Capres
2014, Tunjukkan Prestasimu!
Iberamsjah ; Guru Besar FISIP Universitas Indonesia
SUMBER : SUARA
KARYA, 2 Juni 2012
Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 memang masih dua tahun lagi.
Namun, aromanya mulai dihembuskan sejumlah partai politik (parpol), dengan
menggadang nama-nama popular untuk diusung sebagai calon presiden (capres).
Partai Golkar, misalnya, sudah memastikan ketua umumnya, Aburizal
Bakrie alias ARB sebagai Capres 2014. Kemudian, Partai Amanat Nasional (PAN)
juga mencapreskan ketua umumnya, Hatta Rajasa, Partai Hanura mencalonkan
Wiranto, dan Partai Gerindra mengusung Prabowo. PDIP, meski belum
mendeklarasikannya, namun diperkirakan akan mengusung Megawati Soekarnoputri
kembali. Yang mengherankan, Partai Demokrat disebut-sebut akan mencalonkan Ani
Yudhoyono sebagai Capres 2014. Padahal, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
jauh hari sudah tegas-tegas mengatakan tidak mengizinkan istrinya, maupun
anaknya untuk tampil dalam pemilihan presiden menggantikannya.
Terkait upaya pencalonan Ibu Negara Ani Yudhoyono ini, pakar
politik Prof DR Iberamsjah menilainya sebagai lelucon yang tidak lucu. Mengapa?
Berikut ini petikan wawancara wartawan Harian Umum Suara Karya Kartoyo
DS dengan Guru Besar FISIP Universitas Indonesia ini.
Dua pekan ini media diramaikan oleh kontroversi pencalonan Ibu Ani
Yudhoyono. Pandangan Anda?
Menurut saya, dilihat dari sudut pandang mana pun tidak ada celah
untuk menilai kemampuan Ibu Ani Yudhoyono menjadi pemimpin bangsa. Jauhlah Bu
Ani untuk bisa jadi presiden. Bagaimana dia mau dicalonkan sebagai presiden,
pengalamannya saja tidak ada, prestasi juga tidak ada. Pencalonan Bu Ani
Yudhoyono sebagai presiden bukan kehendak keluarga Presiden SBY, melainkan
keinginan para penjilat politik yang ada di Partai Demokrat.
Dengan pemaksaan kehendak ini, Anda melihat ada pihak-pihak yang
haus kekuasaan?
Ya, bisa saja. Saya melihat memang ada pihak-pihak yang haus
kekuasaan, sehingga mereka memaksakan kehendak dengan mendorong orang lain
untuk menjadi presiden, misalnya.
Pemaksaan ini dilakukan untuk melanggengkan politik dinasti?
Tidak juga. Sebab, yang menginginkan Bu Ani jadi presiden kan
bukan Pak SBY, tapi orang lain. Pak SBY sendiri, saya kira sudah jelas
mengatakan tidak mengizinkan istrinya jadi capres.
Apa dasarnya, Anda menilai Ibu Ani Yudhoyono tidak mampu jadi
presiden?
Memimpin Indonesia bukanlah perkara mudah. Apalagi, bagi seorang
Ani Yudhoyono yang tidak punya pengalaman apa pun. Memimpin Indonesia adalah
memimpin 240 juta jiwa, dengan masalah yang juga besar. SBY sendiri, sebenarnya
sudah tidak sanggup memimpin negeri ini. Hal itu dibuktikan dengan dia melarang
keluarganya menjadi calon presiden pada Pilpres 2014.
Jadi, tidak mungkin lagi dia menjerumuskan istrinya untuk memimpin
negeri ini tanpa ada bekal kemampuan yang memadai. Dan, terbukti juga selama
delapan tahun menjadi presiden, tidak ada prestasi yang menonjol dari presiden
kita ini. Saya yakin SBY itu orangnya bijaksana.
Pilpres 2014 juga akan diikuti oleh pimpinan partai yang pernah
kalah pada pilpres sebelumnya. Apakah ini bisa disebut fenonena haus kekuasaan?
Itu bukan haus kekuasaan, tapi maju ke pemilihan tanpa
mempertimbangkan faktor-faktor yang berpengaruh. Dia tidak memikirkan faktor
kapabilitas, elektabilitas serta akseptabilitas. Untuk menjadi seorang pemimpin
nasional itu tidak hanya bermodal popularitas saja. Kalau cuma modal popularitas,
nanti yang jadi presiden kita bintang film, artis atau pelawak-pelawak. Nanti
Eko Patrio atau Miing yang jadi presiden. (Sambil tertawa) Jangan begitulah!
Jangan dipaksakan yang aneh-aneh. Popularitas itu hanya sebagian kecil dari
syarat untuk menjadi pemimpin bangsa. Yang terpenting adalah tiga faktor tadi.
Memang, sekarang ini banyak yang nampang di media cetak atau di
televisi hanya untuk mencari popularitas. Tapi, masalahnya bukan hanya itu, dia
harus menunjukkan dulu prestasi. Kalau dia sekarang menteri, tunjukkan
prestasinya sebagai menteri.
Menteri-menteri sekarang ini, saya lihat, menteri-menteri salon
semua. Lihat saja Hatta Rajasa malah mengurus perbedaan waktu, urus dong beras
rakyat. Sekarang di Kalimantan tidak ada bahan bakar, urus itu yang benar.
Jadi, jangan aneh-aneh dulu. Tunjukkan dulu prestasi, baru
berpikir jadi presiden.
Masih layakkah tokoh-tokoh yang kalah pada Pilpres lalu maju lagi
dalam Pilpres 2014?
Itu ibarat pertandingan tinju, kalau sudah kalah harusnya tidak
maju lagi.
Jadi, presiden pengganti nanti harus yang seperti apa?
Nah, ini dia. Yang pertama, presiden kita harus menjunjung tinggi
martabat bangsa. Menghadapi asing, dia harus berani dengan kepala tegak. Dia
tidak boleh takut pada AS, tidak boleh takut pada Rusia, China dan
negara-negara lainnya. Artinya, kalau mereka mau mengambil hasil bumi kita,
harus kita yang mengatur.
Kedua, presiden kita harus responsif. Kalau ada menteri
bermasalah, panggil dia dan beri warning, bukan dibiarkan saja.
Bagaimana martabat pemimpin kita saat ini?
Pemimpin kita memang kurang bermartabat. Posisi pemimpin kita di
hadapan bangsa lain lemah sekali. Saya mendambakan ke depan nanti, pemimpin
kita memiliki martabat seperti Bung Karno. Dia tidak takut Amerika, tidak takut
Uni Soviet dan sebagainya.
Menurut Anda, apa kelebihan Presiden SBY?
Kelebihan SBY, dia pintar, arif dan santun. Tapi, dia tidak punya
keberanian dan banyak berhitung. Akibatnya, dia jadi dikenal sebagai peragu.
SBY itu karakternya sama dengan Fauzi Bowo. Makanya, sebagai Gubernur DKI,
Fauzi Bowo itu gagal total.
Apa prestasi Presiden SBY?
Saya kira, kalau sekedar prestasi ada, tapi tidak ada yang
monumental. Prestasi Presiden SBY selama delapan tahun ini hanya prestasi rutin
yang biasa-biasa saja. Makanya, kalau dikatakan pemerintahan ini berjalan
sendiri seperti auto pilot, ya memang benar. Rakyat berjalan sendiri, ekonomi
berjalan sendiri tanpa ada dorongan dari pemerintah.
Dalam Pilpres 2014 nanti, bagaimana dengan faktor Jawa non-Jawa?
Ya, itu juga penting. Memang tidak mutlak tapi pengaruhnya ada.
Jadi, masalah itu harus dipertimbangkan juga. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar