20? Selain mengikuti sesi pleno KTT, ia memberi sambutan pada beberapa side event seperti Conference on Green Economy, Leaders Valuing Nature: A Celebration of Commitments, dan Konferensi Komisi Regional UNESCAP (United Nations of Economics, Social, and Culture on Asia Pacific). SBY punya kesempatan baik untuk menyampaikan hal ikhwal terkait dengan kemajuan pembangunan di negaranya, tentunya dengan diplomasi apa adanya, tidak boleh hiperbolik. Capaian kemajuan pembangunan di Indonesia harus dikemukakan sebagaimana fakta. Misalnya menyangkut kesuksesan janganlah melebih-lebihkan, dan terkait kekurangan pantanglah menutup-nutupi.
Faktanya, rentang waktu 8 tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia memang mencapai 5-7 persen per tahun. Pembangunan itu berhasil meningkatkan jumlah kelas menengah dari 50 juta orang menjadi 113 juta. Tetapi, penduduk yang masih di bawah garis kemiskinan juga masih banyak, sekitar 60 juta orang.
Juga perlu menggarisbawahi, pembangunan di Indonesia masih terus cenderung mengorbankan lingkungan. Laju penggundulan hutan (deforestasi) masih tinggi, yakni 685.000 hektare per tahun dalam kurun waktu 2000-2010, dan kerusakan daerah aliran sungai terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia (Food and Agriculture Organization, 2010). Jika SBY berdiplomasi secara apa adanya, kejujuran ini menjadi isyarat akan capaian pembangunan Indonesia pada masa mendatang yang lebih efektif, di antaranya keberhasilan meningkatkan taraf hidup segenap penduduk miskin tanpa mengorbankan lingkungan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar